Mohon tunggu...
Felicia Ivana
Felicia Ivana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

NIM: 46124010014 // S1 Psikologi // Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menjadi Sarjana dan Kemampuan Melakukan Practical Value Rationality

9 Oktober 2024   09:30 Diperbarui: 9 Oktober 2024   09:31 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modul Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
Modul Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Menjadi sarjana bukan hanya tentang memperoleh gelar, tetapi juga tentang mengembangkan kemampuan melakukan practical value rationality, yaitu kemampuan untuk bertindak berdasarkan nilai-nilai yang praktis dan rasional. 

Kemampuan ini menjadi semakin penting di era modern dimana lulusan diharapkan dapat memecahkan masalah kompleks di dunia kerja. Namun, mengapa kemampuan practical value rationality ini memiliki peranan penting bagi kesuksesan Sarjana? Mengapa banyak lulusan merasa kurang siap menghadapi tantangan praktis setelah lulus? Dan bagaimana Dan bagaimana cara yang efektif untuk mengembangkan kemampuan practical value rationality? Mari kita bahas lebih lanjut.

  • Why :  Mengapa kemampuan practical value rationality ini memiliki peranan penting bagi kesuksesan Sarjana?

Practical value rationality, atau kemampuan untuk bertindak berdasarkan nilai-nilai yang praktis dan rasional, memiliki peranan penting bagi kesuksesan profesional karena membantu individu dalam pengambilan keputusan yang efektif dan efisien di lingkungan kerja. Di dunia profesional, terutama dalam situasi yang kompleks dan dinamis, kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi berbagai opsi berdasarkan prinsip-prinsip pragmatis dan etis. Sebagai contoh, seorang manajer yang mampu menerapkan practical value rationality dapat memilih strategi bisnis yang tidak hanya menguntungkan secara finansial tetapi juga berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini berbeda dengan keputusan yang hanya didasarkan pada keuntungan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang atau etika.

Selain itu, practical value rationality juga berkontribusi pada pengembangan keterampilan kepemimpinan yang kuat. Pemimpin yang dapat berfokus pada nilai-nilai praktis dan rasional cenderung lebih dihormati dan dipercaya oleh timnya, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan harmonis. Kemampuan ini juga memungkinkan profesional untuk menavigasi ambiguitas dan ketidakpastian dengan lebih baik, sesuatu yang sangat penting di dunia kerja yang terus berubah. Dengan demikian, lulusan yang memiliki kemampuan practical value rationality cenderung lebih mudah menyesuaikan diri, lebih inovatif, dan lebih mampu berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, sehingga meningkatkan peluang mereka untuk sukses dalam karier mereka.

  • Why : Mengapa banyak lulusan merasa kurang siap menghadapi tantangan praktis setelah lulus?

Banyak lulusan merasa kurang siap menghadapi tantangan praktis setelah lulus karena pendidikan formal sering kali lebih menekankan pada teori daripada keterampilan praktis. Selama kuliah, mahasiswa sering belajar melalui buku teks dan kuliah di kelas, yang mungkin tidak secara langsung mencerminkan situasi nyata yang akan mereka temui di dunia kerja. Akibatnya, mereka mungkin tidak menerima cukup kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan yang dibutuhkan seperti komunikasi efektif, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah yang kompleks dalam lingkungan kerja yang dinamis. Ketika lulusan ini masuk ke dunia kerja, mereka sering menghadapi kesulitan karena harus belajar menerapkan pengetahuan teoretis mereka ke dalam situasi praktis yang belum pernah mereka alami secara langsung.

Selain itu, banyak universitas dan institusi pendidikan yang kurang memberikan pelatihan yang memfokuskan pada pengembangan soft skills, seperti kemampuan untuk beradaptasi, berpikir kritis, dan bekerja sama dalam tim. Soft skills ini sangat penting untuk keberhasilan di lingkungan professional karena membantu individu untuk berinteraksi dengan baik dengan rekan kerja dan mengatasi tantangan yang tidak terduga. Tanpa pengembangan soft skills yang memadai selama masa studi, lulusan mungkin merasa kesulitan untuk mengikuti ritme kerja yang berbeda dari lingkungan belajar mereka serta mengatasi tekanan atau ekspektasi yang ada di dunia profesional. Inilah mengapa transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja sering kali terasa menantang bagi banyak lulusan.

  • How : Dan bagaimana Dan bagaimana cara yang efektif untuk mengembangkan kemampuan practical value rationality?
  1. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning)

Pembelajaran berbasis proyek melibatkan Mahasiswa  dalam proyek nyata atau simulasi yang menuntut mereka untuk memecahkan masalah secara langsung. Dalam metode ini, Mahasiswa mengerjakan proyek yang melibatkan berbagai langkah, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Dengan cara ini, dapat mengembangkan kemampuan practical value rationality karena mereka harus menerapkan pengetahuan teoretis ke dalam tindakan praktis. Proyek yang menantang juga mendorong Mahasiswa untuk berpikir kritis, membuat keputusan berdasarkan data nyata, dan belajar dari kesalahan serta umpan balik yang diterima selama proses.

  1. Magang dan Praktik Lapangan

Melakukan magang atau praktik lapangan memberikan mahasiswa kesempatan untuk mengalami situasi dunia kerja yang sesungguhnya. Dalam lingkungan ini, mereka dapat belajar langsung dari profesional berpengalaman dan melihat bagaimana teori diterapkan dalam konteks praktis. Pengalaman tersebut tidak hanya membantu dalam memperkuat teori yang telah dipelajari di kelas, tetapi juga mengasah kemampuan mereka dalam menangani masalah nyata yang tidak ada dalam buku teks. Selain itu, magang dan praktik lapangan juga membantu lulusan menjalin jaringan profesional yang penting untuk karir masa depan.

  1. Pengembangan Soft Skills melalui Pelatihan dan Workshop

Soft skills, seperti komunikasi, kolaborasi, dan pemikiran kritis, dapat dikembangkan melalui pelatihan dan workshop yang dirancang khusus. Kegiatan ini sering kali melibatkan permainan peran, simulasi, dan diskusi kelompok yang menantang peserta untuk bekerja sama dan berpikir secara kreatif. Melalui pelatihan ini, peserta dapat belajar cara mitigasi konflik, berpikir di luar kebiasaan, dan mengkomunikasikan ide secara efektif. Penguasaan soft skills membantu individu dalam menghadapi situasi praktis dengan lebih percaya diri dan fleksibel, meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan practical value rationality di berbagai situasi.

Jadi  untuk menjadi seorang sarjana yang bahagia adalah mereka yang mampu memilih nilai praktis rasionalitas melalui berbagai pilihan dalam wilayah publik. Keputusan tersebut didasarkan pada kebijaksanaan praktis dan moralitas yang situasional. Dengan pemahaman ini, menjadi sarjana tidak hanya berarti memiliki pengetahuan teoretis atau absolut, tetapi juga kemampuan untuk menerapkan kebijaksanaan praktis dalam berbagai situasi kehidupan publik, mempertimbangkan nilai-nilai pragmatis, dan mencapai kebahagiaan serta keadilan sosial.

Practical Value Rationality (Nilai Praktis Rasionalitas) Menurut Aristoteles berpendapat bahwa dalam menentukan keputusan, manusia dihadapkan pada pilihan yang bersifat pribadi dan absolut. Pilihan ini sering kali bertentangan dengan konsep "kebenaran" universal. Pilihan yang bersifat pribadi ini muncul dari perspektif individu yang unik, sehingga ketika berhadapan dengan kebenaran yang dianggap universal, potensi konflik dan masalah muncul. Pengetahuan non-theoria produktif lebih mengutamakan "kegunaan" dibandingkan kebenaran yang perlu. Sikap ini pragmatis, yang penting adalah hasil yang berguna, efisien, dan efektif. Sebagai contoh, seorang pembuat bakso lebih menitikberatkan pada rasa yang enak dan kemampuan dagangannya laku terjual, tanpa mempermasalahkan metode atau cara yang digunakan asalkan hasilnya baik (contoh benda mati).

Kemudian Pengetahuan theoria, di sisi lain, menekankan bahwa kebenaran lebih utama dibandingkan kegunaan atau faedah. Sikap ini ideologis, memandang sesuatu hanya benar atau salah tanpa melihat jalan tengah. Pendekatan seperti ini seringkali bersifat dogmatis dan tidak bisa dikompromikan (contoh benda alam). Kemudian pada Ilmu non-theoria atau praktis menitikberatkan pada tindakan dan hasil yang lebih baik atau kurang baik dibandingkan nilai numerik absolut. Misalnya, meskipun 5+5=10 adalah benar secara matematis, dalam praktik, penilaian ini bisa menjadi subjek etika dan politik manusia. Kualitas interaksi dan tindakan manusia lebih ditekankan.

Kesalahan dalam menilai manusia tidak selalu menunjukkan kekurangan moral. Contoh, Tuan Darmono yang salah menghitung pajak tidak berarti dia tidak cerdas atau buruk secara moral. Sebaliknya, orang yang pintar belum tentu memiliki moral yang baik. Ini memperlihatkan bahwa moralitas dan kemampuan rasional dalam matematika atau pengetahuan lainnya tidak selalu berkaitan. Aristoteles memandang manusia sebagai zoon politikon, yaitu makhluk yang hidup dalam komunitas dan bermasyarakat. Dalam konteks kehidupan bersama, manusia menjalani hidup dengan keutamaan (arite) dan moralitas tanpa pamrih. Kebaikan dilakukan demi kebaikan itu sendiri, bukan manfaatnya. Hasil dari tindakan baik tidak selalu diukur dengan keuntungan, tetapi sebagai bentuk kewajiban moral.

Aristoteles mengusulkan konsep jalan tengah atau golden mean. Tidak ada sesuatu yang murni baik atau buruk. Manusia bersifat fleksibel, berubah, dan tidak selalu menjadi simbol kebenaran absolut. Pilihan partikular dapat dibawa ke diskursus publik untuk diuji secara situasional, sehingga baik atau buruk menjadi relatif dan bergantung pada kondisinya. Ini menunjukkan bahwa cara pengambilan keputusan menjadi penting untuk menciptakan keadilan, karena keputusan tersebut adalah pilihan moral individu sendiri. Rasionalitas nilai praktis, atau phronesis, menekankan penerapan pengetahuan dalam skenario dunia nyata, menjembatani kesenjangan antara pemahaman teoritis dan praktik sehari-hari. Bentuk rasionalitas ini pada dasarnya adalah seni membuat keputusan bijaksana yang dapat mengarah pada kehidupan yang berbudi luhur dan memuaskan. 

Ini melibatkan kemampuan untuk membedakan dan memilih tindakan yang tepat dalam berbagai situasi, mengakui kompleksitas dan konteks unik dari setiap keputusan. Di samping etika peningkatan diri, rasionalitas nilai praktis mendorong individu untuk menumbuhkan tidak hanya kebajikan intelektual tetapi juga moral, memastikan bahwa keputusan yang dibuat selaras dengan prinsip-prinsip etika yang lebih luas dan berkontribusi pada kesejahteraan pribadi dan masyarakat. Melalui refleksi berkelanjutan dan penerapan penilaian yang baik, bentuk rasionalitas ini membimbing individu dalam menavigasi tantangan hidup dengan integritas dan kebijaksanaan.

Kesimpulan

Mengakhiri ini sebagai kesimpulan saya berpendapat bahwasanya untuk menjadi seorang sarjana bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa menerapkan ilmu yang telah kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan melakukan practical value rationality, atau rasionalitas nilai praktis, sangat penting di sini. Artinya, kita harus bisa membuat keputusan yang bijak dan tepat berdasarkan pengetahuan yang kita miliki, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain di sekitar kita. Dengan ini, kita bisa menjadi sarjana yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. 

Pada intinya, practical value rationality membantu kita untuk selalu reflektif dalam mengambil tindakan. Ini berarti kita harus selalu memikirkan konsekuensi dari setiap keputusan dan bagaimana itu bisa mempengaruhi kehidupan kita dan lingkungan sekitar. Dengan menggabungkan pengetahuan akademis dengan kebijaksanaan praktis, kita tidak hanya menjadi lebih kompeten dalam bidang kita, tetapi juga lebih bijak dan bertanggung jawab sebagai individu. Jadi, menjadi sarjana dengan kemampuan melakukan practical value rationality adalah langkah penting menuju kehidupan yang lebih bermakna dan berkontribusi positif bagi masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Hairunisa, H., Hakim, A. R., & Nurjumiati, N. (2019). Studi Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Terhadap Kreativitas Mahasiswa Program Studi PGSD Pada Mata Kuliah Konsep Dasar IPA. Jurnal Pendidikan Mipa, 9(2), 93-96.

Musrofi, M. (2016). Sukses akademik dan sukses bakat. Elex Media Komputindo.

Pratiwi, M., Anggraini, D., Mardhiyah, S. A., & Iswari, R. D. (2020). Mengembangkan growth mindset mahasiswa sebagai usaha mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Psychology Journal of Mental Health, 2(2), 24-34.

Rindova, V. P., & Martins, L. L. (2018). From values to value: Value rationality and the creation of great strategies. Strategy Science, 3(1), 323-334.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun