Mohon tunggu...
Ferra ShirlyAmelia
Ferra ShirlyAmelia Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - istri yang suka menulis dan minum kopi

senang bekerja dan belajar dari rumah

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dari Stres Menuju Sukses: 5 Langkah Bijak Mengelola Keuangan

1 Januari 2025   21:29 Diperbarui: 3 Januari 2025   17:01 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keuangan adalah masalah umum yang hampir setiap manusia pasti pernah mengalaminya dengan kasus berbeda-beda bahkan sampai membuat stres. Sebenarnya, inti dari masalahnya adalah lebih besarnya pengeluaran daripada pemasukan. Faktor pemicu yang beragam seperti gaya hidup di atas kemampuan, FOMO (takut banget ketinggalan entah itu tentang fashion, gadget, permainan, makanan, dll), bermudah-mudah dalam berhutang terlebih hutang riba, malas membuat anggaran (keluar masuknya uang kurang terukur), dan tidak pandai menentukan skala prioritas kebutuhan bisa menjadi penyebabnya.

Jika semua itu menjadi masalah yang sedang kita hadapi, lalu kita ingin berubah dan hidup lebih baik apalagi sudah berumah tangga, maka kita harus mau berubah secepatnya, bahkan detik ini juga! Tak lupa mengawali dengan Bismillah, sungguh-sungguh meminta pertolongan Allah, dan berikhtiar semaksimal mungkin menerapkan 5 langkah bijak mengelola keuangan berikut ini:

1. Budgeting

Budgeting atau membuat anggaran adalah langkah pertama yang seringkali dianggap remeh. Padahal ini adalah kunci utamanya. Kunci kapan kita harus membuka dan menutup pengeluaran, kunci kapan kita harus menekan budget, menundanya, atau bahkan menghapusnya dari daftar. Mulailah dengan mencatat berapa pendapatan kita, barulah membuat daftar pengeluaran berdasar skala prioritas. Pandai-pandailah menentukan skala prioritas sedari awal. Utamakan kebutuhan, kurangi keinginan!

Satu hal lagi yang juga penting adalah jika masih punya utang, jangan lupa masukkan cicilan utang itu dalam prioritas utama. Karena bisa jadi kesulitan kita selama ini karena ada hak orang lain yang masih kita tahan, atau ada riba yang masih kita biarkan melilit keseharian kita. Niatkan melunasinya, sertai dengan azzam dan ikhtiar nyata. Cicillah semampu kita, dan milikilah adab yang baik. Jika memang belum mampu, maka sampaikanlah maaf dan udzur dengan baik. Jangan menunggu ditagih dulu apalagi ditambah dengan marah-marah. Jangan ya dek ya..

2. Disiplin Anggaran

Hiduplah sesuai anggaran, bukan sesuai keinginan. Fokus untuk memperbaiki hidup dan taraf hidup kita dimulai dari sini. Sebagus apapun anggaran yang kita susun, tidak akan bermanfaat jika hanya sebatas catatan tanpa pembuktian. Bahkan sebanyak apapun uang yang kita miliki, jika kita tidak mampu bijak mengelolanya maka muaranya tetap pada kemiskinan. Tengoklah realita, tidak sedikit kita temui entah itu pesohor dalam negeri maupun luar negeri dimana dulunya mereka sangat terkenal dan kaya raya tapi berakhir bangkrut. Ada yang karena ditipu, salah investasi, habis untuk gaya hidup, judi, dimana semuanya bersumber pada satu hal saja, yaitu tidak tau bagaimana caranya mengelola uang dengan baik dan bijak. Jadi, banyak uang bukanlah solusi dari kemiskinan.

Maka, selagi masih bisa diperbaiki, perbaikilah! Latihlah diri kita dan anak-anak kita sedari dini untuk melek finansial, paham bagaimana mengelolanya, membelanjakannya, dan mensyukurinya. Hidup memang hanya sekali. Tapi bukan berarti bebas menikmati sesuka hati tanpa memikirkan akibatnya nanti. Justru disaat ada uang, kelolalah dengan sebaik-baiknya, senang-senang secukupnya dan sewajarnya saja, selebihnya pikirkan juga investasi untuk dunia dan juga akhirat kita. 

3. Gaya Hidup di Bawah Kemampuan

Gaya hidupmu membunuhmu! Ya, gaya hidup yang salah bisa membuat hidup kita semakin menderita ketika kita tidak mampu mengontrol diri, mudah iri, malu terlihat sederhana, dan gampang FOMO hanya demi eksistensi atau sekedar atensi. Maka ada beberapa hal dasar yang perlu kita perbaiki untuk memperbaiki gaya hidup itu sendiri. Yang pertama adalah tentang mindset kita, untuk apa kita diciptakan? Kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Maka sudah sepatutnya yang kita cari adalah ridho Allah, penilaian Allah, bukan penilaian manusia. Bahkan Allah sudah menjamin rezeki setiap makhlukNya. Dan yang harus digaris bawahi lagi, rezeki dari Allah akan selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan gaya hidup kita. 

Lalu yang kedua adalah tentang mengasah kemampuan menghadirkan rasa syukur. Rasa syukur inilah yang akan menghadirkan rasa cukup dan ketenangan sendiri dalam hati. Setelah berusaha semaksimal mungkin, kita serahkan hasilnya pada Allah. Berapapun yang kita dapat kita kelola dengan sebaik-baiknya, itulah jatah rezeki kita, tak perlu membanding-bandingkan dengan orang lain. Karena bagaimanapun juga, hasil itu tidak selalu mutlak bergantung pada usaha kita, karena Allah sajalah yang berkuasa untuk melapangkan atau menyempitkan rezeki hamba-hambaNya sesuai kehendakNya. Dengan melatih syukur, kita akan sadar jika rezeki itu tidak terbatas pada materi, senantiasa pandai mengambil hikmah dengan terus berprasangka baik kepada Allah. Ketika kita merasa sempit tapi di sisi lain badan kita sehat, masih ada nasi hangat berikut sambel tempe dan mentimun, saat kita santap rasanya nikmat, kita pun bahagia. Ketika kita pandai bersyukur, kita akan mudah merasa puas dengan apa-apa yang kita miliki, sehingga akan lebih mudah mengendalikan keinginan untuk belanja berlebihan atau pada barang-barang yang tidak penting. Rasa syukur menjadikan kita lebih bisa menghargai uang sehingga akan lebih bijak mengelolanya. 

Dan yang ketiga adalah sadar akan value diri kita sendiri. Kita hidup punya tujuan, kita hidup juga punya mimpi. Fokuslah pada apa yang bisa kita usahakan untuk mewujudkan semua itu, bukan menurut kemauan orang lain atau orang-orang di sekitar kita. Semisal orang lain sudah sering gonta-ganti mobil, sementara mobil kita masih itu-itu saja. Tapi di sisi lain kita sadar jika investasi untuk aset produktif seperti membangun kontrakan/ruko jauh lebih penting untuk masa depan. Tak selamanya kita muda, tak selamanya juga kita mau menghabiskan seumur hidup hanya dengan bekerja. Maka, kita tak perlu rendah diri jika mobil kita tak pernah ganti namun di sisi lain, kita sudah menyiapkan sesuatu yang jauh lebih penting. 

Value diri kita bukan terletak pada mobil yang kita kendarai, tapi pada kemandirian finansial yang sedang kita usahakan dan bangun sendiri. Menghargai kerja keras kita saat ini dengan menunda kesenangan sementara demi pengeluaran yang lebih manfaat. Jika bukan kita yang bijak mengelolanya, siapa lagi?

Maka, bergayalah di bawah kemampuan kita, tak perlu risau dengan penilaian manusia, asah terus rasa syukur kita, dan hargailah value diri kita dan terus bangun ke arah yang positif termasuk dalam hal kemandirian finansial. Jangan pernah malu bekal makanan disaat yang lain jajan, selain lebih hemat juga lebih sehat lho. Tak usah malu juga jika baju itu-itu saja, yang penting selalu bersih dan rapi. Lebih baik terlihat sederhana tapi segala kebutuhan tercukupi, tetap bisa holiday dan makan di luar selagi tidak berlebihan. Daripada terlihat kaya tapi kenyataannya sebaliknya?? Belum lagi pusing dengan hutang yang ada dimana-mana. Na'udzubillah tentunya. Maka, jangan pernah malu terlihat sederhana.

4. Sisihkan Tabungan di Awal

Ya, menyisihkan tabungan itu di awal bukan di akhir dari sisa-sisa anggaran. Jumlahnya cukup disesuaikan sesuai kemampuan. Idealnya adalah 20% dari total penghasilan kita. Namun untuk di awal, mulai saja dulu dari 10%. Yang penting kuncinya adalah konsisten dan bertanggung jawab (dalam artian tidak bermudah-mudah menggunakan uang yang ditabung di luar peruntukannya). 

Menabung itu memang terdengar sepele, tapi peribahasa sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, itulah yang membuat bernilai. Jika 1 anak sedari lahir, kita alokasikan menabung 100ribu saja setiap bulannya, ke depan tentu akan sangat meringankan kita orangtuanya saat mereka menjajaki jenjang sekolah. 100 ribu dikali  7 tahun pertama = 8,4 juta (bekal masuk SD, termasuk beli tas, sepatu dan perlengkapan lainnya, lalu selebihnya bisa dimasukkan lagi ke tabungan persiapan SMP). Lanjut lagi 100 ribu dikali 5 tahun berikutnya = 6 juta, saat SMP & SMA bisa kita upgrade lagi menjadi 200 ribu per bulannya, tentunya akan sangat meringankan orangtua itu sendiri. Tapi sayangnya seringkali belum terpikirkan oleh kebanyakan orangtua. Bagaimanapun juga memberikan pendidikan yang baik adalah kewajiban para orangtua. Maka, persiapan matang juga perlu dilakukan, bukan sekedar ala kadarnya.  

5. Tak Lupa Sedekah

Berapa prosentasenya? 2,5%-10% atau sesuai kemampuan. Meskipun pada kenyataannya, para sandwich generation menganggarkan lebih untuk itu. Yang penting, kita bisa mengelola yang lainnya dengan baik, tidak terlalu sedikit tidak juga berlebihan.

Secara fisik, dengan sedekah harta kita memang berkurang. Tapi tidak demikian dengan matematika Allah. Namun, kita tetap tidak boleh gegabah dalam bersedekah. Terlalu pelit jangan, terlalu berlebihan sampai-sampai tidak memikirkan masa depan dirinya dan keluarganya sendiri juga tidak dibenarkan. Segala sesuatunya butuh ilmu. Maka bertanyalah pada ahlinya terkait hal ini. Yang jelas, dengan sedekah rezeki kita justru akan semakin berkah, hadir rasa bahagia karena bisa membantu sesama, wujud syukur kita atas kebaikan-kebaikan yang sudah Allah berikan. Bahkan sedekah juga bisa menjadi penangkal keburukan dan obat bagi yang sakit, tentunya dengan ridha Allah semua terjadi.

Saya sendiri berprinsip, "Lakukan yang terbaik untuk masalah dunia seakan-akan hidup kita masih lama, ikhtiar agar tidak menyusahkan atau bergantung pada manusia. Dan lakukan juga yang terbaik untuk akhirat (ibadah kepada Allah dan tidak berbuat syirik, berbuat baik kepada manusia, hewan, menjaga alam, dsb), seakan-akan kita esok sudah tiada".

Semoga Allah mudahkan selalu semua urusan kita. Insyaa Allah siapa yang bersungguh-sungguh pasti bisa. Kalau kata orang Jawa, "Witing mulyo jalaran wani rekoso". Yang artinya siapa pun yang mau bersusah payah, pada akhirnya akan mendapatkan kemuliaan. Dengan izin dan pertolongan Allah tentunya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun