Tahun 2025 menghadirkan tantangan baru bagi masyarakat dan sektor ekonomi. Salah satu fenomena yang perlu mendapat perhatian adalah doom spending, yaitu kebiasaan belanja berlebihan sebagai respons terhadap tekanan ekonomi atau emosional. Di sisi lain, perbankan yang menghadapi tekanan utang jatuh tempo berpotensi mempermudah akses kredit, sehingga masyarakat semakin mudah terjebak dalam perilaku konsumtif. Untuk memahami dan menghindari dampaknya, mari kita telaah doom spending secara lebih sederhana.
1. Apa Itu Doom Spending?
Doom spending adalah perilaku konsumtif yang muncul akibat kecemasan, ketidakpastian, atau tekanan emosional. Ketika seseorang merasa hidupnya sulit atau tidak stabil, mereka cenderung mengalihkan perhatian pada belanja impulsif sebagai bentuk pelarian. Sayangnya, kepuasan yang didapat hanya sementara, sedangkan dampaknya terhadap keuangan bisa sangat serius.
Contoh Doom Spending dalam Kehidupan Sehari-Hari:
Anak Muda:
- Membeli gadget terbaru meskipun yang lama masih berfungsi dengan baik, hanya karena ingin terlihat mengikuti tren.
- Belanja barang fashion atau aksesoris mahal setelah melihat promosi di media sosial, meski sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan.
- Membayar layanan langganan streaming atau hiburan premium secara impulsif karena ingin melupakan stres pekerjaan atau kuliah.
Orang Dewasa atau Orangtua:
- Mengambil cicilan kendaraan baru meskipun kondisi keuangan sedang ketat, hanya karena merasa malu menggunakan kendaraan lama.
- Belanja makanan atau barang mewah yang tidak sesuai anggaran sebagai bentuk "reward" setelah merasa lelah bekerja.
- Membeli produk investasi yang belum dipahami risikonya, karena tergiur promosi atau tekanan sosial dari teman.
2. Mengapa Doom Spending Bisa Berbahaya?
Doom spending sering kali tidak disadari hingga akhirnya berdampak buruk pada kondisi keuangan seseorang. Beberapa bahayanya seperti:
- Meningkatkan Utang Konsumtif: Pembelian impulsif yang sering kali dilakukan dengan menggunakan kartu kredit atau pinjaman.
- Mengurangi Kemampuan Menabung: Pengeluaran untuk hal-hal yang tidak penting menggerus dana yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan mendesak atau masa depan.
- Stres Finansial: Alih-alih membantu mengurangi stres, doom spending justru menambah beban karena utang yang terus bertambah.
3. Lalu, Apa Kaitannya dengan Strategi Perbankan di 2025?
Perbankan menghadapi tekanan besar akibat utang jatuh tempo dan perlambatan ekonomi. Untuk menjaga arus kas, banyak bank yang mempermudah akses kredit, seperti menawarkan pinjaman berbunga rendah, cicilan ringan, atau program "paylater". Strategi ini mendorong masyarakat untuk terus berbelanja meskipun tidak mampu membayar secara tunai.