Kata maisir dalam bahasa arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut berjudi. Istilah lain yang digunakan dalam Al-Qur'an adalah kata 'azlam' yang berarti praktik perjudian. Judi dalam terminologi agama diartikan sebagai & suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu.
Perilaku judi dalam proses maupun pengembangan bisnis dilarang secara tegas oleh al-qur'an . Judi ata al-maisir ditetapkan sebagai hal yang harus dihindari dan dijauhi oleh orang yang beriman bersama dengan larangan khamr dan mengundi nasib, karena termasuk perbuatan setan.
Unsur yang kedua yang dilarang al-Qu'an adalah judi. Firman pertama yang menunjukkan pada kejahatan ini menyatakan bahwa kejahatan judi itu jauh lebih parah daripada keuntungan yang diperolehnya. Hal ini ditunjukkan oleh Qs. Al-Maidah (5) ayat 90 ayat berikut;
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Ayat itulah pertama kali dibicarakan mengenai judi berupa celaan sebagai suatu kejahatan sosial. Sedangkan dalam ayat lain dijelaskan bahwa semua bentuk perjudian atau taruhan itu dilarang dan dianggap sebagai perbuatan dzalim dan sangat dibenci (Qs.al-Baqarah (2) ayat 219).
Prinsip berjudi adalah terlarang, baik itu seseorang terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali, menggantungkan keuntungan semata, disamping sebagian orang-orang yang terlihat melakukan kecurangan, kita mendapat apa yang semestinya tidak kita dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan. Melakukan pemotongan dan bertaruh benar-benar masuk dalam kategori definisi judi.
Judi pada umumnya (maisir) dan penjualan undian khususny (azlam) serta segala bentuk taruhan, undian atau lotere yang berdasarkan pada bentuk-bentuk pefjudian adalah haram di dalam islam. Rosulullah melarang segala bentuk bisnis yang mendatangkan uang yang diperoleh dari untung-untungan, spekulasi, dan ramalan atau terkaan (misalnya judi) dan bukan diperoleh dari bekerja.
Diriwayatkan oleh bukhari dan muslim dari abdullah bin umar bahwa Rosulullah melaranb bejual beli yang disebut habal-al-habla semacam jual beli yang dipraktikkan pada zaman jahiliah. Dalam jual beli ini, seseorang harus membayar seharga seekor unta betina tersebut belum lahir tetapi akan segera lahir sesuai jenis kelamin yang diharapkan.
Diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi, termasuk Jabir, Abu Hurairah, Abu Said al-Khudri, Said ibnul-Musayyib, dan RAfiy bin Khadij bahwa Rosulullah melarang transaksi muzabanah dan muhaqalah.
Kedua jenis bisnis transaksi di atas sangat merakyat pada zaman sebelum Islam. Muzabanah adalah tukar-menukar buah yang masih segar dengan yang sudah kering dengan cara bahwa jumlah buah yang kering sudah dapat ditebak karena masih berada dipohon. Sama halnya dengan muhaqalah, yaitu penjualan gandum ditukar dengan gandum yang masih ada dalam butirnya yang jumlahnya masih ditebak-tebak.
Disebabkan kejahatan judi itu lebih parah daripada keuntungan yang diperolenya, maka dalam Al-Qur'an, Allah swt. Sangat tegas dalam melarang maisir 'judi dan semacamnya'.
& mereka akan bertanya kepadamu tentang minuman keras dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia. Tetapi, dosanya lebih besar daripada manfaatnya.& ( al-Baqarah:219)
&Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan , maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.&(al-Maa'idah:90)
Ayat di atas secara tegas menunjukkan keharaman judi. Selain judi itu rijs yang berarti busuk, kotor, dan termasuk perbuatan setan, ia juga sangat berdampak negatif pada semua aspek kehidupan. Mulai dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, moral, sampai budaya. Bahkan, pada gilirannya akan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, setiap perbuatan yang melawan perontah Allah pasti akan mendatangkan celaka.
Dalam industri asuransi, adanya maisir atau gambling disebabkan adanya gharar sistem dan mekanisme pembayaran klaim. Jadi judi terjadi illat-nya karena di sana ada gharar. Prof.Mustafa Ahmad Zarqa mengatakan bahwa adanya unsur gharar menimbulkan al-qumaar. Sedangkan dengan al-maisir, gambling dan perjudian. Artinya, ada salah satu pihak yang untung, tetapi ada pula pihak yang dirugikan.
Syekh Hisan mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dari para mujtahid yang mengatakan bahwa tsharrufaat 'pembelanjaan-pembelanjaan ' yang mengandung unsur "hura-hura, meghibur diri, dan menyiakan waktu" serta didalamnya tidak ada unsur riba dan gharar merupakan perjudian dan taruhan. Sebab keraharam judi dan taruhan ada istilah "kemungkinan menang bagi satu pihak dan kemungkinan kalah bagi pihak lain".
Muhamin iqbal,ACII menyatakan bahwa unsur maisir 'perjudian' sebenarnya juga tidak disetujui dalam teori dasar asuransi konvesional. Dalam ilmu asuransi (konvesional), asuransi dianggap berbeda dengan judi karena kontrak asuransi harus berdasarkan adanya kepentingan keuangan dan atas kepentingan keuangan tersebut hanya dijamin terhadap risiko murni, artinya dengan ganti rugi asuransi nasabah. Lanjut iqbal, memang dipraktik sangat berbeda dengan teori. Untuk aspek maisir misalnya, sangat sedikit pelaku asuransi yang menerapkan teorinya dengan serius dan menghindarkan bisnisnya dari sifat yang menyerupai perjudian atau untung-untungan. Untuk menghindarkan diri dari unsur maisir tersebut, para pelaku asuransi tidak hanya mengandalkan sisi klien harus memiliki insurable interest, dan kalau terjadi kerugian hanya diganti rugi ke kondisi sesaat sebelum sebelum kejadian (indemnity). Tetapi, di sisi pengolaan usaha khususnya dalam memilih portofolio risiko dan menentukan nilai premi juga harus sepadan (equitable) terhadap risiko yang dijamin. Oleh karena itulah, di indonesia bahkan ada peraturan yang mengharuskan suku premi asuransi dihitung berdasarkan statistik profil risiko sekurang-kurangnya 5 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Sula, Muhammad syakir. 2004.AsuransiSyariah (lifeandgeneral). Jakarta : Gema Insani
Ismanto, Kuat. 2009.Asuransi Syari'ah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Al-Hillawi, Muhammad. 1998.Mereka Bertanya Tentang Islam. Jakarta : Gema Insani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H