Mohon tunggu...
Gadget Pilihan

Jurnalisme Twitter: Antara Keterbukaan, Kecepatan, dan Keakuratan

8 Oktober 2018   22:02 Diperbarui: 8 Oktober 2018   22:46 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak dari menyebarnya video dan foto ini sangatlah luas, masyarakat menjadi takut sekaligus merasa percaya akan keadaan yang ada di lokasi kejadian. Tentu saja hal ini membuat Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho harus mengeluarkan klarifikasi terkait beredarnya foto dan video tersebut. 

Melalui akun Twitternya, Sutopo mengatakan bahwa foto dan video tersebut tidak terjadi di daerah Gunung Soputan, Sulawesi Utara. Sutopo juga mengatakan bahwa foto yang tersebar merupakan rekayasa yang dibuat oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa pemberitaan yang diberikan dalam bentuk Jurnalisme Twitter dapat menyesatkan publik dan berdampak sangat luas. Kecepatan yang menjadi keunggulan dari Twitter acapkali mengabaikan kelengkapan dan mengorbankan akurasi. Kejaran pada kebenaran jurnalistik semakin lama semakin tidak terjangkau dengan rutinitas yang serba cepat (Ambard, Parahita, Lindawati, & Sukarno, 2018).

Hal ini semestinya dapat dihindari oleh para jurnalis, agar informasi yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Semakin mudahnya masyarakat dalam berpartisipasi dalam kegiatan jurnalistik juga harus memperhatikan fakta dan akurasi berita. Masyarakat melalui citizen journalism juga harus memastikan keakuratan berita yang diunggahnya, agar apa yang telah disebarkan di media sosial khususnya Twitter tidak memberikan dampak yang menyesatkan bagi publik. Karena dengan penyikapan yang salah atas berita online bisa jadi bentuk penyesatan (Ambard, Parahita, Lindawati, & Sukarno, 2018).

Keakuratan informasi yang harus dicari ketika melihat tweet seseorang adalah memastikan pemilik dari akun tersebut. Pemilik akun harus dicari tahu apakah benar-benar asli atau palsu. 

Keaslian dari akun Twitter biasanya ditandai dengan adanya tanda centang biru yang artinya akun tersebut sudah terverifikasi keasliannya. Sayangnya tidak semua akun dapat dengan mudah memiliki tanda centang biru tersebut. Tanda verifikasi biasanya hanya dimiliki oleh tokoh penting seperti pejabat, selebriti ataupun orang terkenal lainnya. Media daring hendaknya harus berupaya menemukan cara untuk menghubungkan benang merah dari suatu konten, sehingga konten tersebut dapat dipastikan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip jurnalisme.

Dengan demikian, semua pengguna Twitter ketika akan mengunggah informasi yang berakibat atau mempengaruhi banyak orang hendaknya disertai dengan data tambahan dan verifikasi. Hal ini menjadi hal yang penting di era komunikasi yang serba cepat dan terbuka seperti saat ini. 

Menurut Wendratama (2017), banyaknya konten warga yang tidak sesuai dengan prinsip dan etika jurnalisme, seperti kebenaran, keadilan, akuntabilitas, dan kemanusiaan menjadi alasan perlunya keakuratan berita/informasi di media sosial seperti Twitter. Kehadiran jurnalisme di internet harus bisa memberikan arah bagi khalayak supaya tidak tersesat dalam lautan informasi yang multimedia dan multinarasumber. Hal ini juga berlaku bagi media-media yang memiliki akun Twitter agar lebih memperhatikan lagi berita yang akan mereka publikasikan. Salah satu media yang telah menerapkan panduan di atas adalah BBC. BBC mengarahkan editornya supaya memastikan konten berita yang akan dipublikasikan sudah memenuhi standar, dan supaya warga tidak membahayakan diri mereka saat meliput.

Daftar Pustaka

  • Ambard, K., Parahita, G. D., Lindawati, L., & Sukarno, A. W. (2018). Kualitas Jurnalisme Publik di Media Online: Kasus Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • AR, M. F. (2016). Jurnalisme Kontekstual (Rahasia Menjadi Jurnalis di Era New Media). Malang: Universitas Brawijaya Press (UB Press).
  • Sambo, M., & Yusuf, J. (2017). Pengantar Jurnalisme Multiplatform. Depok: Prenadamedia Group.
  • Wendratama, E. (2017). Jurnalisme Online (Panduan Membuat Konten Online yang Berkualitas dan Menarik). Yogyakarta: Penerbit B First (PT Bentang Pustaka).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun