Mohon tunggu...
Felin Thian
Felin Thian Mohon Tunggu... -

I am Man

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Perbandingan Cerita Ulang: Asal-usul Pulau Kapal & Asal-usul Gunung Pinang

27 November 2014   12:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:43 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


  • Teks 1

Asal-usul Pulau Kapal

Belitung, Sumatera Selatan

Dahulu ada sebuah keluarga yang tinggal di dekat sungai Cerucuk. Kehidupan keluarga itu sangat miskin dan sederhana. Mata pencaharian ialah mencari dedaunan dan buah-buahan yang kemudian dijual di pasar. Keluarga tersebut mempunyai seorang anak yang bernama Kulup. Kulup rajin membantu orang tuanya mencari nafkah. Walaupun mereka kekurangan mereka tetap hidup bahagia bersama.

Suatu ketika ayah Kulup yang dipanggil Pak Kulub oleh tetangganya pergi ke hutan untuk mencari rebung untuk dimakan. Saat menebang rebung, terlihat sebuah tongkat di dalamnya oleh Pak Kulup dan ia pun mengambil tongkat tersebut. Pada awalnya Pak Kulup ingin membuang tongkat tersebut namun setelah melihat tongkatnya dengan jeli ternyata terdapat taburan intan permata dan merah delima.

Pak Kulup pulang dengan hati gembira. Kemudian Pak Kulup memanggil anak dan istrinya untuk berkumpul di rumah. Mereka merundingkan apa yang akan dilakukan dengan tongkat tersebut. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjual tongkat tersebut.

Si Kulup pergi ke negeri tetangga untuk menjual tongkat tersebut. Namun di sana ia terpikat oleh seorang gadis anak saudagar kaya yang hidup serba berlebihan dan Kulup meminangnya. Lama hidup di negeri orang, Kulup lupa dengan orang tuanya yang menuggu hasil penjualan di rumah.

Si Kulup membeli sebuah kapal besar dan menyiapkan anak buah kapal untuk  berlayar. Ketika berlayar, Si Kulup teringat akan kampung halamannya. Ketika sampai di muara sungai Cerucuk, mereka berlabuh. Suasana kapal sangat ramai pada saat itu. Kedatangan Si Kulup di desanya terdengar oleh kedua orang tuanya. Betapa rindunya kedua orang tua Si Kulup, terlebih lagi emaknya. Emaknya menyiapkan makanan kesukaan Si Kulup seperti ketupat,rebung,belut panggang dan sebagainya.

Ketika Si Kulup melihat orang tuanya, dia merasa malu. Lalu, dia mengusir kedua orang tuanya tersebut dari kapalnya sembari berkata,” Pergi ! Lekas pergi. Aku tidak punya orang tua seperti kalian. Jangan kotori tempatku ini. Tidak tahu malu, mengaku diriku sebagai anakmu. Apa mungkin aku mempunyai orang tua miskin seperti kau. Enyahlah kau dari sini !”

Pak Kulup dan istrinya sangat terhina sekali. Mereka cepat-cepat pergi meninggalkan kapal. Setibanya di darat, emak Si Kulup tidak dapat menahan amarahnya. Ia benar-benar terpukul hatinya melihat peristiwa tadi. Ia berucap,” Kalau saudagar itu benar-benar anakku Si Kulup dan dia tidak mau mengakui kami sebagai orang tuanya, mudah-mudahan kapal besar itu karam.”

Selesai berucap demikian itu, ayah dan emak Si Kulup pulang ke rumahnya dengan rasa kecewa. Tidak berapa lama terjadi suatu keanehan yang luar biasa. Tiba-tiba gelombang laut sangat tinggi menerjang kapal saudagar kaya. Seketika itu pula kapal terbalik dan tenggelam. Semua penumpang tewas.

Beberapa hari kemudian di tempat karamnya kapal, muncul sebuah pulau yang menyerupai kapal. Pada waktu-waktu tertentu terdengar suara binatang bawaan saudagar kaya. Maka hingga sekarang pulau itu dinamakan “Pulau Kapal”.


  • Teks 2

Asal-usul Gunung Pinang

Banten

Alkisah terdapat seorang lelaki bernama Dampu Awang yang sedang duduk bersantai dan menyandar pada pohon di pantai teluk Banten. Ia sedang melepaskan kesedihannya dan kepenatannya setelah pulang melaut. Tempat ini merupakan tempat favoritnya untuk melepaskan beban hidupnya yang membuatnya lelah.

Dampu Awang ingin pergi merantau ke negeri orang dan berjanji kepada ibunya kelak ketika ia pulang ia akan membangunkan rumah yang indah dan megah bagi ibunya. Namun ibu Dampang tidak mengizinkannya karena ibunya sudah merasa bosan dengan segala ucapannya yang berkhayal cepat menjadi kaya. Ibunya sudah merasa hidup cukup dengan keadaannya seperti itu.

Dampu tetap merayu kepada ibunya untuk memperbolehkannya bekerja di Malaka. Terdapat saudagar dari Samudera Pasai yang sedang berdagang di Banten. Satu minggu lagi saudagar tersebut akan kembali berlabuh. Dampu berpikir bahwa inilah satu-satunya cara untuk menjadikannya kaya dengan bekerja kepada saudagar kaya tersebut.

Akhirnya, ibu Dampu pun memberikan izin kepada anak tercintanya. Dampu sangat senang mendengar ucapan ibunya.Deburan ombak, semilir angin laut, bau asin pantai, kepak sayap burung-burung camar, lambaian orang-orang kampung, mengiringi kepergian rombongan saudagar dari pelabuhan. Dampu Awang melihat ibunya meratapi kepergiannya. Sebening embun menggenang di pelupuk mata. Masih terngiang di telinganya petuah-petuah yang diberikan ibunya sesaat sebelum ia pergi. Ibunya mempunyai sebuah pinta untuk membawa si Ketut, hewan peliharaan semasa bapaknya masih hidup yang berupa seekor burung pengirim pesan.

Setiap hari, saat bola api langit masih malu-malu menyembulkan jidatnya di permukaan bumi, Dampu Awang bekerja membersihkan seluruh galangan kapal dan merapihkan barang-barang di kapal saudagar Teuku Abu Matsyah. Hari berganti, bulan bergulir, tahun bertambah, lima tahun sudah Dampu Awang bekerja pada Teuku Abu Matsiyah. Dampu Awang kini terkenal sebagai pekerja yang rajin. Tak aneh, jika Teuku Abu Matsyah begitu perhatian padanya. Bahkan Siti Nurhasanah, putri Teuku Abu Matsyah, diam-diam menaruh hati padanya. Hingga suatu hari Teuku Abu Matsyah memanggil Dampu Awang untuk berbicara empat mata.

Teuku Abu Matsyah igin mewariskan seluruh kekayaan kepada Dampu awing dan menyuruh Dampu untuk menikahi putrinya. Dampu Awangnnampak bingung dan terpikirkan oleh ibunya di Banten sana. Ia kebingungan apakah ia akan mendapat restu dari ibunya atau tidak. Pada awalnya ia ragu untuk menerima tawaran tersebut karena ia pikir hal tersebut akan menyusahkannya. Namun setalah dipertanyakan kembali oleh Teuku Abu, akhirnya ia menerima tawaran tersebut.

Kini nama Dampu Awang sudah tersohor kemana-mana karena ialah satu-satunya pewaris kekayaan Teuku Abu Matsayah yang sangat kaya.

Pada suatu hari ia memutuskan berlabuh ke kampong halamannya di Banten. Mendengar kabar yang beredar kemana-mana bahwa seorang saudagar muda nan kaya akan berlabuh di teluk Banten, ibu Dampu pun senang dan bersyukur kepada tuhan dan berharap bahwa itu adalah anaknya si Dampu Awang.

Lantas ia lari ke teluk dengan pakaian yang kusam seperti kain bekas lap. Ia melihat kapal yang megah nan mewah berlabuh. Warga setempat pun sudah menunggu di pinggir teluk. Tak lama kemudian keluar sepasang sepasang suami istri yang berpakaian serba mewah berlapis emas. Paras cantik dan rambut hitam legam layaknya langit malam menggandeng mesra Dampu Awang.

Ibunya pun meneriakkan namanya berkali-kali dan DAmpu Awang melihatnya. Namun Dampu Awang merasa malu akan ibunya yang suda tua dan berpakaian layaknya seorang gelandangan. Warga-warga pun kebingungan melihat kejadian ini.

Akhirnya Dampu Awang dengan suara lantangnya berbicara kepada warga dan istrinya bahwa wanita tua tersebut bukan ibunya. Ia berkata bahwa kedua orang tuanya sudah lama meninggal. Ia menghujat ibunya dengan mengatakan bahwa ibunya sudah gila karena mengaku-ngakui bahwa ia adlah ibu kandungnya. Ia pun mengusir ibunya.

Mendengar perkataan anaknya yang begitu kejam dan kasar sang ibu pun pergi meninggalkan kerumunan. Sang ibu tertunduk lesu. Air matanya semakin tidak terbendung. Harapan, kebahagian, kegembiraan, suka cita, yang telah dihimpunnya selama puluhan tahun, kini seolah semuanya telah menguap tanpa bekas. Penantiannya selama puluhan tahun harus berakhir dalam kesakithatian yang semakin mendalam.

Ibu Dampu berdoa kepada doanya untuk menghukum si Dampu yang telah mendzaliminnya dan durhaka kepadanya. Tuhan mendengar rintihannya. Kemudian langit berubah menjadi gelap gulita. Awan-awan berkumpil di atas kapal Dampu Awang dan menyebabkan ombak besar yang mengombang-ambingkan kapal Dampu Awang. Tiba-tiba keajaiban terjadi, si Ketut hewan peliharaan Dampu Awang bisa berbicara dan ia menyuruh Dampu Awang untuk mengakui ibunya.

Angin puyuh besar pun datang. Meliuk-liuk ganas di atas laut. Menyedot dan terus berputar. Kapal Dampu Awang ikut tersedot. Kapal Dampu Awang terbang masuk ke dalam pusaran angin puyuh. Berputar-putar. Terus berputar dalam pusaran angin puyuh. Dampu Awang ketakutan dan berteriak meminta ampunan kepada ibunya namun ibunya tetap bergeming.

Kapal yang berisi segala macam harta kekayaan itu dipermainkan oleh angin. Berputar-putar. Dan akhirnya terlempar jauh ke selatan. Jatuh terbalik.Menurut penuturan masyarakat, kapal Dampu Awang yang karam berubah menjadi Gunung Pinang. Gunung itu terletak tepat di samping jalur lalu lintas Serang - Cilegon, kecamatan Kramat Watu, kabupaten Serang, propinsi Banten. Hingga kini, setiap orang dengan mudah dapat menyaksikan simbol kedurhakaan anak pada ibunya itu.


  • Analisa Cerita

Dongeng Asal-usul Pulau Kapal dari Sumatra Selatan dan Asal-usul Gunung Pinang dari Banten, memiliki cerita yang hampir sama. Berikut ini adalah ulasan perbandingannya.


  • Tabel perbandingan dongeng Asal-usul Pulau Kapal dan Asal-usul Gunung Pinang

No.

Keterangan

Asal-usul Pulau Kapal

Asal-usul Gunung Pinang

1.

Tokoh Utama

Si Kulup

Si Dampu Awang

2.

Orang tua tokoh utama

Pak Kulup & Ibu Kulup

Ibu Dampu Awang

3.

Tokoh lain

mertua Kulup & istri Kulup

Teuku Abu Matsyah & Siti Nurhasanah

4.

Pekerjaan Tokoh Utama

Membantu orang tua

Nelayan

5.

Tempat kejadian

muara sungai cerucuk,Belitung

Kramat watu,Banten

6.

Bekal merantau

tongkat bertabur intan

niat bekerja

7.

Akhir cerita

muncul pulau kapal

adanya gunung pinang


  • Perbedaaan


Perbedaan dari kedua cerita di atas hanya terletak pada settingnya saja yang dapat anda lihat pada tabel di atas. Secara garis besar, kedua cerita di atas sangatlah mirip dari segi alur maupun isi serta pesan moral yang terkandung di dalamnya.


  • Pesan Moral

Di dalam sebuah cerita, baik itu cerita novel, cerpen, legenda atau pun dongeng, pasti memilik pesan moral sendiri. Di dalam dongeng Asal-usul Pulau Kapal terdapat pesan moral yang sangat jelas yakni jangan karena mengejar harta, kita melupakan orang tua yang telah membesarkan kita. Pesan moral untuk dongeng Asal-usul Gunung Pinang juga tidak jauh berbeda. Mau menjadi kaya hendaknya harus mempunyai niat yang kuat untuk kerja keras dan berani mengambil resiko untuk merantau.

Ada sebuah ungkapan yang berbunyi “anak  panah tidak akan mencapai sasaran apabila belum lepas dari busurnya”. Ungkapan ini memiliki makna, seorang anak harus berani lepas dari orang tuanya untuk mengejar target hidupnya. Namun, setelah benar-benar tercapai, jangan sampai melupakan orang yang telah membesarkan dan merawat kita. Seperti dikisahkan di dongeng Asal-usul Gunung Pinang


  • Kesimpulan

Dongeng Asal-usul Pulau Kapal dari Sumatra Selatan dan Asal-usul Gunung Pinang dari Banten merupakan karya warisan bangsa yang sangat bernilai. Dikatakan bernilai karena di dalamnya mengandung pesan moral yang dapat dijadikan pelajaran bagi kehidupan masyrakat sekarang.

Kajian yang melingkupi dua dongeng dari dua daerah yang berbeda ini pada dasarnya tidak memilik perbedaan yang mencolok. Keduanya mewakili daerahnya masing-masing yang sama-sama memiliki nilai-nilai tertentu yang dapat memperluas wawasan bagi si pembaca.

Sebuah karya merupakan makna kehidupan manusia  dan satu masyarakat. Nilai-nilai, pikiran-pikiran, dan falsafah yang terkandung di dalamnya dengan tidak terasa berbicara, membentuk nilai dan sikap, dan dengan demikian turut berperan dalam suatu perubahan masyarakat.


  • Pendapat penulis:


Saya berpendapat bahwa kedua cerita di atas memiliki banyak kesamaan. Kesamaan-kesamaan tersebut mungkin dilandasi oleh kebiasaan masyarakat sekitar atau kebudayaanya yang saling bertukar dan bercampur. Hal tersebut mungkin juga disebabkan oleh kemungkinan dimana masyarakat sekitar yang mengikuti hal-hal yang menjadi topik perbincangan yang populer pada zaman tersebut. Mungkin pada saat zaman tersebut sedang terjadi banyak kasus anak-anak yang durhaka kepada orang tuanya dan melupakan orang tuanya ketika si anak telah sukses merantau jauh. Dari hal demikian dibuatlah cerita rakyat yang mengaitkan dengan keadaan alam sekitar seperti gunung, pulau, bukit yang menyerupai bentuk benda-benda nyata seperti kapal atau raksasa yang bertujuan untuk memberikan kesan moral positif kepada anak-anak agar tidak menjadi durhaka kepada orang tuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun