Di era digital, data telah menjadi kompas utama dalam pengambilan keputusan perusahaan. Dengan berbagai tools analitik yang canggih, data dapat memberikan wawasan tentang performa bisnis, tren pelanggan, hingga peluang baru. Namun, ada sisi gelap dari pendekatan ini: terlalu fokus pada angka tanpa memperhatikan konteks dan realita di lapangan dapat menghasilkan keputusan yang kurang humanis. Hal ini terutama terasa di industri jasa, di mana interaksi manusia menjadi tulang punggung operasional.
Tulisan ini akan membahas mengapa data-driven decisions sering kali tidak memadai untuk menggambarkan situasi sebenarnya, serta bagaimana perusahaan dapat menyelaraskan angka dengan realita untuk menciptakan keputusan yang lebih adil dan efektif.
Data Bukan Segalanya: Ketika Angka Mengaburkan Realita
Bayangkan sebuah perusahaan jasa yang mengalami kenaikan jumlah customer dibanding tahun sebelumnya. Pada pandangan pertama, hal ini mungkin terlihat positif. Namun, jika pendapatan perusahaan justru menurun, tim data analyst mungkin langsung menyimpulkan adanya masalah dalam performa karyawan atau strategi bisnis. Padahal, ada berbagai faktor non-angka yang bisa menjelaskan situasi ini, seperti:
1. Pergeseran kebutuhan jasa customer: tahun ini, customer mungkin lebih membutuhkan jasa bernilai kecil dibanding sebelumnya.
2. Kebijakan rotasi vendor: beberapa customer memiliki aturan internal untuk mengganti mitra kerja setelah periode tertentu, meskipun hubungan sebelumnya berjalan sangat baik.
3. Tren musiman atau regulasi baru: perubahan dalam industri sering kali memengaruhi pola permintaan jasa.
Keputusan yang hanya berdasarkan data tanpa mempertimbangkan faktor-faktor ini dapat mengarah pada kesimpulan yang salah, seperti menyalahkan karyawan atau memotong anggaran di area yang sebetulnya tidak bermasalah.
Mengapa Keputusan Berbasis Angka Bisa Tidak Humanis?
1. Kinerja Karyawan Kurang Dihargai
Ketika angka menjadi tolok ukur utama, usaha dan tantangan yang dihadapi karyawan sering terabaikan. Misalnya, seorang karyawan yang bekerja keras mempertahankan hubungan dengan customer besar mungkin tidak langsung terlihat dalam laporan angka, tetapi usahanya sangat penting untuk keberlanjutan bisnis.
2. Mengabaikan Konteks Operasional
Data sering kali tidak mencerminkan dinamika yang terjadi di lapangan. Dalam industri jasa, interaksi manusia, kebutuhan customer yang unik, dan upaya membangun hubungan jangka panjang adalah elemen yang sulit diukur.
3. Fokus pada Output, Bukan Proses
Pendekatan berbasis data sering kali terlalu fokus pada hasil akhir, seperti pendapatan atau jumlah customer, tanpa melihat proses di sebaliknya. Padahal, proses yang baik adalah fondasi dari keberhasilan jangka panjang.
Solusi: Mengintegrasikan Angka dan Realita
Untuk menciptakan keputusan yang lebih adil dan efektif, perusahaan perlu mengintegrasikan data dengan pemahaman mendalam tentang konteks bisnis. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
1. Libatkan Tim Lapangan dalam Analisis Data
Sebelum mengambil keputusan besar, penting untuk mendengar perspektif karyawan yang terlibat langsung dengan customer. Mereka sering kali memiliki wawasan yang tidak terlihat dalam angka.
2. Gabungkan Data Kuantitatif dan Kualitatif
Data kuantitatif memberikan gambaran besar, tetapi wawasan kualitatif membantu memahami detailnya. Misalnya, survei atau wawancara dengan customer dan karyawan dapat melengkapi laporan angka.
3. Berikan Edukasi kepada Data Analyst
Data analyst harus memahami konteks bisnis dan operasional perusahaan. Dengan pemahaman ini, mereka dapat menghasilkan analisis yang lebih relevan dan berempati.
4. Evaluasi Kinerja dengan Pendekatan Holistik
Alih-alih hanya berfokus pada hasil akhir, perusahaan perlu mengevaluasi kinerja berdasarkan proses, upaya, dan tantangan yang dihadapi karyawan.
Kesimpulan: Jadikan Data sebagai Panduan, Bukan Penguasa
Data adalah alat yang sangat berguna, tetapi tidak boleh menjadi satu-satunya dasar dalam pengambilan keputusan. Dalam industri jasa, di mana manusia adalah elemen inti, perusahaan perlu mengadopsi pendekatan yang lebih humanis dengan menyelaraskan angka dan realita. Dengan cara ini, keputusan tidak hanya akan lebih adil tetapi juga lebih efektif dalam jangka panjang.
Pendekatan berbasis data memang sangat cocok diterapkan pada perusahaan manufaktur atau teknologi yang prosesnya sebagian besar terotomatisasi. Dalam industri-industri ini, angka dapat menggambarkan realitas operasional dengan lebih akurat karena aktivitas yang terukur dan konsisten. Namun, pendekatan ini kurang tepat jika diterapkan secara kaku di perusahaan jasa yang melibatkan manusia sebagai tenaga kerja utama. Perusahaan jasa memerlukan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual untuk menghargai peran manusia, baik sebagai karyawan maupun customer, sehingga keputusan yang diambil dapat mencerminkan nilai-nilai empati dan keadilan.
Akhir Kata, pendekatan data-driven memang memiliki keunggulan, tetapi hanya jika digunakan dengan bijaksana. Dengan mempertimbangkan angka sekaligus memahami cerita di sebaliknya, perusahaan dapat menciptakan ekosistem kerja yang lebih sehat, menghargai karyawan, dan tetap mencapai kesuksesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H