Mursid tergelak. Tapi, ia tergerak untuk menceritakan masalahnya pada Naura. Seluruh beban pikirannya seolah lenyap saat ia selesai bercerita.
“Kalau menurut aku sih, sebaiknya Ayah tidak menandatangani permohonan rekomendasi alih fungsi hutan itu. Bahaya lho. Bisa-bisa Ayah masuk penjara karena telah melanggar Undang-undang,” saran Naura, mahasiswi semester dua di Fakultas Hukum.
“Tapi, kalau Ayah tolak keinginan Pak Bupati, bisa-bisa Ayah kehilangan jabatan.”
“Biarin aja nggak punya jabatan. Yang penting Ayah tetap jadi PNS.”
“Kalau nggak punya jabatan, penghasilan Ayah akan berkurang dalam jumlah besar. Memangnya kamu bisa makan sederhana? Kemana-mana naik angkot? Nunggak bayaran kuliah karena Ayahmu ini kehabisan uang?”
Naura terdiam beberapa saat. Keningnya berlipat-lipat. “Hm, bingung juga ya? Bagaimana menurut Ayah sendiri?”
“Ayah akan menandatangani permohonan rekomendasi itu. Menurut Pak Bupati, rekanan kami adalah orang dekatnya RI-1. Nggak mungkin penegak hukum berani menindak mereka. Mudah-mudahan bisnis kami aman dan lancar.”
“Amin. Semoga sukses, Yah. Kapan penandatanganannya?”
“Nanti sore. Sekalian buka bersama di restoran langganan kami.”
“Ikut dong, Yah,” kata Naura, iseng.
Mursid pura-pura cemberut. “Idih, nggak puasa kok mau ikutan buka bersama?”