Mohon tunggu...
Felicia Wijaya
Felicia Wijaya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Feli

we're all shining ☆

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengapa Kita Harus Menghentikan Fenomena Hoaks?

20 Mei 2021   13:20 Diperbarui: 20 Mei 2021   14:58 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perkenalkan nama saya Felicia Wijaya. Saya merupakan seorang siswa kelas 10 dari SMA Pius Tegal. Pada essai kali ini, saya akan membahas mengenai Ancaman terhadap NKRI dengan fokus utama mengenai hoaks dan langkah preventif yang dapat diterapkan.

Hoaks atau Hoax merupakan berita yang mengandung informasi yang salah atau tidak nyata adanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hoaks diartikan sebagai berita bohong. Berita tersebut berisi informasi yang tidak dapat dibuktikan kredibilitasnya, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. hoaks dapat memunculkan rasa takut dan ancaman pada insting alamiah, sehingga menimbulkan reaksi dan tindakan berpikir secara tidak rasional dan mudah diarahkan. Selain itu, hoaks menjadi sarana untuk menggiring opini masyarakat yang kemudian membentuk persepsi yang salah terhadap suatu informasi. Penyebaran berita palsu ini sangat fatal akibatnya. Selain terkesan membodohi masyarakat, tentunya akan menjadi ancaman yang besar bagi persatuan dan kesatuan NKRI. Sayangnya, fenomena hoaks ini sudah terkesan seperti hal yang biasa saja.

Berdasarkan Wikipedia, Asal  Muasal kata Hoaks tercatat pada tahun 1661 yaitu mengenai kasus Drummer of Tedworth. Inti dari cerita tersebut, John Mompesson menuduh William Drury, seorang drummer band gipsy melakukan guna-guna terhadap rumahnya yang membuatnya dihantui oleh suara drum setiap malam. Tuduhan tersebut Ia berikan setelah ia menuntut Drury dan berhasil memenangkan perkara. Menurutnya, Drury melakukan hal tersebut karena merasa kesal akibat kalah saat persidangan. Kemudian, Glanvill yang merupakan seorang penulis mendengar cerita tersebut kemudian mendatangi rumah tersebut dan mengaku bahwa Ia  mendengar suara yang sama. Ia menceritakan cerita tersebut dalam tiga buku dan mengklaim itu adalah kisah nyata. Buku tersebut berhasil menaikkan penjualan bukunya. Pada buku ketiga, Ia mengakui bahwa suara-suara hanyalah kebohongan belaka.

Selain itu, pada tahun 1745, mengenai Benjamin Franklin. Melalui harian Pennsylvania Gazette, Ia mengungkap adanya benda yang bernama "Batu China" yang dapat mengobati beberapa penyakit termasuk kanker dan rabies. Tulisan Benjamin Franklin terbukti salah setelah dibuktikan oleh salah satu pembaca harian Pennsylvania Gazette. Terungkap bahwa "Batu China" yang Ia maksud terbuat dari tanduk rusa biasa yang sama sekali tidak memiliki fungsi medis. Namun, kata hoaks diperkirakan baru mulai digunakan pada abad ke-18 tepatnya tahun 1808. Ahli bahasa Inggris, Robert Nares menyebut Hoax berasal dari kata kerja Hocus, kependekan dari Hocus Pocus, yang merupakan sebuah mantra, yang berarti untuk menipu, memaksakan kehendak, atau sering mencampurkan minuman keras.

Sementara kasus hoaks di Indonesia sendiri tergolong sangat tinggi. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), kira-kira ada 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar hoaks. Penyebaran berita tersebut bukan hanya melalui situs web, namun juga melalui media sosial. Dan mayoritas penyebaran ada di media sosial. Bagaimana tidak? Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sampai tahun 2017, Kominfo mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia  mencapai sekitar 132,7 juta orang. Ditambah lagi sekarang ini, kita berada dalam dunia yang memiliki perkembangan teknologi yang sangat pesat, untuk mengetahui apa yang sedang terjadi, akses yang paling mudah adalah pencarian melalui internet. Selain itu, pasti diantara kita semua memiliki setidaknya satu akun media sosial. Dalam media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook dan lain sebagainya, tentunya akan ditemui berita-berita yang sedang terjadi saat ini.

Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda dalam menerima dan menyikapi suatu berita. Bahkan kita sendiri terkadang salah menangkap ketika berkirim pesan yang mengakibatkan timbulnya persepsi yang berbeda. Namun terkadang, banyak orang yang masih saja langsung meneruskan berita tersebut pada orang lain setelah menerima suatu berita. Padahal, berita tersebut masih belum diketahui sumber dan keasliannya, Keputusan tersebut kemungkinan diambil karena adanya rasa takut, ketidaknyamanan, atau bahkan karena kurang bisa memilah informasi yang sekiranya faktual. 

Selain itu, sering muncul oknum -- oknum yang tidak bertanggung jawab, secara sengaja menyebarkan hoaks. Terkadang, yang mereka lakukan hanyalah sebagai bentuk usaha untuk mencari sensasi di internet dan sekedar mencari perhatian. Kehadiran berita-berita bohong tersebut tentu meresahkan publik. Berita-berita yang mengandung unsur ujaran kebencian, politik, dan isu SARA lebih cepat tersebar dibandingkan berita positif. Di Indonesia, berita tentang politik rasanya seperti ada yang baru setiap hari, terutama menjelang pemilu. Misalnya ada seseorang yang lebih mengunggulkan calon kepala daerah bernama A. Kemudian dengan sengaja membuat berita palsu yang isinya menjelekkan lawan A, yaitu B. Kemudian saat berita tersebut tersebar luas, pendukung B pastinya akan merasa terusik. Dari hal tersebut akan timbul suatu perpecahan. Berita semacam itu tentunya akan merusak persatuan dan kesatuan NKRI. 

Karena itu, sebagai langkah pencegahan penyebaran hoaks, terutama di era seperti ini, masyarakat membutuhkan kemampuan literasi digital. Menurut Paul Glitser dalam buku Digital Literacy, literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami, memilah dan menggunakan informasi dalam format dari berbagai sumber ketika itu disajikan melalui komputer. Kemampuan akademis, non akademis, keterampilan teknis mengakses, memahami suatu informasi sangat dibutuhkan oleh pemikir kritis pada suatu media atau format digital. Menurut Anisa Rizki Sabrina (2018), Peningkatan kemampuan literasi digital merupakan bentuk kontrol diri yang dapat menjadi solusi atas penyebaran hoaks.

Literasi digital membantu individu memiliki informasi yang bisa menjadi alternatif atas informasi yang terkonfirmasi palsu. Sekarang ini, netizen merasa memiliki kebebasan untuk menyuarakan opininya dengan payung "demokrasi atau kebebasan berpendapat". Hal tersebut memanglah hak asasi manusia yang dilindungi oleh Pasal 19 Deklarasi Universal HAM dan Pasal 28E UUD 1945, yang mencakup kebebasan untuk berpendapat. Namun, banyak yang tidak mengetahui bahwa tetap ada batasan dalam kebebasan berpendapat.

Berkaitan dengan literasi digital, Inisiator Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan Ketua Masyarakat Indonesia Anti hoax, Septiaji Eko Nugroho dalam acara 'Literasi Cerdas Bermedia Sosial' memberikan tips agar masyarakat tidak terjebak dengan berita hoax. Pertama, Hati-hati dengan judul provokatif. Seringkali kita menganggap sudah memahami suatu berita hanya dengan membaca judul dengan sekilas. Hoaks seringkali menggunakan judul yang sensasional dan provokatif. Kemudian dilanjut dengan mengamati alamat situs. Karena, berita yang berasal dari media yang sudah terverifikasi Dewan Pers lebih mudah dimintai pertanggungjawaban. Perhatikan juga sumber berita. Apakah berita tersebut dari institusi resmi ? Kemudian, Apakah berita tersebut mengandung fakta? Atau hanya sekedar opini? Karena opini berasal pendapat penulis yang sifatnya subjektif. Jika berita tersebut memiliki foto, cek keaslian foto tersebut. Bisa dengan memanfaatkan pencarian Google Images. Selain itu, bisa dengan mengikuti grup diskusi anti-hoax yang biasanya tersebar di media sosial.

Selain dari diri sendiri, peran Pemerintah sebagai pusat tentunya berperan penting dalam mengatasi penyebaran hoaks. Berdasarkan informasi dari studi kasus mengenai Kebijakan Pemerintah di kota Surabaya, Pemkot Surabaya terus menangani hoaks yang banyak tersebar di kalangan masyarakat setempat. Bidang pencegahan dan kesiapsiagaan BPB linmas kota surabaya langsung melakukan cek dan mengenai kebenaran berita tersebut jika ada isu yang belum pasti kebenarannya dan ramai dibincangkan masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun