Tahun 3423, tahun ini aku mencapai sebuah hal yang menjadi impianku. Di hadapanku berdiri sebuah mesin yang kuberi nama "Mesin Pelintas Waktu" Mesin yang ku garap lebih dari 10 tahun lamanya sejak diriku masih duduk di bangku sekolah tengah.
Aku segera mempersiapkan diri selagi berfikir mau ke waktu yang mana. Berfikir mana yang lebih baik antara pergi ke masa depan atau pergi ke masa lalu.Â
Pikirku pergi ke masa depan akan membosankan karena aku yakin bahkan aku hanya dapat melihat kehancuran bumi yang sudah sakit ini.
Saat diriku memasuki mesin, aku langsung menekan tombol ke 1000 tahun yang lalu. Mesin bekerja, badanku melayang dan perlahan memasuki pintu waktu.Â
Pusing dan mual, itulah yang kurasakan selama perjalanan sampai akhirnya aku terdampar di sebuah tempat gelap.
Tempat yang sangat asing bagiku, aroma yang tak pernah ku hirup sebelumnya, dasar yang empuk dan lembab, langit yang tertutupi benda yang tak ku kenal, dan angin kencang yang sejuk sekali rasanya.Â
Di tempat ini sangat banyak pilar-pilar berwarna coklat tua dan memiliki cabang yang terdapat lembaran-lembaran berwarna hijau. Aku tau satu benda, yaitu buah.
Buah berbentuk bulat yang konon katanya adalah makanan alami. Aku sangat bahagia dan mencoba untuk meraih buah itu. Ku dapati buah ini masam dan manis. Rasa yang menyenangkan lidahku dan membuatku tak kecewa mengunjungi masa ini.
Aku berjalan-jalan menyusuri tempat indah ini sampai aku bertemu sebuah kerumunan manusia yang sama sepertiku namun menggunakan pakaian yang aneh.Â
Mereka membawa senjata primitif berenergi kinetik yang dilengkapi dengan beberapa selongsong amunisi. Mereka jelas sedang memburu hewan yang sudah punah di masa ku.
Aku tak tahu harus berbuat apa selain mengikuti jejak mereka secara diam-diam. Terdengar lirih bahasa yang mereka gunakan sama dengan bahasaku.Â
Aku terus mengikuti para pemburu, hingga akhirnya mereka menaiki kendaraan mereka. Aku terkejut ketika melihat apa yang mereka angkut. Cinderamata yang harganya tak ternilai di zamanku tertumpuk jelas di atas bak kendaraan itu.
Mereka berkendara melewati hewan- hewan yang tak terselamatkan lagi. Sungguh perbuatan keji yang tak bisa ku maafkan lagi.
Aku berlari, tak tahu arah. Hanya itulah yang bisa kulakukan di tengah tempat asing ini. Sampai kudengar dengungan keras, samar-samar terlihat manusia memegang rangkaian mesin yang bisa menumbangkan pilar-pilar ini.
Setelah menggunduli area, manusia itu pergi membawa pilar-pilar itu pergi. Tentu aku mengikutinya diam-diam hingga akhirnya aku bisa keluar dari tempat asing ini.
Kulihat susunan jalan primitif yang pernah aku pelajari di sekolah. Jalan yang tersusun dari pembakaran akhir sisa bahan bumi yang di zamanku tak ada lagi keberadaannya.
Banyak kendaraan yang melintas. Sempat ku pelajari kendaraan-kendaraan di masa ini masih menggunakan bahan bakar bumi dan sebagian menggunakan bahan bakar listrik. Sama-sama tak ramah lingkungan namun dengan cara yang berbeda.
Andai aku bisa menghentikan semua perbuatan keji manusia di masa ini, mungkin hidup di masa ku akan terasa menyenangkan.
Andai di masa ini manusia sadar akan perbuatannya yang terus mengurangi masa bumi. Andai manusia berusaha lebih keras tuk merawat bumi lebih baik.
Sensor di bajuku berbunyi, aku kembali memasuki jalan menuju masa ku kembali.Â
Sangat menyedihkan melihat ulah manusia yang tak tau diri menggunakan sumber daya seenaknya tanpa berpikir masa yang akan datang. Sungguh keji dan egois.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H