Mohon tunggu...
Feenda Sekar Dawasti
Feenda Sekar Dawasti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bismillah

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga NIM 20107030096

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Beauty Privilege, Fisik Menjadi Aspek Terpenting dalam Diri

8 Juni 2021   23:00 Diperbarui: 8 Juni 2021   23:16 1037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak sekali cuitan atau postingan orang-orang yang mengatakan bahwa "jadi orang yang cakep itu enak, hidupnya mudah, masalah berkurang, dan apapun terlihat mudah" hanya karena wajahnya yang cantik atau tampan. Sebelum membahas beatuy privilege, akan lebih masuk akal jika membahas tentang privilegenya terlebih dahulu.

Di dalam suatu masyarakat pasti ada yang namanya inequality atau ketidaksetaraan dan dasarnya atau landasannya itu bermacam-macam, bisa karena ekonomi, ras tertentu, gender tertentu, agama, bahkan orientasi seksual tertentu. Lalu akhirnya di dalam dinamika ini ada orang-orang yang mendapatkan keuntungan cuma-cuma hanya karena statusnya punya kuasa yang lebih besar di konteks sosialnya.

Privilege yang paling sering kita dengar yaitu male privillege, white privilege, class privilege, muslim privilege, dan jika ada yang diuntungkan dari suatu sistem yang tidak setara sudah pasti akan ada orang-orang yang dirugikan atau diopresi dan biasanya orang-orang yang dirugikan ini akhirnya akan lebih sensitif dan lebih aware soal ketimpangan tersebut. Contohnya bipoc atau black, indigenous and people of color mereka akan lebih aware terkait rasnya mereka sendiri dan soal isu rasisme. 

Lalu orang yang queer atau non binary mereka akan lebih aware terkait soal gender dan seksual orientasinya dibandingkan dengan orang yang heterogen. Dan perempuan akan lebih aware  terhadap gendernya, kemudian soal isu patriarki dan isu feminisme dibandingkan laki-laki. Tetapi semakin mainstream diskusi privilege itu akan makin baik, karena orang-orang akan jadi lebih sadar dan tidak akan meremehkan, lalu akhirnya mereka juga bisa membongkar sistem yang timpang tersebut. Karena memang ketidaksetaraan itu bisa berkembang karena orang-orang yang diuntungkan dari sistem ini, dia terus-menerus melestarikannya.

Banyak studi yang membuktikan bahwa memang ada karakteristik fisik yang hampir semua orang setuju jika cantik maupun tampan termasuk kategori cakep. Sebagian orang lebih prefer terhadap orang yang cakep, hal ini berhubungan dengan kesehatan dan kesuburan. Jadi berhubungan dengan dua hal yang paling penting untuk melanjutkan eksistensi manusia dimuka bumi ini. 

Fitur atau karakteristik pada laki-laki dan perempuan yang dianggap attractive itu bisanya pertanda bahwa orang tersebut lebih kuat dan lebih sehat. Contohnya, laki-laki dianggap lebih sehat jika dia punya level testosteron yang tinggi dan biasanya laki-laki ini memiliki fitur wajah yang kita anggap ganteng atau tampan. Begitu juga dengan perempuan, mereka dianggap lebih subur jika level esterogennya lebih tinggi. Perempuan seperti ini biasanya memiliki fitur yang kita anggap atrractive, contohnya kulit lebih mulus atau tulang pipinya lebih tinggi.

Orang-orang yang memiliki daya tarik memang intinya hidup mereka lebih enak di berbagai aspek, karena mereka dianggap lebih pintar, memiliki personality yang lebih bagus, lebih mampu, lebih mudah mendapatkan pasangan, dalam berkarir pun orang yang lebih cakep lebih mudah mendapat pekerjaan dan digaji lebih tinggi. Padahal jika berdasarakan studi, mereka tidak lebih pintar, tidak lebih produktif, ataupun tidak lebih mahir daripada yang tidak cakep. Namun karena orang yang cakep itu biasanya memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi, dan akhirnya mereka terlihat lebih kompeten.

Secara umum, orang cakep memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, mereka diperlakukan lebih baik dari kecil, mereka juga mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari orang-orang sekitarnya, dan lebih dimengerti, hingga akhirnya itu semua bermanifestasi ke dirinya dan berpengaruh ke overwellbeing nya dia, jadi beauty privilege itu memang ada.

Tetapi layaknya isu sosial lain, beauty privilege ini sebenarnya tidak berdiri sendiri, dia intertwine dengan isu-isu lain. Di masyarakat umum yang dianggap lebih cantik adalah orang yang berkulit putih, untuk tiap-tiap negara colorism itu unik ada yang akarnya sudah dari zaman dinasti kuno seperti negara Cina atau Korea, dan ada juga contohnya seperti di Amerika Serikat, orang yang tubuhnya sempurna lebih di consider cantik ataupun ganteng, dan orang yang memiliki difabelitas banyak mendapatkan stigma, kemudian juga orang kurus lebih dianggap cantik daripada orang yang gemuk.

Stereotip gender juga berhubungan dengan beauty privilege, perempuan akan dianggap lebih cantik jika dia feminim dan laki-laki dianggap lebih ganteng jika dia maskulin, orang transgender pun sering kali diangap tidak sesuai dengan beauty standard. Misalnya si transmania ini masih terlihat fitur perempuannya, jadi dia terlalu feminim untuk dianggap sebagai laki-laki yang ganteng. Begitupun sebaliknya, perempuan yang transgender dia masih terlihat maskulin dan dia tidak dianggap cantik. Dan yang di consider cakep biasanya lebih muda.

Secara umum jika membicarakan soal privilege, pendekatan kita juga tidak bisa terlalu absolut, kita tidak bisa pukul rata bahwa si individu ini hidupnya akan enak terus dan mudah hanya karena wajahnya enak dilihat. Poin penting dari privilege ini adalah konsep interseksionalitas, yaitu seorang manusia memiliki berbagai identitas dan setiap identitas tersebut dia berinteraksi satu sama lain. 

Contohnya, beauty privilege itu akan berpengaruh ke semua orang, baik perempuan maupun laki-laki, dan diantaranya mereka bisa mendapatkan dampaknya, tetapi pengalaman si perempuan cantik dan pengalaman si laki-laki ganteng itu bisa beda, karena jika dilihat dari aspek gendernya mereka dalam tatanan masyarakat sekarang, laki-laki lebih ada diatas. 

Pengaruh beauty privilege ini juga lebih besar ke perempuan karena secara umum, perempuan lebih sering dijudge penampilannya dan juga sering di objektifikasi. Laki-laki jika wajahnya tidak terlalu tampan masih bisa ditolerir apalagi jika tajir, begitu juga dalam konteks ras misalnya di Amerika Serikat ada POC (Personal of Color) dia ganteng lalu dibandingkan dengan white guy yang wajahnya biasa saja, dan yang mendapatkan privilege tetap saja yang white guy karena masyarakat mereka standarnya masih white.

Pretty privilege tidak selalu memberikan dampak positif, adapun dampak negatifnya seperti, orang lain memiliki ekspektasi berlebih terhadap orang yang atrractive atau memiliki daya tarik. Perempuan yang selama dia tumbuh selalu dikatakan cantik, kemudian akan berpikir bahwa fisiknya adalah aspek terpenting dari dirinya. Jadi yang tidak memiliki beauty privilege, stop untuk insecure karena ketakutan itu diri kita sendiri yang membuatnya dan tidak perlu takut, cukup tunjukkan kemampuan terbaik kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun