Lalu Bapak Syaifullah Agam ini menyatakan
" Gedungnya ( rumah tutur) dikasih kementerian keuangan. Lalu kita bikin pilot project dengan membangun creative space atau  creative hall yang bisa menjadikan tempat pengembangan kreativitas secara mandiri" kata bapak Saifullah Agam ketika diwawancara oleh Gatra.com di kawasan Senayan, Jakarta pada hari Selasa 23 Agustus.
Keberadaan rumah tutur ini diharapkan mampu mengoptimalkan pemanfaatan aset negara untuk mendukung pemberdayaan ekonomi yang kreatif secara jangka panjang. "Jadi kita mau bikin skema ini supaya ada creative space yang mendorong ekosistem ekonomi kreatif tumbuh". Tetapi pengelolaannya bisa berjalan secara mandiri.
Salah satu targetnya yang dibidik dari keberadaan rumah tutur yakni kebudayaan ekosistem story nomics yang akhirnya akan mendorong penciptaan hak keyakinan intelektual dan inkubasi kreatif dalam mengembangkan produk unggulan. Penanaman rumah tutur ini juga didasarkan pada fondasi kuat bangsa Indonesia yang lekat dengan budaya lisan.
 " Lalu kenapa sih namanya rumah tutur? Karena tutur itu kan artinya cerita, di Indonesia itu kuat banget seni tutur. Dan wayang itu seni bertutur, gurindam, pantun dan hampir semua seni bercerita. Tetapi itu sudah hampir hilang, siapa sih sekarang yang masih suka wayang, paling orang-orang lama" Bapa Syaifullah menjelaskan.
Sebab itu, pihaknya berinisiasi membangun komunitas yang membudayakan seni bertutur. "Seni bertutur kita itu sudah banyak, masing-masing daerah juga punya. Cari situ kita angkat dalam program The house of story telling atau rumah bercerita. Jadi, disini kita mau angkat cerita-cerita yang kuat dari daerah atau bisaurban legend yang membantu menjaga karakter bangsa, ucapnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H