Demokrasi akan berhasil bila Pancasila menjadi referensi. Demokrasi yang demokratis, bukan kegaduhan menentang Pancasila.
Demokrasi itu tidak benar, bila diperjuangkan hanya untuk kaum sendiri.
Demokrasi itu adil merata, bukan saling mengadu. Lebih mulia, bersatu Saling membatu memcari solusi.
Demokrasi itu saling menyatu, bukan saling mengadu karena terjatuh, atau menjatuhkan.
Demokrasi itu saling menerima, bukan saling menghina. Demokrasi itu merata, bukan saling cipta merana.Â
Demokrasi itu bukan soal brani membela diri, tetapi bagaimana menempatkan diri, berkaca pada keadaan negri.
Demokrasi itu adalah kepekaan, kesetian mendengar tangisan anak negri yang merindukan pemerataan uluran tangan
Demokrasi itu asyik berkoalisi untuk mencari solusi positif. Demokrasi itu beradab pada sila Pancasila bukan biadab diatas realitas rintihan anak negeri.D
Demokrasi akan menjadi anarkis, bila toleransi tidak diandilkan sebagai kebajikan. Demokrasi itu manis, bila ambisi di saksi oleh UUD 1945
Demokrasi seni menciptakan kebebasan karena alasan Hak, bukan kebablasan kerena membela diri dan golongan sendiri. Demokrasi, bukan politisasi jabatan, tetapi transparansi mencapai kesamaan hak, beradab menjawab kewajiban.
Demokrasi itu dinikmati, sebagai hikmat, bukan cela menciptakan sekat. Demokrasi akan cantik dan manis, nikmat dan hikmat hanya karena bernafaskan Pancasila, UUD 194, Bhineka Tunggal Ika, NKRI.
Demokrasi adalah seni memahami diri dan orang lain. Harkat dan martabat manusia, adab dan berada, keadilan dan kebebasan positif adalah harga yang harus dibayar dalam demokrasi. Sebagaimana menikmati segelas kopi, nikmat penuh rasa yang tak dapat digambarkan dengan kata. Tetapi terbaca dalam cara.
Kita minum, segelas kopi adalah campuran dari gula, tepung kopi dan air. Kita tidak menyebutkan saya minum kopi, gula dan air saat bersamaan. Kita hanya menyebutkan saya minum kopi.
Kita adalah Indonesia, ada macam suku dan agama di dalamnya. Semuanya itu, kita sebut Indonesia. Sebab Bhineka Tunggal Ika, sandi pemersatu.
Andai Indonesia adalah gelas, kita semua dengan banyak suku didalamnya, diisi dengan kekayaan suku dan agama, mengemban misi yang sama, MAJUKAN INDONESIA. BERJALAN DI TEMPAT YANG BERBEDA, TETAPI BERADA DI BAWAH BENDERA YANG SAMA, MERAH PUTIH. NAMA YANG BERBEDA, KULIT YANG BERBEDA, TETAP DARAH YANG SAMA, MERAH.
Ah, kopi, selalu inspirasi.
Ayo, kawan, Ngopi dulu....
(Feliks Hatam)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H