Dengan tergopoh-gopoh ia muncul di depan pintu sambil membawa barang belanjaan, sepertinya ibuku baru saja datang dari warung.Â
Ia keluarkan semua isinya, kulihat ada Beras, Sayur Bayam, Ikan Pindang, Tempe, Tahu, dan segala tetek bengek perdapuran yang dibalut kertas putih.Â
Dengan segera ia bergulat dengan mereka, membersihkan beras untuk kemudian mendudukkannya di singgasananya, Magicom. Memetik Sayur Bayam untuk kemudian diolahnya menjadi sayur andalan keluarga. Memotong Ikan Pindang, Tempe, Tahu untuk kemudian disulapnya menjadi lauk yang menggiurkan lidah. Tak lupa ia ternyata juga menambahkan sambal.Â
Makanan itu telah tertata rapi di atas meja makan, menunggu tuan-tuannya menjamahnya.Â
"Namun Ibu, kenapa Ibu tak kunjung makan?"
Ia beralih ke ruang keluarga, ditatapnya kondisi ruangan yang tak semestinya, begitupun ruang tamu. Tanpa banyak berkata-kata, ia mengambil sapu dan alat pel membersihkan ruangan-ruangan itu.Â
Meskipun aku tak pernah mendengar keluhan ibu, namun dapat aku lihat guratan lelah di wajahnya. Ibuku yang baik, Ibuku yang hebat. Tanpa pamrih ia memberikan pelayanan terbaik untuk keluarganya.Â
"Assalamu'alaikum, Ibu aku lapar" itu suara adikku, sepertinya ia baru saja pulang dari sekolah.Â
Malam semakin larut, dengan membawa kain Sprei baru, ibu masuk ke kamarku.
Apakah ibu tidak lelah? Telah melakukan banyak hal dari pagi hingga sore hari, namun masih menyempatkan diri untuk masuk ke kamarku hanya untuk mengganti kain Sprei di kasurku.Â
Kasur yang terlihat tak pernah dijamah oleh manusia.