Aku terus mengikuti para pemburu, hingga akhirnya mereka menaiki kendaraan mereka. Aku terkejut ketika melihat apa yang mereka angkut. Cinderamata yang harganya tak ternilai di zamanku tertumpuk jelas di atas bak kendaraan itu.
Mereka berkendara melewati hewan- hewan yang tak terselamatkan lagi. Sungguh perbuatan keji yang tak bisa ku maafkan lagi.
Aku berlari, tak tahu arah. Hanya itulah yang bisa kulakukan di tengah tempat asing ini. Sampai kudengar dengungan keras, samar-samar terlihat manusia memegang rangkaian mesin yang bisa menumbangkan pilar-pilar ini.
Setelah menggunduli area, manusia itu pergi membawa pilar-pilar itu pergi. Tentu aku mengikutinya diam-diam hingga akhirnya aku bisa keluar dari tempat asing ini.
Kulihat susunan jalan primitif yang pernah aku pelajari di sekolah. Jalan yang tersusun dari pembakaran akhir sisa bahan bumi yang di zamanku tak ada lagi keberadaannya.
Banyak kendaraan yang melintas. Sempat ku pelajari kendaraan-kendaraan di masa ini masih menggunakan bahan bakar bumi dan sebagian menggunakan bahan bakar listrik. Sama-sama tak ramah lingkungan namun dengan cara yang berbeda.
Andai aku bisa menghentikan semua perbuatan keji manusia di masa ini, mungkin hidup di masa ku akan terasa menyenangkan.
Andai di masa ini manusia sadar akan perbuatannya yang terus mengurangi masa bumi. Andai manusia berusaha lebih keras tuk merawat bumi lebih baik.
Sensor di bajuku berbunyi, aku kembali memasuki jalan menuju masa ku kembali.Â
Sangat menyedihkan melihat ulah manusia yang tak tau diri menggunakan sumber daya seenaknya tanpa berpikir masa yang akan datang. Sungguh keji dan egois.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H