Di darat, Aceh telah memiliki pasuka kavaleri dan di antaranya telah menggunakan kuda yang didatangkan dari Persia, satuan gajah, artileri dan pasukan milisi infanteri. Dengan seluruh kekuatannya, Aceh memulai gerakan ekspansi dengan mengalahkan Deli ( 1612 M ), Aru ( 1613 M ), dan pada tahun yang sama mereka juga mengalahkan johor.Â
Pada tahun 1614 M, kekuatan militer Aceh berhasil mengalahkan armada Portugis di Bintan. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda dianggap berhasil membawa Aceh ke zaman keemasan, tetapi kerajaan ini pun berdiri di atas landasan yang rapuh, karena hal berikut:
Masyrakat Aceh bukan masyarakat agraris, sedangkan hasil pertanian sangat diperlukan bagi keberhasilan perang dan perdagangan
Wilayah pedalaman tidak mampu mendukung kebutuhan dasar ( pangan ) masyarakat kota.
Persatuan antarpenduduk Aceh sangat longgar. Bahasa Melayu sebagai Bahasa pengantar hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat Aceh yang terdiri dari berbagai suku masih menggunakan Bahasa daerah masing -- masing.
Perkembangan kota berlangsung lebih cepat dibandingkan kemampuan masyarakat pedalaman dalam menunjang kebutuhan masyarakat kota.
Baca juga : Kesultanan Aceh, Kesultanan yang Tidak Terkalahkan?
Peran kelompok elite kerajaan tidak selalu mudah dikendalikan.
Iskandar muda digantikan Iskandar Tsani ( 1636 -- 1641 ). Di masa pemerintahannya, hidup sastrawan besar bernama Nuruddin ar-Raniri yang dikenal dengan karyanya berjudul Bustanussalatin yang berarti taman raja. Isinya adalah tentang adat istiadat Aceh dan ajaran tentang Islam.
Sepeninggal Iskandar Tsani, Aceh mengalami kemunduran. Faktor utamanya adalah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka ( ditandai jatuhnya Minangkabau, Siak, Tapanuli, dan Mandailing, Deli, serta Bengkulu ke tangan Belanda ). Faktor lainnya adalah adanya perebutan kekuasaan, terutama antara golongan bangsawan dan golongan ulama.
Kondisi Sosial
Meskipun kesultanan Aceh merupakan negara Islam, masyarakatnya tetap bersifat feudal. Dalam tatanan masyarakatnya, Aceh memiliki golongan bangsawan yang memiliki gelar teuku dan golongan ulama yang bergelar teungku. Kedua golongan ini sering bersaing berebut pengaruh dalam masyarakat.