Mohon tunggu...
02 Andrea Felicita
02 Andrea Felicita Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

Suka bikin-bikin ceritaa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mood Swing dalam Kesolidaritasan

30 Januari 2024   06:43 Diperbarui: 3 Februari 2024   15:57 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

  Di suatu sekolah menengah atas terbentuklah proyek yang sangat istimewa. Proyek ini tidak hanya terdiri dari anggota yang memiliki keahlian teknis yang luar biasa, tetapi juga mewakili keberagaman budaya dari berbagai penjuru Indonesia. Setiap anggota kelas berasal dari Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Bali. Setiap kali tim P5 berkumpul, suasana di ruangan menjadi penuh warna dengan bahasa, tradisi, dan cerita-cerita dari berbagai daerah. Mereka tahu betul bahwa keberagaman ini bukan hanya sekadar statistik, tetapi merupakan kekayaan yang dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan mereka dalam menyelesaikan tugas.

  Dalam sebuah proyek terbaru, tim P5 diberi tugas untuk memperkenalkan budaya dan ciri khas dari wilayah-wilayah yang terpencar di Indonesia. Perbedaan latar belakang budaya para anggota kelas menjadi aset utama, karena mereka dapat membawa perspektif yang unik sesuai dengan keadaan di masing-masing wilayah. Dari Kalimantan, anggota tim membawa pengetahuan tentang cerita rakyat yang menceritakan tentang kekeringan di Kalimantan. Mereka menceritakan duka karena kekeringan tersebut, lalu menjadi berita kegembiraan karena sudah tidak kekeringan lagi.

  Kelas XE membawakan Pulau Kalimantan, banyak sekali rintangan saat mempersiapkan drama musikal. Lea, seorang siswi kelas XE yang cerdas dan kreatif, terpilih sebagai sutradara untuk tugas ini. Kegembiraan dan semangat pun membubung tinggi di antara teman-temannya. Namun, mereka sadar bahwa menciptakan sebuah drama tidaklah mudah, apalagi untuk sebuah kisah epik seperti "Long Diyang Yung". 

  Kelas XE bersatu untuk mengatasi setiap rintangan. Pertama-tama, mereka melakukan penelitian mendalam tentang legenda "Long Diyang Yung" untuk memahami karakter, alur cerita, dan latar belakang budayanya. Mereka berkunjung ke perpustakaan lokal, melakukan wawancara dengan sesepuh, dan bahkan mengunjungi lokasi-lokasi penting dalam cerita.

  Para siswa merencanakan setiap detail dengan teliti. Mereka menggelar rapat rutin, membagi tugas, dan menetapkan jadwal latihan yang ketat. Latihan berlangsung dengan serius, di mana setiap anggota kelas berusaha memberikan yang terbaik dalam penugasan masing-masing. Ada yang bertanggung jawab untuk penulisan naskah, sementara yang lain fokus pada peran akting, tata panggung, dan pengaturan musik.

 "Guys, ayo dong yang bener latihannya! aku cape kalo kalian terus-terusan bercanda gini." ucap Lea, karena dia sudah sangat lelah menghadapi kita yang suka bermalas-malasan.

  "Sudah-sudah, kalian jangan membuat Lea emosinya semakin naik. Yuk kita bicarakan baik-baik agar menemukan jalan tengahnya." ucap Fela menenangkan kedua pihak.

  Seluruh anggota kelas XE pun berunding untuk membicarakan masalah yang terjadi. Semua anggota kelas wajib memberitahu/mengerluarkan isi hati mereka. Setelah semua mengeluarkan isi hati mereka, kelas pun melanjutkan agenda latihan seperti biasanya. Tetapi ada suatu masalah yang terjadi lagi.

  "Aku udah capek sama sekolah, mereka ngasih kita tugas yang numpuk tapi tuntutan kita mengerjakan p5 selalu ditambah!" ucap Lea saat mengeluarkan isi hatinya.

  Tidak heran lagi jika Lea menjadi sangat emosi, sekolah menyuruh kita cepat-cepat mengerjakan property tetapi tidak menurunkan dana lebih cepat yang membuat semua terhambat. 

 "Ayo kita panggil guru pengawas kelas untuk berbincang bersama kita." Lea mengatakan itu saat emosinya sudah memucuk, suasana kelas menjadi sangat panas.

 "Iya, mari panggil Bu/Pak guru agar kita bisa berbicara dengan kepala dingin dan menemukan jalan tengah." Ucap Fela

  Akhirnya para guru pengawas kelas pun datang, warga XE pun membicarakan keluh kesah mereka terhadap para guru. Untungnya, guru mau dan menerima pendapat kita. Para guru pun membantu mencarikan solusinya, setelah itu masalahnya pun membaik. 

  Meskipun berbagai rintangan muncul, seperti keterbatasan dana dan fasilitas, kelas XE tidak pernah menyerah. Mereka berusaha mencari solusi dengan kreativitas dan kerja keras. Melalui upaya kolektif mereka, berhasil mengumpulkan dana dari berbagai sumber, termasuk sumbangan dari warga sekitar dan sponsor lokal.

  "Teman-teman, kita sekarang sudah menemukan jalan tengahnya, bagaimana kalau kita latihan lagi agar bisa lebih kompak?" ucap Fela. 

  Sekelas pun berkomitmen untuk lebih serius saat latihan dan akan menjadi lebih baik kedepannya. Semua benar-benar kompak, bagian perlengkapan pun menjadi terarah. Semua berjalan dengan baik, semua latihan dengan serius dan bekerja dengan baik.

  Ketika hari pertunjukan tiba, suasana gugup dan haru menyelimuti ruang backstage. Namun, ketika tirai terbuka, keindahan pertunjukan mereka berhasil menawan hati penonton. Drama "Long Diyang Yung" berhasil menjadi masterpiece yang memukau, menggugah rasa bangga tidak hanya bagi kelas XE, tetapi juga seluruh masyarakat di sekitarnya.

  Proses perjuangan keras mereka bukan hanya menghasilkan pertunjukan yang luar biasa, tetapi juga meningkatkan kebersamaan dan semangat kolektif di antara siswa kelas XE. Mereka belajar bahwa melalui kerja keras, dedikasi, dan kerjasama, mereka dapat mengatasi setiap rintangan dan mencapai keberhasilan yang luar biasa. Drama "Long Diyang Yung" bukan hanya menjadi bagian dari warisan budaya, tetapi juga simbol kebersamaan dan ketahanan dalam menghadapi tantangan.

  Keberhasilan drama "Long Diyang Yung" tidak hanya memberikan kepuasan bagi kelas XE, tetapi juga menciptakan dampak positif dalam komunitas. Masyarakat sekitar merasa bangga melihat kegigihan anak-anak muda dalam melestarikan cerita lokal yang hampir terlupakan. Para warga menyampaikan apresiasi mereka melalui berbagai bentuk, termasuk pujian, ucapan terima kasih, dan dukungan untuk kegiatan budaya serupa di masa mendatang.

  Setelah pertunjukan selesai, kelas XE tidak berhenti di situ. Mereka merasa terinspirasi untuk terus berkontribusi dalam melestarikan budaya daerah mereka. Beberapa siswa bahkan membentuk kelompok seni budaya di sekolah untuk terus mengembangkan kreativitas dan kecintaan mereka terhadap seni tradisional.

  Dalam perjalanan mereka, kelas XE belajar bahwa kerja keras, ketekunan, dan semangat pantang menyerah adalah kunci untuk meraih kesuksesan. Mereka tidak hanya mendapatkan pengalaman berharga dalam dunia seni, tetapi juga memupuk nilai-nilai solidaritas, tanggung jawab, dan rasa bangga akan identitas budaya mereka.

  Dengan bangga, kelas XE melangkah maju, membawa semangat kerja keras dan cinta akan budaya daerah mereka ke masa depan. Mereka menyadari bahwa melalui pengorbanan dan dedikasi, mereka telah mampu membuat perbedaan dalam menghidupkan kembali keajaiban "Long Diyang Yung" dan menjadikannya warisan berharga untuk generasi mendatang. Dengan begitu, mereka membuktikan bahwa melalui kolaborasi dan semangat juang, anak-anak muda mampu menjadi agen perubahan yang membanggakan dalam melestarikan kekayaan budaya lokal mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun