Nikmat yang kita kecapi hari ini belum tentu sama halnya esok hari. Mungkin saja akan berubah lebih buruk. Karena itu, nikmati apa yang ada.Â
Pesan ini selalu saya sampaikan kepada kepala desa. Saya memang baru tiga bulang tinggal di desaku, setelah merantau cukup lama. Ada banyak hal yang berubah di tempat lain, kecuali desaku.
Satu-satunya yang berubah bahwa kampungku dikunjungi wisatawan setiap hari dan masyarakat petani beralih profesi sebagai pemandu wisatawan yang datang. Ada pekerjaan tambahan menguntungkan selain sebagai bertani.Â
Bahkan karena pendapatan jadi guide  menggiurkan, petani semakin jarang melawat ladang atau tanaman mereka. Kebun mereka pun jadi terlantar dan lama kelamaan begitu tergantung pada pariwisata.Â
Saya risau, dan mengatakan pariwisata tidak selamanya menjanjikan dan karena itu jangan lupa tanam pisang di ladang. Tanam ubi dan berbagai tanaman lainnya. Kita tidak tahu seperti apa kondisi negara kita esok hari, apakah masih seperti ini.Â
Beberapa warga menceritakan saya, setiap tahun minimal pendapatan untuk desa dari wisata air terjun sekitar Rp.100 juta. Untuk skala desa, dana itu cukup untuk membuat perubahan di desa. Apalagi dana desa yang begitu besar digelontorkan dari pusat.Â
Tapi apa yang terjadi, hanya dibangun kantor desa dan pasar desa. Itu pun dikerjakan kepada pihak ketiga. Masyarakat jadi penonton. Beberapa usulan saya sampaikan kepada kepala desa, agar dana desa mestinya diperuntukkan bagi pemberdayaan ekonomi. Hidupkanlah BUMDes dan semua pembangunan di desa harus dengan sistem padat karya.Â
Sementara pemasukan dari pariwisata tidak jelas pertangungjawabannya. Masyarakat tidak merasakan manfaat dari dana desa, kecuali fasilitas pasar. Dulu mereka ke pasar jauh dan kini di sekitar rumah.Â
Setelah bencana banjir dan tanah longsor awal maret lalu, beberapa pemandu wisata, kebetulan ayah mantu saya juga salah satunya, menceritakan kolam tempat wisata air terjun di desa sudah dangkal dan tidak bisa lagi dipakai untuk berenang.Â
Kejadian alam itu telah mengubah tempat wisata itu menjadi tempat wisata yang menyeramkan. Beberapa warga pun risau jika tempat wisata itu sepi pengunjung maka mereka akan kembali ke kebun seperti semula. Pendapatan Rp.200 ribu per hari akan lenyap.Â
Ratusan juta untuk desa per tahun dipresiksi menurun drastis karena sepinya pengunjung. Perilaku warga pun berubah. Jika dulu warga berpikir alam air terjun otomatis akan menarik kunjungan wisatawan. Mereka tidak peduli dengan cara mereka memperlakukan tamu.Â
Tapi kini, karena seidikit saja kepuasan yang bisa mereka tawarkan dari alam, Â mereka pun berubah lebih ramah kepada tamu. Tentu dengan satu harapan, tamu akan tertarik untuk datang lagi ke desa kami.Â
Bencana alam memang telah mengubah cara mereka memperlakukan wisatawan. Kolam renang di dasar air terjun selama ini jadi pusat kegembiraan wisatawan dan telah direnggut banjir bandang dengan tumpukan material pasir dan batu .Â
Kolam itu jadi dangkal dan tidak bisa lagi untuk berenang. Ketika Anda datang ke tempat wisata ini, waspadalah untuk tidak melompat karena dasar sungainya sudah dangkal. Dulu tempat ini indah sekali, tapi sekarang wajahnya telah berubah. Ketik saja di mesin pencarian googel Air Terjun Cunca Wulang di Flores. Indah kan? Tpi wajahnya kini telah berubah karena bencana banjir....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H