Tidak terasa AYD 7 di Indonesia sudah berlalu 3 bulan. Rasanya ingin kembali mengulang masa-masa yang sangat mengesankan itu. Untuk mengobati rasa kangen akan kenangan-kenangan itu, saya ingin menceritakan pengalaman berharga saya ketika mengikuti perayaan AYD tersebut. Sebenarnya ini lanjutan dari tulisan sebelumnya yang terpending cukup lama, hehehehe. Ditulisan sebelumnya saya bercerita tentang kegiatan selama DID, dan sekarang akan melanjutkan cerita selama di AYD's Venue.
1st Day - Coming Together as Multicultural Asia
Rabu 2 Agustus 2017 Â sekitar pukul 9 pagi kami yang berasal dari DID Keuskupan Agung Jakarta tiba di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Setelah turun dari kereta, para LO telah siap menjemput kami dengan membawa bendera bertuliskan angka yang menunjukan nomor kelompok masing-masing. Saya pun segera menghampiri bendera no 27 yang menjadi nomor kelompok saya. Setelah semua terkumpul kami segera menaiki bis yang sudah disediakan untuk menuju ke tempat penginapan.Â
Kurang lebih 30 menit berlalu akhirnya kami sampai pada tempat kami menginap yaitu di Universitas Sanata Dharma (USD), Paingan. Setiap kelas diisi oleh 15 orang peserta yang berasal dari Indonesia dan peserta yang berasal dari luar negeri di tempatkan di Hotel. Sesampainya di USD kami membereskan perlengkapan kami dan beristirahat sejenak.Â
Tepat pukul 13:00 kami semua bergegas menuju venue utama di Jogja Expo Center (JEC) yang berjarak tidak terlalu jauh dari USD. Saat tiba di JEC sudah ada ribuan peserta yang meramaikan gedung yang sangat besar tersebut. Kami duduk di tempat yang sudah ditentukan sesuai nomor kelompok bis.Â
Hari pertama di Jogja ini memiliki tema "Datang dan Berkumpul Bersama sebagai Masyarakat Asia yang Majemuk". Acara saat itu masih berupa hiburan-hiburan musik dan beberapa penampilan tarian di atas panggung sambil menunggu semua peserta tiba di JEC dan kemudian melakukan upacara pembukaan secara resmi. Sekitar pukul 4 sore tibalah saatnya misa pembukaan dimulai. Perayaan Ekaristi pembuka ini dipimpin langsung oleh Cardinal Patrick D'Rozario, C.S.C., bersama dengan konselebran para Kardinal dan para Uskup dari seluruh Asia.Â
Dalam homilinya, Cardinal Patrick D'Rozario menyampaikan bahwa perjumpaan ini menjadi sebuah ungkapan sukacita kaum muda di tengah keberagaman. Sukacita ini menjadi sebuah bentuk kesadaran bahwa Yesus senantiasa mencintai kaum muda. Melalui momen ini kaum muda mengemban misi kesaksian dalam kelemahan dan diutus untuk mencintai karena kaum muda telah dicintai.Â
Setelah misa selesai ada beberapa sambutan yang disampaikan oleh Gubernur D.I.Y. Dalam sambutannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X, selaku Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta berpesan untuk menaktualisasikan kebhinekaan menjadi nilai yang tak mudah usang oleh waktu. Kaum muda harus mampu menjadi pionir, mau bergaul dan belajar dalam situasi keberagaman. Ketika semua merayakan perbedaan maka perayaan itu akan menjadi sumber kemajuan.Â
Selanjutnya sambutan kedua disampaikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin yang mengatakan bahwa AYD menjadi ajang untuk memupuk sollidaritas. Kaum muda adalah agent of changeyang menjadikan kehidupan di dunia ini lebih baik. Sebagai penanda Asian Youth Day ketujuh resmi dibuka, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin, dan Mgr. Robertus Rubiyatmoko memainkan othok-othokyang diikuti oleh seluruh peserta. Othok-othok merupakan salah satu mainan tradisional dari Daerah Istimewa Yogyakarta, terbuat dari bambu dan menjadi cinderamata yang dibagikan ke seluruh peserta.
Teman-teman yang berasal dari luar negeri mengatakan bahwa mereka sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari peserta AYD dan sangat senang berada di Indonesia. Tidak sedikit diantara mereka yang berulang kali memuji Indonesia karena lingkungannya dan keramahan para penduduknya. Sayapun ikut bersyukur mendengarnya. Akhirnya waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, kami pun harus segera kembali ke penginapan kami masing-masing untuk beristirahat.