Sehingga tidaklah heran, bila Lon dan anak-anak dari kampung yang dikelilingi oleh gunung-gunung itu disebut anak-anak penakluk gunung. Karena semangat mencapai mimpi, kebranian melintasi gunung, dorongan untuk berusaha agar bisa berdiri dan duduk bersama orang lain yang dibersarkan ditengah kemajuan, seakan ingin mengatakan "kami memang dari kampung, tetapi semangat dan daya juang kami bukan kampungan". Walau Lon dan teman-teman seusianya berasal dari kampung tertinggal, tetapi semangat juang mereka tidak pernah tertinggal. Mereka tidak pernah berpikir bagaimana melintasi gunung yang memisahkan kami dengan bapa dan mama, tetapi yang mereka pikirkan adalah kami harus mendapat pendidikan, di mana saja sekolah itu ada.
***
Ada kerinduan saat setiap akhir pekan mereka bersama keluarga, bapa dan mama, kapan kami melihat cahaya yang mengalahkan pelita saat gelap tiba. Setiap tetesan keringat yang mengalir dari pipi imut mereka saat melintasi gunung ada harapan dalam nada tanya, kapan kita mendengar klakson mobil dari dapur rumah dan kapan kita melihat mobil dari jendela rumah, kapan kita bebas, kapan kita merdeka. Kemerdekaan ke-II. Merdeka dari keterbelakangan. Biarkan generasi kami, sedikit menikmati kemajuan, jalan raya, listrik, jaringan dan Puskemas terdekat. Bila berkenan.Â
*) Feliks Hatam. B. adalah nama pena dari Benediktus Feliks Hatam. Saat ini Cerpenis tinggal di Ruteng.
**) Cerpen adalah fiktif, mohon maaf bila ada kesamaan kisah dan nama tokoh.
Itu hanya kebetulan
Kunjung juga:Â suaranusantarapost.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H