Mursid bertopang dagu di atas meja kerjanya. Pikirannya mengembara tak tentu arah. Kitab Bulughul Maram yang semula hendak ditelaahnya, terbuka begitu saja. Ia mengabaikan hari-hari penuh pengampunan yang hendaknya diisi dengan amal shaleh. Misalnya bersedekah atau menuntut ilmu bermanfaat.
Nada dering ponselnya terasa menusuk gendang telinga. Ia malas menerima telepon darinya. Lelaki kecil berambisi besar yang menguasai seantero kabupaten.
“Mursid, kemana aja sih? Kenapa baru diangkat?” Suara berat Penguasa Kabupaten mengandung amarah.
“Ma...maaf Pak, saya baru selesai Dhuha.” Mursid terpaksa berbohong. Lenyaplah pahala berpuasanya hari ini.
“Ya sudah. Bagaimana keputusanmu?”
“Hm...saya masih belum bisa memutuskan.”
Penguasa Kabupaten tertawa sumbang. “Sayang sekali. Menurut saya, kamu berpotensi jadi Sekretaris Daerah. Tentunya bila kamu menuruti saran saya.”
“Besok saya akan membuat keputusan.”
“Keputusannya harus hari ini. Ingat Mursid, CV itu milik orang dekatnya RI-1. Kalau kita memfasilitasi mereka, insya Allah masa depan kita cemerlang.”
“Ya Pak, hari ini saya akan membuat keputusan.”
“Oke, nanti sore kita akan berbuka bersama di tempat biasa. Semoga saat itu kamu sudah bisa ambil keputusan. Assalamu’alaikum.” Penguasa Kabupaten mengakhiri percakapan telepon.