DIBERHENTIKANNYA Profesor Muladno sebagai Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bukanlah kenyataan yang mengejutkan. Dilihat dari berbagai kejadian belakangan, sosok ini dinilai kerap berbeda pandangan dengan atasannya.
Sebagai dampaknya, peristiwa paling kentara adalah ketika Menteri Pertanian Amran Sulaiman memantau pasokan dan harga daging di lapangan. Muladno nyaris tidak pernah diikutsertakan dalam kegiatan tersebut.
Ada gelagat lain yang cukup menarik untuk diperhatikan. Dalam kunjungannya ke lapangan, sosok Nasrullah kerap bersama AS. Saat ini Nasrullah menjabai sebagai Direktur Pakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Nasrullah adalah anak buah Muladno. Besar kemungkinan, Nasrullah akan mengganti posisi Muladno sebagai Dirjen PKH.
Dicopotnya Muladno sebagai pejabat eselon 1 di lingkup Kementerian Pertanian mengundang pertanyaan. Pasalnya, beliau baru menjabat sebagai Dirjen PKH per tanggal 1 Juni 2015. Ia dipilih melalui lelang jabatan yang hasilnya dilaporkan kepada presiden. Sebagai pejabat pilihan presiden maka yang berhak meberhentikan adalah presiden. Perihal pemberhentian ini tampaknya mudah ditebak. Sehari sebelum dicopot, AS dipanggil ke istana untuk membicarakan soal pangan. Besar kemungkinan, pada pertemuan itu AS mengusulkan kepada presiden agar Muladno diganti.
Rumor yang beredar, pencopotan Muladno secara mendadak diduga akibat gagal menurunkan harga daging sapi selama Ramadan dan Lebaran. Jika dugaan ini benar, maka pemberhentian Muladno sebagai Dirjen PKH merupakan tindakan yang reaktif dan arogan. Harusnya alasan yang paling tepat untuk mencopot Muladno adalah jika program SPR gagal.
Saat proses lelang jabatan, program yang ditawarkan Muladno adalah membuat Sekolah Peternakan Rakyat atau yang disebut Sentra Peternakan Rakyat. Konsep SPR adalah mengembangkan peternak kecil untuk berkonsolidasi membentuk perusahaan yang dilakukan secara kolektif. Program ini telah berjalan sebelum beliau menjabat sebagai Dirjen PKH. Melihat ide SPR itu, Presiden Joko Widodo pernah berkomentar, “Kita dirikan SPR di seluruh Indonesia,” saat kunjungannya ke SPR di Banyuasin, Sumatera Selatan.
Membangun SPR itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. SPR dirancang untuk jangka panjang. Induk sapi yang dikawinkan hari ini tidak bisa langsung beranak besok. Ini membutuhkan proses panjang: pertama-tama membangun, mengorganisir, dan menyekolahkan peternak kemudian mengoptimalkan ternak.
Kiprah Muladno sebagai Dirjen telah berakhir. Namun, cita-citanya membangun peternakan rakyat masih bisa berlanjut. Bahkan, ia kembali bebas berjalan tanpa tekanan. Selamat kembali ke kampus, Prof. Ditunggu buku ketiganya "Realita di Luar Kandang III" yang pasti lebih seru dari buku sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H