Mohon tunggu...
Felix Aditya
Felix Aditya Mohon Tunggu... Lainnya - orang jawa

nerimo ing pandum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Gugur-gunung

13 Oktober 2020   18:24 Diperbarui: 25 Mei 2021   11:58 6831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi gugur gunung di desa Mundusewu, Wonosari. | dok. istimewa

Dalam dunia modern ini banyak perkembangan-perkembangan secara teknologi yang mulai mengikis tradisi atau budaya-budaya lama. Sikap kolektivisme dan high context culture sudah menjadi pengetahuan yang mendasar yang tanpa dikatakan sudah dimengerti oleh orang jawa. 

Sikap kolektivisme orang jawa masih sangat kental dan mendarah daging sebagai tradisi yang turun temurun dipahami. Tetapi dengan adanya perkembangan modernisasi dan teknologi memang nilai-nilai tentang budaya kolektivisme orang jawa mulai memudar. High context culture jika dalam budaya jawa dapat disebut sebagai unggah-ungguh atau subasita. 

Baca juga: Gugur Gunung, Bekerja Sama Menyelesaikan Masalah Bersama

Unggah-ungguh atau subasita adalah hal yang tertanam pada setiap orang jawa, misalnya adalah jika ada orang yang lebih tua harus lebih sopan dengan cara menggunakan bahasa jawa kromo inggil. 

Sikap kolektivisme orang jawa dapat dilihat dari beberapa hal contohnya adalah kerja bakti. Kerja bakti secara lebih luas memang budaya turun temurun dari leluhur kita yang ada di Indonesia. Orang jawa sendiri memiliki budaya kerja bakti sendiri yang disebut gugur gunung. 

Gugur gunung adalah kegiatan gotong royong atau kerja bakti tipikalnya berada di wilayah pedesaan yang dilakukan biasanya untuk membuka lahan baru ataupun jalan baru (Muhid.,Sunaryo : 2015). 

Baca juga: Gugur Gunung Alam Raya

Gugur gunung identik dilakukkan di daerah pegunungan, kurang jelas mengapa dinamakan sedemikian rupa tetapi dapat dipastikan hal ini diturunkan dari mulut ke mulut. Dari contoh kegiatan kolektivisme yang ada di jawa ini dapat dilihat sikap non-individualsme yang tertanam pada orang-orang pedesaan ataupun pegunungan. 

Tradisi-tradisi seperti gotong royong dan kerja bakti ini masih kental jika di kawasan pedesaan, sementara di wilayah perkotaan sudah mulai jarang bahkan sudah hilang. Karena pada wilayah pedesaan dan gunung masih kental akan budaya dan tradisi maka high context culture dapat terwujud. Sanksi yang diterima jika tidak mengikuti semisal gugur gunung atau kegiatan kolektivitas lainnya di wilayah pedesaan adalah sanksi susila semisal merasa tidak enak karena warga lain aktif mengikuti ataupun jadi buah bibir warga sekitar. 

Baca juga: Gugur Gunung, Tradisi di Perkampungan yang Masih Terjaga

Gugur gunung hingga sekarang masih menjadi tradisi yang rutin dilakukan di beberapa wilayah contohnya di desa Mundusewu, kecamatan Bareng, kabupaten Jombang ataupun wilayah Gunung kidul, Wonosari.   

DAFTAR PUSTAKA

Maksum, M. (2015). Tradisi Gugur Gunung Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus Lunturnya Tradisi Gugur Gunung di Desa Mundusewu, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang). @ Trisula, 1(1), 8-8.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun