Mohon tunggu...
Ferra ShirlyAmelia
Ferra ShirlyAmelia Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - istri yang suka menulis dan minum kopi

senang bekerja dan belajar dari rumah

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pelajaran Berharga Kisah Warga Sumurgeneng: Uang Melimpah Tidak Menyelesaikan Masalah

7 Januari 2025   13:42 Diperbarui: 7 Januari 2025   14:12 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah kebangkrutan warga Desa Sumurgeneng, Tuban, menjadi cerminan nyata bahwa uang yang melimpah tidak serta-merta menjamin kebahagiaan atau menyelesaikan masalah kemiskinan. Setelah menerima kompensasi miliaran rupiah dari penjualan tanah untuk proyek pembangunan kilang minyak, sebagian besar warga sempat merasakan euforia kekayaan secara instan. Namun, hanya dalam waktu singkat, banyak dari mereka kembali ke kondisi semula, bahkan ada yang menjadi lebih sulit dari kondisi sebelumnya.

Hal ini mengingatkan kita bahwa sejatinya rezeki adalah amanah yang diberikan Allah untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan bijak. Ketika amanah ini diabaikan, bukan hanya uang saja yang hilang, tetapi juga bisa berdampak pada keberkahan.

Keberkahan hidup sendiri tidak bisa diukur dari seberapa banyak harta yang dipunya, tetapi dari bagaimana harta itu didapatkan dan digunakan. Sebagian orang ada yang memiliki sedikit harta tetapi hidupnya tentram, sedangkan sebagian lainnya ada yang memiliki banyak harta tetapi justru selalu merasa kurang. Mengapa ini bisa terjadi? Sebab, keberkahan tidak datang dari hitungan angka semata, tetapi juga dari ketaatan kita kepada Allah dalam mengelola rezeki. Bahkan banyaknya, seringkali malah menjadi ujian.

Kisah warga Sumurgeneng mengingatkan kita bahwa banyak uang tanpa pengelolaan yang bijak hanya akan membawa masalah baru. Bahkan, dalam jangka panjang, bisa menjadi ujian berat yang berujung pada penyesalan. Alih-alih dijadikan sebagai alat untuk memperbaiki kehidupan jangka panjang, sebagian besar uang mereka justru dihabiskan untuk kebutuhan konsumtif seperti membeli mobil mewah, rumah mewah, dan barang-barang mahal lainnya. Selain itu, tekanan sosial untuk menunjukkan status baru juga berkontribusi pada pemborosan. Pada akhirnya, makna harta sebagai amanah menjadi terabaikan. Yang seharusnya berfokus pada bagaimana menggunakan rezeki untuk mendekatkan diri kepada Allah, justru berganti pada bagaimana memuaskan nafsu dunia.

Landasan iman yang belum kokoh bisa membuat seseorang salah langkah. Rezeki yang melimpah bukan selalu menjadi tanda kemuliaan, dan rezeki yang sedikit bukanlah tanda kehinaan. Keduanya adalah ujian, ketika melimpah menguji syukur dan pengelolaan yang baik, sementara ketika sedikit menguji sabar dan husnudzan kepada Allah (Allah Maha Tahu kemampuan hambaNya, bisa jadi yang sedikit itulah yang menyelamatkan). Justru ketika salah menyikapi rezeki yang melimpah, bisa berpotensi menjadi istidraj. Ketika harta menjadi cepat habis tanpa bekas yang berarti, hati sering gelisah meskipun memiliki harta yang banyak, atau sering terjadi konflik dalam keluarga/hubungan sosial akibat masalah keuangan, bisa jadi itu reminder dari Allah.

Karenanya, kita harus selalu ingat: rezeki, baik sedikit maupun banyak, adalah ujian keimanan. Harta bukanlah tujuan hidup, melainkan alat untuk menggapai keridhaan Allah. Jika kita mampu dengan bijak menyadari rezeki itu adalah amanah, maka:

1. Harta Tidak Membutakan: Kita akan menyadari bahwa uang adalah sarana, bukan tujuan, sehingga penggunaannya akan dipertimbangkan secara matang.

2. Menyeimbangkan Dunia dan Akhirat: Dengan memandang harta sebagai titipan Allah, kita tidak hanya mengejar manfaat dan kesenangan dunia saja, tetapi juga semangat berinvestasi untuk akhirat, seperti memanfaatkan untuk zakat, sedekah, wakaf, dan bentuk ibadah lainnya semisal berkurban, haji dan umroh.

3. Menghindari Penyalahgunaan: Kesadaran bahwa rezeki harus dipertanggungjawabkan akan membuat kita lebih berhati-hati dalam mengelola dan membelanjakannya, mencegah kita dari pemborosan.

Oleh karena itu, literasi keuangan (yang mengajarkan cara kita bersikap dan mengambil keputusan dalam mengelola uang), sangat perlu dilandasi dengan taqwa yang mengarahkan kita untuk mengelola dan memanfaatkan rezeki dengan niat yang benar, menggunakan harta untuk mendekatkan diri kepada Allah, membantu sesama, dan memberikan manfaat jangka panjang baik untuk kehidupan kita di dunia terlebih lagi kelak di akhirat. Literasi keuangan yang dijalankan pun akan semakin efektif dan nyaman karena selaras dengan syariat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun