Pastinya dengan mengerti dan menerima kekurangannya, kita semua pasti memiliki kekurangan, baik yang di perlihatkan maupun tidak. Dengan pengalaman yang aku lihat, salah satu temanku yang dibully pada akhir-akhirnya menjadi pembully. Ia melepaskan semua kemarahan, semua ketidakadilannya terhadap orang lain yang tidak bersalah, dan ini akan berulang terus.
Pada Asia-pasifik, telah terlapor 32% perempuan dan 27% laki-laki yang mengalami kekerasan emosional. Akibatnya adalah merokok, mabuk, menyakiti diri, mencoba bunuh diri, dan yang paling parahnya, korban akan tumbuh besar dengan empati yang rendah.Â
Empati yang rendah akan menyebabkan korban untuk mencari perhatian ataupun tidak mengerti perasaan orang lain sehingga menjadi egois maupun melakukan kejahatan karena menganggap dirinya selalu benar.
Sudah dibuktikan melalui penelitian saat korban bertumbuh, ia akan menjadi orang yang sama seperti apa yang ia diperlakukan saat bertumbuh, yaitu perlakuan teman mereka yang menghina mereka.Â
Karena mereka tumbuh dengan perlakukan itu, mereka akan mengira hal tersebut adalah hal yang benar yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sosial, sehingga para korban akan menjadi pelakunya di masa mendatang.Â
Selain itu, efek dari semua bullying ini membekas selama hidup, bahkan dapat memberikan trauma hidup yang menyebabkan korban untuk sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Kita harus membantu dengan melaporkan, memberhentikannya jika melihat kejadian bullying di sekolah kita.Â
Siswa mempunyai hak asasi nya masing-masing sebagai manusia yang lahir di dunia ini, dan tidak akan adil kalau hak tersebut diambil dari mereka, karena mereka tidak memilih untuk lahir seperti itu.Â
Sebagian korban akan menjadi lebih parah dari pelaku di masa yang mendatang, dan roda berputar ini tidak boleh berputar terus, melainkan harus dihancurkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H