Mohon tunggu...
feirenshafiraa
feirenshafiraa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saat ini saya merupakan mahasiswi aktif semester 7 di Universitas Pelita Bangsa. Saya mempunyai hobby renang dan menari sejak saya masih kecil. pada 2021 lalu saya pernah mengikuti pelatihan bahasa Korea hingga level intermediate.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Tupperware: Mengapa Tupperware Bangkrut? Pelajaran Berharga dari Sebuah Legenda Bisnis

17 Januari 2025   23:30 Diperbarui: 17 Januari 2025   22:55 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Produk Tupperware adalah ikon global yang pernah menjadi simbol inovasi dalam penyimpanan makanan. Diperkenalkan pada tahun 1940-an oleh Earl S. Tupper di Massachusetts, AS, Tupperware menggunakan bahan plastik fleksibel yang ramah pengguna. Produk pertamanya, seperti Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler, memperkenalkan wadah kedap udara yang membantu keluarga menghemat makanan selama masa sulit setelah Depresi Besar. Keunikan lain adalah metode pemasaran Tupperware Party yang diinisiasi oleh Brownie Wise, menjadikan merek ini lebih dari sekadar produk, tetapi juga gaya hidup.

Namun, pada 2024, perusahaan ini secara resmi mengajukan kebangkrutan Chapter 11. Ironisnya, di tengah pandemi Covid-19, penjualan Tupperware sempat meningkat karena tren memasak di rumah. Sayangnya, tren tersebut bersifat sementara, dan setelah pandemi, permintaan terhadap produk plastik warna-warni menurun drastis.

Faktor-Faktor yang Memicu Kebangkrutan:

  • Penurunan Permintaan Konsumen
  • Perubahan preferensi konsumen ke arah produk ramah lingkungan dan aksesibilitas produk secara daring membuat pangsa pasar Tupperware menyusut. Strategi tradisional seperti Tupperware Party menjadi kurang relevan di era digital.
  • Lonjakan Biaya Operasional
  • Biaya bahan baku seperti resin plastik, pengiriman, dan tenaga kerja meningkat signifikan pasca-pandemi. Hal ini memperburuk kondisi keuangan perusahaan yang sudah rapuh.
  • Beban Utang yang Berat
  • Tupperware mencatat utang lebih dari USD 1,2 miliar dengan aset hanya USD 679,5 juta. Situasi ini memaksa perusahaan mengajukan perlindungan kebangkrutan demi menjaga kekayaan intelektualnya.
  • Persaingan Ketat di pasar
  • Kompetitor yang lebih inovatif menawarkan produk dengan harga lebih terjangkau dan ramah lingkungan, menggeser posisi Tupperware sebagai pemimpin pasar.

Pelajaran dari Kisah Tupperware

Kisah Tupperware menggarisbawahi pentingnya adaptasi dalam bisnis. Beberapa langkah yang seharusnya diambil sebelumnya meliputi:

  • Inovasi Produk: Menghadirkan produk berbasis bahan ramah lingkungan.
  • Digitalisasi: Memanfaatkan platform e-commerce dan media sosial untuk menjangkau konsumen modern.
  • Restrukturisasi Manajemen: Mempercepat pengambilan keputusan strategis dan efisiensi operasional.
  • Diversifikasi Pasar: Menawarkan produk yang relevan dengan kebutuhan generasi muda.

Ironi Pasca-Pandemi

Meskipun sempat mengalami lonjakan penjualan selama pandemi akibat meningkatnya tren memasak di rumah, permintaan terhadap produk Tupperware tidak berlanjut setelah pandemi berakhir. Hal ini menunjukkan ketergantungan Tupperware pada tren temporer tanpa strategi jangka panjang yang kokoh.

Peningkatan Biaya Operasional dan Tekanan Ekonomi Makro

Setelah pandemi Covid-19, biaya tenaga kerja, pengiriman, dan bahan baku seperti resin plastik melonjak tajam. Tupperware gagal menyesuaikan harga jual produknya untuk menutupi kenaikan biaya produksi ini. CEO Laurie Ann Goldman mengakui bahwa lingkungan ekonomi makro telah sangat menekan posisi keuangan perusahaan selama beberapa tahun terakhir. 

Beban Utang yang Luar Biasa Besar 

Dalam pengajuan kebangkrutan, Tupperware melaporkan total utang sebesar USD 1,2 miliar, sedangkan asetnya hanya senilai USD 679,5 juta. Situasi ini menunjukkan adanya kesenjangan keuangan yang signifikan, sehingga perusahaan tidak memiliki pilihan selain mencari perlindungan untuk mempertahankan operasionalnya dan kekayaan intelektualnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun