Entah apa yang dicari?
Entah apa yang diperebutkan?
Kedua pertanyaan itu seakan sulit untuk dijelaskan dan dijawab, mengingat kita datang ditanah rantau dengan tujuan dan maksud yang sangat jelas dan mulia. Yakni datang untuk memperbaiki yang harus diperbaiki, mencari bekal untuk masa depan yang cerah demi kesejahtraan diri dan kebanggaan keluarga. Walaupun kita setiap individu memiliki tujuan yang berbeda namun saya yakin, pada umumnya seperti yang saya paparkan di attas.
Keluarga, lebih-lebih bapa dan mama sudah sangat percaya, bahwa kitalah yang nantinya menjadi satu-satunya alasan terbaik mereka untuk bangga dan tersenyum. Sehingga mereka pun tanpa ragu menuruti dan mendukung keinginan/cita-cita kita untuk melanjutkan pendidikan dan mengirim kita ke tanah rantauan.
Namun apa jadinya jika kita menjawab semua ketulusan itu dengan sangat rendah. peristiwa yang terjadi beberapa jam yang lalu, sangatlah menyedihkan, memalukan dan semua hal konyol lainnya mungkin belum cukup untuk mewakili tragedi itu.
Hal ini saya katakana bukan tanpa alasan. Dan alasan itu saya yakin anda semua sudah mengetahuinya. Gelar mahasiswa bukanlah gelar yang sembarang, rendah dan remeh jika ditafsirkan dengan penuh kecerdasan, karena hanya ada dua hal di dunia ini yang masuk dalam kategori “MAHA” yakni Maha Esa da Mahasiswa. Walaupun kedua hal tersebut memiliki perbedaan level yang sangat jauh, namun demikian tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa memiliki arti dan makna yang tinggi juga.
Pertanyaannya, melihat patokan definisi Mahasiswa yang tinggi itu, sudah pantaskah kita menyandangnya? Atau sudah pantaskah kita disebut sebagai mahasiswa??
Ini pertanyaan sederhana namun membutuhkan tindakan, tingkah bijak dan kecerdasan yang tinggi untuk menjawabnya.
Melihat atau dengan munculnya tragedi mengerikan semalam http://beritajatim.com/peristiwa/252221/tawuran_antar_mahasiswa_flores,_1_tewas.html#.Vkgd0k_aHIV tentu sangat meragukan kualitas kita sebagai Mahasiswa, dan bahkan masyarakat menganggap bahwa mahasiswa sekarang sudah tidak ada apa-apanya lagi. Iya sulit untuk tidak setuju dengan pernyataan tersebut, walau itu bukanlah kalimat favorit untuk saya dengar, tapi fakta memaksakan hal itu.
Mengapa demikian? Jika kita benar-benar mahasiswa, tentu kita memiliki langkah-langkah yang bijak untuk menyelesaikan persoalan. Saya paham, kalau manusia adalah mahluk yang sensitif, namun jika kita memilih tindak anarkis untuk merespon rangsangan yang kita terima, apa nilai lebih yang bisa kita tunjukan untuk saudara kita yang belum mencapai atau belum pernah sekalipun menyandang gelar Maha.
Dari kasus ini, pertanyaan yang memiliki rating tinggi adalah “Apa yang diperebutkan”. Dalam menganalisis sebuah persoalan tentu hal terpenting adalah apa penyebabnya, namun saya tidak terlalu tertarik untuk menggalinya. Karena saya tidak memiliki kuasa untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar dan atau memberikan ganjaran.