Mohon tunggu...
Felicia Christa
Felicia Christa Mohon Tunggu... Pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sel Hewan Hanya Seumur Jagung ?

25 Agustus 2017   17:09 Diperbarui: 25 Agustus 2017   18:27 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah mengetahui lebih dalam tentang sel hewan dan sel tumbuhan. Mulai dari pengertian sel, perbedaan sel hewan dan sel tumbuhan, hingga fungsi – fungsi berbagai macam organel dalam sel, saya akan membahas judul artikel ini. Artikel ini saya beri judul “Sel Hewan Hanya Seumur Jagung ?” tentunya terdapat alasan dan pertimbangan dalam pemilihan judul ini. Sel hewan hanya seumur jagung ini merupakan kiasan usia tumbuhan jagung yang relatif singkat. Seperti yang kita ketahui waktu hidup tumbuhan jagung hanya berkisar 3 - 4 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa sel hewan memiliki waktu hidup yang relatif singkat juga. Ini bukan berarti sel pada tumbuhan hanya berusia 3 - 4 bulan. Pemilihan judul ini ingin menunjukkan bahwa sel hewan memiliki usia yang lebih singkat dibangingkan sel tumbuhan.  Pada kesempatan ini saya ingin menyajikan fakta dan bukti yang faktual mengenai jangka waktu hidup sel hewan dan sel hewan.

Pada bulan Oktober tahun 2013, sekumpulan ahli tumbuhan di VIB dan Ghent University menemukan langkah baru dalam regulasi sel induk yang kompleks. Seorang ilmuan bernama Lieven De Veylder mengatakan bahwa sel induk berperan sangat penting untuk melahirkan salinan DNA ketika tumbuhan mengalami kerusakan sel. Hal ini bukan berarti pada sel hewan tidak memiliki sistem untuk melahirkan salinan DNA. Padas sel hewan telah memiliki sistem ini. Namun pada sel tumbuhan peran sel induk ini lebih optimal dalam memperbaiki kerusakan sel. Sel tumbuhan memiliki tingkat sensitifitas lebih tinggi dalam mendeteksi kerusakan sel, sehingga kerusakan ini bisa segera di perbaiki. Menurut penelitian tersebut didapati bahwa sel induk pada akar tumbuhan memegang peran sangat penting dalam kelangsungan hidup tumbuhan.

Peneliti tanaman di Universitas VIB dan Ghent telah mengidentifikasi jaringan molekuler baru yang meningkatkan pemahaman kita tentang regulasi dan aktivitas sel induk. Inti dari proses ini adalah penemuan protein baru, yaitu faktor transkripsi ERF115. Para ilmuwan menunjukkan mengapa sistem organisasi dalam sel nyaris tidak terbagi, hal ini disebabkan oleh protein ERF115 sebagai faktor penghambat. Bila sel mendapati bahwa terdapat kerusakan sel dan diperlukan pembelahan sel induk untuk menggantikan sel yang rusak tersebut, maka ERF115 akan diaktifkan. ERF115 kemudian merangsang produksi hormon tanaman phytosulfokine yang berguna untuk mengaktifkan pengaturan pembelahan sel. Dengan demikian, jaringan ERF115-phytosulfokine berperan sebagai sistem menyimpan data – data dalam sel selama kondisi yang merugikan aktivitas sel induk.

Selain pengaruh protein ERF115, ada faktor lagi yang menyebabkan usia sel hewan lebih singkat dibandingkan sel tumbuhan. Seperti yang kita ketahui, pada sel tumbuhan terdapat dinding sel. Sedangkan pada sel hewan tidak terdapat dinding sel. Hal ini menjadi faktor yang patut dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab perbedaan ketahanan hidup sel hewan dan sel tumbuhan.

Pada proses transportasi membran sel kita mengenal istilah osmosis. Osmosis adalah proses perpindahan molekul zat pelarut ( air ), dari larutan dengan konsentrasi zat pelarut rendah (hipotonik) menuju larutan yang konsentrasi zat pelarutnya lebih tinggi (hipertonik) melalui membran selektif permeabel atau semi permeabel. Pada proses ini terdapat dua kondisi berbeda. Kondisi pertama adalah kondisi luar sel yang hipertonik atau memiliki konsentrasi zat lebih pekat. Pada kondisi ini sel hewan mengalami proses krenasi atau pengkerutan. Sedangkan sel hewan mengalami proses plasmolysis atau pelepasan membran. Pada kondisi kedua, kondisi luar sel hipotonik, atau memiliki konsentrasi zat lebih rendah. Pada kondisi ini sel hewan akan mengalami proses hemolysis atau pecah. Sedangkan sel hewan akan mengalami proses turgid atau penegangan.

Pada transportasi zat ini dapat kita amati bahwa dinding sel pada sel tumbuhan berperan penting pada kondisi turgid. Kondisi turgid sendiri adalah kondisi sel membesar sampai pada batas normal. Pada proses ini sel tumbuhan yang berada pada larutan yang hipotonik, akan mengimbangi kecenderungan air yang masuk kedalam sel dengan dinding sel. Pada saat sel mencapai ukuran tertentu, dinding sel akan memberikan tekanan balik pada sel. Sedangkan pada sel tumbuhan yang tidak memiliki dinding sel, air dari luar sel yang masuk kedalam sel akan mengakibatkan sel membekak bahkan pecah atau lisis. Proses pecahnya sel hewan ini lah yang disebut hemolysis.

Selain kedua faktor diatas ada faktor lain yang menyebabkan sel hewan tidak sekuat sel tumbuhan. Pada sel hewan kita telah mengetahui bahwa terdapat organel lisosom. Organel lisosom ini hanya dimiliki oleh sel hewan. Organel ini berfungsi sebagai autofagi, yaitu proses penyingkiran organel atau struktur yang tak lagi digunakan atau berfungsi. Saat sel hewan mendeteksi kesalahan pada DNA, sel melakukan proses yang disebut autolysis. Autolysis adalah sistem pemrograman untuk membunuh sel itu sendiri (self-destruction / pemrograman kematian sel). Pada saat sel bertambah usia, tentunya sel mengalami mutasi (Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik RNA maupun DNA, baik pada pada taraf kromosom maupun taraf urutan gen) untuk menggantikan sel yang sudah tua. Mutasi ini berguna untuk memperbaiki DNA pada sel dan meneruskannya pada keturunan selanjutnya. Proses mutasi ini dapat dilakukan dengan perbaikan DNA, maupun membunuh sel. Proses – proses ini membutuhkan banyak energy, sehingga sel hewan memilih untuk melanjutkan keturunannya melalui reproduksi dan melakukan autolysis.

Pada tumbuhan kita tidak akan menjumpai masalah dalam hal mutase sel. Penelitian telah meneliti penemuan tumbuhan yang berusia 4700 tahun. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tumbuhan tersebut tak lagi mengalami sistem mutasi seperti pada tumbuhan yang lebih muda umurnya. Sebagai pengganti, tumbuhan memiliki sel germ. Sel germ inilah yang akan memproduksi sel – sel yang telah rusak. Selama tumbuhan itu hidup, mereka kan menambahkan organ – organ baru seperti putik, bunga, ranting, dan sebagainya. Setiap organ ini dapat memproduksi sel germ sendiri, sehingga proses produksi dapat berlangsung lebih cepat.

Berdasarkan keterangan diatas dapat kita amati mengapa sel hewan usianya lebih singkat dibandingkan sel hewan. Kecenderungan sel hewan yang kurang peka terhadap kerusakan sel dibandingkan sel tumbuhan merupakan salah satu faktor yang kuat. Meskipun kedua sel ini memiliki sistem perbaikan sel induk yang hampir sama, tetapi pada sel induk tumbuhan memiliki sistem organisasi yang lebih baik. Aktifitas ini tentunya didorong oleh keberadaan protein ERF115. Protein inilah yang membantu sel tumbuhan dalam mendeteksi kerusakan sel. Ketika protein ERF115 mendapati kerusakan sel, protein ini segera memperbaikinya. Selain itu protein ini berperan penting dalam penyimpanan data – data DNA ketika terjadi kerusakan sel.

Selain pengaruh sel tumbuhan yang memiliki sistem mendeteksi kerusakan sel yang lebih baik, struktur sel tumbuhan sendiri patut kita garis bawahi. Terpapar jelas pada penjelasan diatas bahwa dinding sel pada sel tumbuhan sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup sel. Pada kondisi hipotonik, peran dinding sel sangat berpengaruh untuk menjaga sel. Sel yang menerima air masuk dari luar dapat menjaga sel hingga batasnya dan menegang atau turgid. Berbeda dengan sel hewan yang tidak memiliki dinding sel. Oleh karena itu, ketika kondisi hipotonik sel hewan akan pecah. Zat yang masuk kedalam sel dari luar tidak dapat ditahan oleh sel hewan dan berakhir pecahnya sel atau hemolysis.

Hal lain yang mempengaruhi usia sel hewan adalah sistem autofagi dan autolysis pada organel lisosom yang berada pada sel hewan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, lisosom hanya terdapat pada sel hewan. Oleh karena itu, pada sel tumbuhan kita tidak akan menjumpai proses sutofagi atau autolysis. Hal ini mempengaruhi usia sel tumbuhan menjadi lebih lama. Pada sel hewan kita akan menjumpai sel melakukan proses self-destruction, sedangkan pada sel tumbuhan proses ini tidak akan kita jumpai.  Sebagai pengganti, pada sel tumbuhan kita dapat menemukan sel germ yang berfungsi untuk memproduksi sel baru dan menggantikan sel lama yang rusak. Hal lain yang membuat sel tumbuhan lebih istimewa adalah setiap organ pada tumbuhan tersebut memiliki sel germ masing – masing. Sel germ inilah yang membantu mempercepat dalam proses produksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun