Memiliki hati yang penuh dengan cinta dan kepedulian sedemikian kuat dapat menjadi sebuah berkah, pula menjadi sebuah kutukan-tergantung bagaimana cara kita memandangnya. Tentu akan  terasa sangat melelahkan. Namun jika kembali diberikan pilihan, saya akan tetap memilih untuk bisa menjadi pribadi yang perasa, agar saya mudah terhubung secara emosional dengan manusia lainnya. Â
Terlepas dari itu, menurut saya tidak semua orang memiliki intensi untuk melukai hati orang lain. Barangkali mereka tidak peka hanya karena mereka, atau lingkaran terdekatnya, belum pernah mengalami titik yang sama. Karena butuh banyak sekali pemahaman untuk bisa memahami sepenuh hati makna sesungguhnya dari empati.
Kita sebagai manusia telah dianugerahi bermacam 'perangkat' untuk mengatasi berbagai persoalan yang kita hadapi di setiap hari. Salah satu perangkat itu adalah empati atau kemampuan emosional untuk mengerti dan memahami apa yang orang lain rasakan. Empati bisa dijadikan sebagai kunci untuk menengok kembali kemanusiaan kita.
Dalam kehidupan penuh hara -- huru ini, wajar jika kita merasa lelah. Beragam persoalan, mulai dari impian yang terbentur realitas, hasil kerja keras yang tak sesuai ekspektasi, hingga rasa muak dengan kehidupan itu sendiri adalah beberapa contoh yang tak jarang malah membunuh nilai kemanusiaan itu sendiri. Kita lantas meratapi nasib seakan menjadi manusia yang paling sial di dunia ini.
Namun, dunia perlu lebih banyak manusia yang mau membangun empati sebagai fondasi kuat dalam diri sendiri. Di balik semua nya yang selama ini kita anggap remeh, ada mereka yang butuh didengar dan butuh tempat bersandar karena tak tahu harus lari ke mana. Sekalipun bukan tugas kita untuk menyelesaikan permasalahan, ada banyak hal yang bisa kita lakukan selain hanya diam dan tak mengulurkan tangan.
Karena dengan empati, kita dapat merasa dan mengindentifikasi diri kita ke dalam perasaan dan pikiran orang atau kelompok lain. Sederhananya, lukamu adalah lukaku. Maka, untuk bisa tetap berdiri dan saling mengobati, saya harap empati selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kemanusiaan kita di lubuk hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H