Instagram atau sosial media lainnya punya banyak cara untuk menghadirkan konten-konten sesuai dengan minat kita. Saat Bunda tengah mencari tahu tentang tips-tips parenting, tanpa sadar semua beranda sudah dipenuhi dengan cara-cara mendidik anak jitu, atau cara mengenali apa yang harus Bunda lakukan kalau anak sedang dalam kondisi tertentu.Â
Banyaknya informasi yang didapatkan mungkin bisa membantu Bunda. Tetapi informasi yang terlalu banyak bisa jadi cenderung membingungkan. Apakah Bunda harus mengikuti semua tips tersebut, atau adakah cara untuk memilih cara yang terbaik untuk sang buah hati?
Anak yang terlahir dari budaya yang berbeda, pastinya memiliki cara memandang dunia dan cara melakukan sesuatu yang berbeda juga. Informasi yang Bunda terima bisa datang dari berbagai budaya dan gaya parenting yang berbeda. Sebelum itu, mari saya ajak Bunda melihat bagaimana pola parenting dari beberapa budaya dapat menghasilkan keluaran yang berbeda bagi anak-anak.Â
Pada konteks belajar, Bunda dapat melihat cara pendekatan yang sangat berbeda. Di negara Barat misalnya Amerika, anak diberikan afirmasi positif atau pujian sehingga membuat anak semangat belajar. Di negara Timur misalnya di Jepang, anak cenderung diberitahu kelemahan mereka dengan ekspektasi itu akan memicu keinginan belajar.Â
Bunda dapat dapat melihat bagaimana perkataan "Ayo berikan anak banyak pujian dan apresiasi keberhasilan mereka."dapat membuat anak rajin belajar, atau cenderung memandang keberhasilan-keberhasilan kecil sebagai hal yang terlalu dibanggakan. "Jangan terlalu banyak memuji anak, agar mereka tidak sombong." dapat membuat anak kita menjadi rendah diri, tetapi mungkin belajar giat untuk memperbaiki diri.
Perkataan yang sering Bunda lihat misalnya "Motivasi anak seharusnya datang dari dalam dirinya." bisa saja menghadirkan budaya individualis yang akhirnya membawa anak berpusat kepada diri, tetapi juga menghadirkan kondisi yang lebih stabil pada anak saat mendapatkan perkataan negatif dari sekelilingnya.Â
Sebaliknya, "Ayo belajar dengan rajin agar Ayah dan Bunda bangga." mungkin dapat menghadirkan persepsi terlalu bergantung kepada orang tua, tetapi juga mengingatkan peran orang-orang disekitar anak akan keberhasilan dan kegagalan mereka.
"Anak sebaiknya dibiarkan merantau agar belajar mandiri." adalah konsep yang banyak ditemui di budaya Barat. Di Indonesia, Â budaya pergi meninggalkan tempat tinggal untuk menuntut ilmu juga melekat pada beberapa suku, misalnya Suku Batak, Jawa, Bugis, Madura, dan Minangkabau.Â
Anak dengan kemandirian yang kurang, cenderung memandang anggota keluarga atau lingkar dekatnya sebagai orang-orang yang sangat mempengaruhi mereka sambil menjaga jarak dari lingkungan diluar lingkar dekat tersebut.Â
Sebaliknya, anak-anak dengan kemandirian yang tinggi cenderung memandang diri sebagai pribadi yang berbeda dari orang lain, bahkan keluarga mereka, mungkin saja hal ini cenderung terlihat seperti perkataan "Aku bisa memilih pilihanku sendiri!" atau "Ini hidupku, bukan hidup Ayah atau Bunda" yang sering didengar dari sinetron-sinetron di televisi.Â
Saat seorang anak menjadi mandiri, mereka juga akan dapat menghadapi permasalahan mereka dengan baik walaupun tidak berada dekat dengan lingkungan keluarga.
Apa yang kita ajarkan dan katakan kepada anak-anak kita memiliki potensi yang besar dalam mempengaruhi bagaimana cara mereka melihat diri dan orang-orang disekitarnya.Â
Sejauh ini, apakah bunda dapat melihat bagaimana tips-tips yang bunda dapatkan dari social media dapat memiliki sisi yang berbeda? Tentu kita tidak bisa melihat cara parenting pada satu budaya lebih baik dari yang lain. Nah Bunda, apakah Bunda sudah siap untuk dengan bijak memilih apa yang akan Bunda ajarkan kepada sang buah hati?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H