Mohon tunggu...
Febriyant Jalu Prakosa
Febriyant Jalu Prakosa Mohon Tunggu... Guru - Buruh Pengajar

Seorang pembelajar yang mencoba terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Membangkitkan Semangat (Yang Hilang)

12 Juli 2020   09:13 Diperbarui: 12 Juli 2020   09:16 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

I'm not half the man I used to be....

Penggalan lirik lagu terkenal ini mencerminkan kondisi yang acap kali dialami oleh manusia pada umumnya; terlebih, saat manusia terjebak dalam sebuah rutinitas yang menjauhkan mereka dari kebiasaan atau hal yang mendefinisikan identitas mereka. 

Rutinitas yang dimaksud bisa jadi melibatkan pekerjaan, kondisi lingkungan atau relasi yang terpaksa mereka jalani dan hadapi setiap hari, sehingga mereka merasa tumpul, tidak produktif, maupun hampa. 

The Secret Life of Walter Mitty adalah sebuah film yang mengangkat tema tersebut. Film berpusat pada -- tentunya -- Walter Mitty (Ben Stiller), seorang karyawan majalah Life yang mengurus setiap negatif film dari foto-foto yang dihasilkan oleh seluruh fotografer majalah Life; sungguh otentik. 

Majalah Life sendiri dicitrakan seperti majalah terkenal berinisial NG di kehidupan nyata yang mengulas tentang seluk beluk manusia dan alam semesta, sehingga foto adalah salah satu bagian terpenting -- jika bukan yang terpenting -- dari majalah Life. 

Dalam kisahnya, Walter memiliki rutinitas yang jauh berbeda dari masa remajanya yang doyan berpetualang: mendaki gunung (mungkin lewati lembah juga) serta main skateboard ke sana kemari. 

Alhasil, Walter menjelma menjadi pribadi yang kerap melamun, bahkan di momen-momen krusialnya, seperti ketika berbincang dengan Cheryl Melhoff (Kristen Wiig), wanita pujaan hatinya. Lamunan Walter ini sering membawanya ke dalam sejumlah masalah, baik kecil maupun besar. 

Kondisi semakin runyam bagi Walter kala majalah Life memutuskan untuk menghentikan peredaran edisi cetak mereka dan beralih secara penuh ke dalam platform digital yang berarti akan ada PHK besar-besaran, dimana divisi Walter adalah sasaran utama karena jauh dari kata digital. 

Seakan masih belum cukup, Walter pun kehilangan negatif foto dari cover edisi terakhir majalah Life yang diharapkan menjadi perpisahan manis Life dengan dunia media cetak. 

Sebagai catatan, negatif foto tersebut dikirimkan oleh fotografer no. 1 majalah Life, Sean O'Connell (Sean Penn), yang sangat susah dilacak keberadaannya. Demi memperoleh kembali negatif foto tersebut, Walter memutuskan untuk berpetualang mencari Sean dengan dibayangi deadline.  

The Secret Life of Walter Mitty memiliki kualitas tersendiri bukan hanya karena jalan ceritanya yang unik, tapi juga karena visual yang pastinya memanjakan mata penonton; namun, kualitas paling penting menurut saya adalah pelajaran yang dapat kita petik dari film ini. 

Seperti yang telah saya singgung di atas, sebagian besar manusia dewasa sering terjebak dalam rutinitas yang membuat mereka kehilangan api dalam diri mereka. 

Yang sangat disayangkan adalah saat merasakan kesesakan dan terjebak rutinitas, banyak manusia yang mengalami kejatuhan dan tak jarang kejatuhan tersebut membuat manusia lantas menyerah pada keadaan; hidup pun selamanya dalam penderitaan dan kesedihan. 

Film ini hendak mengajarkan kepada kita semua agar selalu berani menghadapi krisis yang tampak mustahil kita hadapi sehingga pada akhirnya dapat melihat keindahan yang ada setelahnya. 

Mengutip penggalan lagu favorit saya, "I've been moving mountains that I once had to climb...", kita juga pasti selalu memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal luar biasa yang kita pikir mustahil sebelumnya. 

Dalam petualangannya, Walter menemukan hal-hal baru yang menakjubkan dan bahkan sebelumnya ia sendiri tidak yakin bisa melakukan atau mengalaminya.

Sang Khalik sering kali mengizinkan permasalahan terjadi kepada kita justru untuk menunjukkan berbagai hal indah yang sudah Ia siapkan terlebih dahulu, khusus bagi kita. 

Kuncinya, kita harus mau berpikiran terbuka dalam menghadapi setiap krisis dengan memusatkan pola pikir pada kebahagiaan dan keindahan yang bisa kita capai setelahnya; niscaya, semangat dan gairah hidup kita akan bangkit kembali. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun