Mohon tunggu...
Febri Zainuddin
Febri Zainuddin Mohon Tunggu... Guru - Magister Pengembangan Pendidikan Astronomi ITB

Guru Geografi SMA.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wisata Astronomi di Pulau Belitung dan Polusi Cahaya

24 September 2020   14:34 Diperbarui: 24 September 2020   15:45 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pentingnya Wisata Astronomi

Dalam mewujudkan sepuluh destinasi wisata prioritas atau yang dikenal sebagai 10 Bali baru, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan tahun 2016-2025 membangun Kawasan Strategis Khusus Pariwisata Pulau Belitung. Ditunjuknya Pulau Belitung sebagai destinasi wisata unggulan Indonesia semakin didukung oleh pemerintah baik pusat maupun daerah dengan menetapkan Pulau Belitung sebagai GeoPark dimana saat ini dalam status GeoPark Nasional dan sedang berupaya menuju UNESCO Global GeoPark.

Gubernur Kepulauan Babel, Erzaldi Rosman Djohan di sela sela pertemuannya dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa dalam peresmian Pusat Informasi Geologi di Kelapa Kampit Belitung Timur, Sabtu (5/9) mengatakan bahwa dalam mempersiapkan Geopark Belitong menjadi geopark internasional membutuhkan setidaknya 20 geosite, sedangkan hingga saat ini baru sebanyak 17 geosite yang sudah siap [1]. Selain harus memenuhi persyaratan utama ini, kriteria lain yang juga harus terpenuhi adalah pariwisata, sumber daya alam, edukasi, konservasi, dan beberapa kriteria lain yang akan direvalidasi setiap empat tahun sekali.

Sejalan dengan misi GeoPark Belitung menuju pengakuan dunia internasional, maka diperlukan suatu langkah jitu guna mencapai predikat sebagai UNESCO Global GeoPark, salah satunya adalah mengembangkan Wisata Astronomi (Astro Tourism) atau yang kemudian dikenal sebagai AstroWisata. Astrowisata merupakan suatu sinergi antara kepentingan ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, hiburan, dan kelestarian lingkungan yang berkaitan dengan pemahaman terhadap benda-benda langit. Sejalan dengan potensi pariwisata secara umum dalam mendorong tumbuhnya ekonomi masyarakat, astrowisata pun dapat memberi peran yang sama.

Siapa yang tak tertarik dengan astrowisata. Mari kita kilas balik saat Pulau Belitung mengadakan acara pengamatan fenomena benda langit Gerhana Matahari Total pada 9 Maret 2016 tepatnya di Kota Tanjung Pandan. Fenomena Gerhana Matahari Cincin ini ternyata mampu menaikkan tingkat hunian kamar hotel (Occupancy Rate) dari 33,3 % di bulan Maret 2015 menjadi 46,7 % di bulan Maret 2016 saat puncak gerhana Matahari Total namun di bulan Maret 2017 turun menjadi 41,2% [2].

Senada dengan hal ini, Sansan Arya Lukman Ketua ASITA Bangka Belitung kepada Tempo, Senin, 7 Maret 2016 menjelaskan tercatat 185 wisatawan asing yang datang terdiri dari 79 orang berasal dari Jepang, 68 orang dari Cina, 21 orang dari Belgia, 9 orang dari Amerika, dan 8 orang Singapura. Jumlah ini pun masih bertambah namun ASITA memutuskan menutup penawaran paket wisata gerhana matahari total karena kuota kamar hotel sudah penuh, Kendaraan wisata dan pramuwisata juga sudah habis dipesan [3].

Begitu besarnya animo masyarakat dengan peristiwa benda langit ini. Masih banyak fenomena lain yang bisa kita kaji dan amati seperti fase Bulan, Blood Moon Red Moon, okultasi dan konjungsi planet di tata surya, meteor, pasang surut laut, dan kajian asal muasal Batu Satam dalam perspektif astronomi.

Selain mampu meningkatkan jumlah wisatawan, pengelolaan astrowisata dapat mewujudkan visi Kepulauan Bangka Belitung yakni “SDM Unggul – Indonesia Maju”, menyediakan tenaga terdidik dan terlatih seperti astronom, komunikator sains khususnya astronomi, pemandu wisata, astrofotografer, serta agen wisata khusus serta membuka peluang lapangan kerja baru di area destinasi astrowisata. Usaha masyarakat setempat seperti bisnis penginapan, biro perjalanan, toko souvenir, dan kios kuliner pun turut bermunculan. Berbagai aktivitas ekonomi yang lantas bisa dijalankan pun kian mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, gagasan mengembangkan astrowisata berkelanjutan pun sangat sejalan dengan peningkatan kapasitas dan kualitas GeoPark Belitung.

Polusi Cahaya 

Menurut Dr. Chatief Kunjaya, M.Sc. dosen astronomi Institut Teknologi Bandung, ada beberapa kriteria umum dalam membangun astrowisata di suatu daerah diantaranya lahan yang cukup luas, tidak terganggu pohon atau gedung, kemudahan akses transportasi, aman dari kriminalitas, bencana alam, dan binatang berbahaya, serta yang terakhir tingkat polusi cahaya yang rendah [4].

Tingkat polusi cahaya yang rendah merupakan hal utama dalam Astrowisata saat pengamatan malam. International Dark-Sky Association mendefinisikan polusi cahaya sebagai "penggunaan cahaya buatan yang tidak tepat atau berlebihan". Itu bisa terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk silau, atau kecerahan yang berlebihan [5]. Tanpa langit gelap, kita tidak dapat menerima sinyal cahaya redup dari objek jauh di luar angkasa. Langit gelap merupakan sumber ilmiah yang sangat penting untuk memahami misteri alam semesta. Langit gelap juga bagian penting dari kekayaan alam dan budaya dari semua peradaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun