Mohon tunggu...
Feby Dwi Sutianto
Feby Dwi Sutianto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang pembelajar dan suka terhadap hal baru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sutan Sjahrir dan Sejarah Diplomasi Indonesia

2 Mei 2011   07:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:09 5809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia merupakan negara demokrasi yang berlandaskan UUD, pada pembukaan UUD 45 secara jelas Indonesia menentang dan menolak segala bentuk penjajahan atau invansi satu negara ke negara lain. Sehingga hal tersebut yang mendorong Indonesia untuk secara aktif dan tanpa terikat dengan pihak yang bertikai untuk terlibat dalam penyelesaian masalah. Tetapi itu hanyalah kisah yang sudah lama dan bak musim kemarau yang terjadi pada diplomasi luar negeri kita saat ini. Yakni hilangnya arah dan ruh politik diplomasi luar negeri bebas aktif Indonesia. Ketika suatu bangsa melakukan penindasan dan invansi terhadap bangsa lain atau persengketaan antara dua negara sahabat, bangsa kita hanya bisa terdiam dan hanya sebatas melakukan protes semata. Jarang dan sedikit sekali ditemui tindakan riil seperti diplomasi atau melakukan mediasi terhadap negara-negara yang bersengketa. Malahan kita terkesan lemah dan tampak membiarkan konflik itu terjadi. Disamping hal yang paling menyakitkan ketika lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan dari wilayah NKRI. Inilah kondisi dimana sebuah arah dan ruh dari politik diplomasi bebas aktif itu mati suri. Politik diplomasi luar negeri bebas aktif ini, pada awalnya dicetuskan oleh salah satu founding father Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Sutan Sjahrir, pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat 5 Maret 1909 ini, memang dikenal sebagai seorang pria yang cerdas, kritis, diplomatis, mengusai berbagai bahasa asing dan memiliki pertemanan internasional yang luas. Sutan Sjahrir merupakan Perdana Menteri pertama Indonesia dan seorang diplomat yang muda dan handal. Bak kawan sejati, Sutan Sjahrir dan Diplomasi adalah satu kesatuan yang kuat melekat. Dia merupakan sosok tokoh nasional dan pejuang kemerdekaan yang lebih mengedepankan diplomasi daripada aksi kekerasan atau militer dalam setiap perjuangan maupun penyelesaian masalah. Dia terlibat dan berperan sangat besar dalam pencentusan dan perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Tetapi Sutan Sjahrir lebih memilih tidak hadir pada detik-detik proklamasi Indonesia karena dia lebih memilih berdiplomasi yakni dengan mengumandangkan dan menginformasikan kemerdekaan Indonesia ke dunia Internasional. Sejarah diplomasi Indonesia pernah mencatat diplomasi yang hebat yang dilakukan oleh Sutan Sjahrir yakni ketika India mengalami gagal panen dalam sekala besar. Kemudian Sutan Sjahrir atas nama pemerintah Republik Indonesia memberikan bantuan kepada India dengan mengirimkan bantuan beras dengan tujuan menginformasikan kepada dunia Internasional bahwa Indonesia ialah negara yang berperikemanusiaan dan peduli terhadap negara tetangga. Beliau saat itu, sebagai wakil Indonesia sangat bersimpati terhadap bencana pangan yang menimpa India. Saat itu Indonesia mengirimkan 500 ribu ton beras ke India. Padahal saat bersamaan Indonesia sedang memperoleh blokade ekonomi dari Belanda, sehingga berbagai aktivitas yang terkait ekspor atau impor barang tidak dapat dilakukan tanpa seijin Belanda. Tetapi apa dikata, karena India akan merdeka dan berada dibawah perlindungan Inggris. Belanda tidak biasa berbuat apa-apa, sehingga berawal dari itulah hubungan Indonesia dengan India semakin erat serta Indonesia semakin dikenal di dunia internasional. Bantuan beras tersebut kemudian dikenal dengan istilah Diplomasi Beras. Selain diplomasi beras ada kisah lain tentang diplomasi yang menjadi loncatan besar bagi dikenal dan diakuinya Indonesia pada dunia Internasional yakni ketika terjadinya perundingan Linggarjati I. Saat itu beliau sebagai ketua perundingan bersama tiga anggotanya yakni Mohammad Room, Sosanto Tirtoprodjo dan doktor Soedarsono. Peran beliau dalam perundingan Linggarjati sangat penting yakni sebagai ketua perundingan bagi Indonesia. Dari hasil perundingan tersebut, kemudian berbagai kalangan mengecam karena Indonesia hanya diakui secara de facto yakni Pulau Jawa, Sumatera dan Madura. Tetapi jika dikaji lebih dalam, Sutan Sjahrir sangat lihai dan cerdik dalam bernegosiasi. Karena dia memahami bahwa untuk memperoleh pengakuan secara internasional Indonesia harus memperoleh pengakuan dari Belanda. Karena waktu itu, Belanda tidak sedikitpun mau untuk mengakui wilayah Indonesia dan dia juga menambahkan pasal arbitrase tentang konsekuensi terhadap pelanggaran perjanjian, yang dimana akan diajukan kepada Dewan Keamanan PBB. Pasal arbitrase tersebutlah, yang terbukti ampuh ketika Belanda melakukan agresi militer ke wilayah Indonesia. Kemudian Indonesia mengajukan permasalahan tersebut ke Dewan Keamanan PBB. Sementara itu, Sutan Sjahrir kembali memimpin delegasi Indonesia untuk mengahadiri sidang pada tanggal 14 Agustus 1947 di Lake Success, Amerika Serikat. Dia disana melakukan pidato mengenai runtutan permasalahan yang terjadi secara sistematis dan jelas. Itulah batu loncatan terbesar yang kemudian membuat Indonesia dikenal secara luas pada kancah Internasional yakni sebagai negara muda yang berdaulat. Sutan Sjahrir sebagai seorang diplomat dan juga Perdana Menteri berpinsip untuk tidak mau terjebak dalam gejolak politik dunia yang berkembang saat itu, yakni komunis, liberal dan agama. Sehingga hal tersebut membuat Indonesia dapat secara bebas melakukan diplomasi tanpa harus terjebak dalam ideologi dan kubu-kubu yang ada serta dengan penampilan beliau yang terkesan seperti orang barat dan rapi, sehingga diplomasi yang dilakukan oleh Sutan Sjahrir mejadi lebih mudah. Saat ini, sedikit sekali masyarakat Indonesia yang mengenal sosok Sutan Sjahrir, apalagi kaum muda. Politik diplomasi luar negeri bebas aktif yang dibangun oleh beliau pun, saat ini seperti oase di padang pasir. Sehingga Indonesia sangat membutuhkan dan merindukan diplomat-diplomat muda yang handal dan berkualitas seperti Sutan Sjahrir. Sehingga sudah saatnya Indonesia kembali lagi menuju dan mengiplementasikan Politik Diplomasi Bebas Aktif secara progresif. Tanpa terjebak dan takut mengambil suatu tindakan.

Purwokerto, 2 Mei 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun