Mohon tunggu...
Fedro Septian Dwi Putra
Fedro Septian Dwi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Universitas Bengkulu

Hello! My name is Fedro Septian Dwi Putra, I am an International Class student Majoring in Accounting, University of Bengkulu. I made this article assignment to complete the Mid-term Exam for the Economic and Business Law subject which was taught by our beloved lecturer, Dr.E Novita Sari, S.E.,M.Si.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Di Kala New Normal Belanja Online Kian Diminati, Siapa yang Terkhianati?

19 November 2020   09:59 Diperbarui: 23 November 2020   16:03 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source image : shopee.co.id

Dengan meningkatnya perubahan perubahan metode masyarakat didalam berbelanja tersebut ternyata bukan hanya berdampak positif saja melainkan juga terdapat dampak negatif yaitu khususnya apabila kita berbicara mengenai hukum mengenai e-commerce tersebut. 

Dengan  ditandai banyaknya permintaan masyarakat dalam berbelanja online, maka para seller dadakkan pun bermuculan yang siap memenuhi permintaan besar masyarakat tersebut. Banyak sekali para produsen yang dirugikan, yaitu mulai dari masalah mengenai hak cipta hingga branding yang menyelimut e-commerce tersebut. Pasalnya, banyak sekali sekarang ini e-commerce yang masih menjajal mulai dari barang yang menjual barang KW/ palsu, dan menjual barang yang melanggar hak cipta seperti memperdagangkan buku palsu hingga menjual kaset bajakan dan sebagainnya.

Source image : shopee.co.id
Source image : shopee.co.id

Bayangkan seperti yang kita ketahui harga tas Louis Voitton (LV), GUCCI, Hermes yang harganya puluhan hingga ratusan juta, di salah satu lapak e-commerce hanya dibanderol dengan harga ratusan ribu saja yang mana hal tersebut tidak bisa dipungkiri lagi sudah jelas bahwa barang tersebut hanyalah barang imitasi atau KW. 

Menurut data yang dikeluarkan MIAP, dalam kurun waktu 5 tahun, jumlah pemalsuan produk tercatat meningkat hingga 1,5 kali lipat. Jika pada tahun 2010 lalu kerugian negara akibat aksi pemalsuan mencapai Rp43 triliun, pada tahun 2014 hingga 2015 kerugian diperkirakan meningkat mencapai angka Rp65,1 triliun.

Dari hasil penelitian MIAP, pasar barang palsu yang terseba luas di Indonesia adalah tinta printer. Pasarnya mencapai setengah dari total pangsa pasar tinta printer atau 49,4%. Selain itu, pakaian palsu juga menjadi salah satu yang banyak membanjiri pasar dalam negeri. Dari total pakaian yang dijual di pasar, sekitar 38,9% diantarnya diduga palsu atau imitasi. Selain itu juga, terdapat barang-barang kulit yang palsu. Persentasenya menurut MIAP mencapai 37,2%. Diikuti oleh peranti lunak atau programming palsu yang pasarnya mencapai 33,5%. Kemudian, ada juga produk kosmetik palsu yang mencapai 12,6%.

Tak hanya barang tersier atau yang berkaitan dengan gaya hidup, barang primer, seperti makanan dan minuman kerap dipalsukan dan dapat ditemui di Indonesia. Survei MIAP menunjukkan, makanan dan minuman palsu ini mencapai 8,5%. Ironisnya, salah satu produk palsu yang beredar di dalam negeri adalah obat-obatan dengan persentase mencapai 3,8% dari all out pasar obat di Indonesia. Kenyataan ini tentu sangat berisiko bagi kesehatan penggunanya.

Menurut Sekjen MIAP Justisiari P. Kusumah, barang KW adalah barang-barang palsu atau barang-barang yang menggunakan merek-merek orang lain tanpa persetujuan atau sepengetahuan pemilik merek yang sebenarnya. Diakuinya, kehadiran MIAP sendiri tercetus akibat adanya fenomena barang palsu di pasaran yang sudah sejak lama terjadi.

Namun, apabila kita berbicara mengenai Hak Kekayaan dan Intelektual atas barang branded tersebut pasti telah dilindungi secara hukum, lantas mengapa barang replika tersebut masih beredar luas di e-commerce yang mana apabila kita berbicara mengenai hukum, jelas barang kw tersebut melanggar hukum dan merugikan banyak pihak. Bayangkan, seperti kita seperti produk  LV, GUCCI, Hermes kw tersebut sekarang ini dimaklumi oleh masyarakat walaupun sebenarnya ada norma yang tak sengaja atau mungkin sengaja mereka langgar.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU MIG”). Mengenai perdagangan dan penyebaran barang replika/ KW  yang mana didalam pasal 100 – 102 UU MIG mengatur tentang tindak pidana mengenai merek.

Pasal 100 UU MIG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun