Mohon tunggu...
Didi Febriyandi
Didi Febriyandi Mohon Tunggu... -

memilih untuk berpihak itu mutlak dan pilihan mutlak ada pada rakyat yang ditindas. merdeka atau mati!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam Pluralis Indonesia (Cak Nur)

29 November 2012   18:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:28 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : Didi Febriyandi

Islam merupakan suatu agama. Sebagai agama, maka intinya ialah keyakinan. Tentang perlunya manusia akan suatu kepercayaan, apapun kemasannya tetap bahwa hidup ini tak mungkin tanpa keyakinan sama sekali. Adapun keyakinan yang benar menurut islam, disebut iman. Secara harfiah, berarti percaya maksdunya yang paling utama menyakini adanya Tuhan sebagai dasar kepercayaan manusia. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mempercayai di lisan dan berkata “Tuhan itu ada” namun manusia haarus mampu untuk menjiwai dan menaruh kepercayaan pada Tuhan. Dan hal ini bisa diwujudkan oleh adanya penghayatan menyeluruh akan sifat-sifat Tuhan.[1] Bagaikan pucuk bunga mawar putih yang mekar tidak akan pernah bisa layu sedikitpun menghiasi dunia itu gambaran sekilas islam Sebagai suatu agama namun tidak akan pernah mengetahui kehidupan ketika iman akal rasonalitas ilmu pengetahuan tidak menjadi landasan utama dalam memahaminya.

Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan berkeyakinan dan berpikir, Rasul pernah bersabda “sesungguhnya aku diutus membawa agama yang hanif dan mudah.” Kemudahan ini merupakan bentuk kasih sayang Tuhan kepada makhluknya.[2] Islam tidak terbatas pada pemberian hak kepada non-muslim untuk beribadah di tempat ibadah mereka, tetapi lebih dari iyu Rasulullah Saw. Bahkan mempersilakan rombongan Kristen melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi. Dan pemikiran yang terkenal dari nurcholish adalah ide tentang perlunya kebebasan berpikir, sehinggah memunculkan pikiran-pikiran segar yang mempunyai daya dobrak psikologis yang dapat merespon tuntutan-tuntutan segera, dari kondisi masyarakat yang terus tumbuh, baik dalam bidang ekonomi, politik maupun sosial. Menurutnya umat isam harus mampu mengambil inisiatif-inisiatif dalam pembangunan yang bersifat duniawi.[3]

Visi dari seorang cak nur adalah sikap keterbukaan yang harus disambut dengan keberanian untuk berubah. Umat Islam tidak perlu khawatir akan perubahan-perubahan yang selalu terjadi pada tata nilai duniawi manusia. Menuntut sikap terbuka, yaitu kesediaan umat Islam menerima dan menambil nilai-nilai dari mana saja, asalkan mengandung kebenaran bisa disebut merdeka dan kebebasan dalam berpikir seperti yang sudah di uraikan diatas.

Mengoptimalkan rasio atau akal yang ada padanya, umat Islam terlibat dalam upaya-upaya menemukan cara-cara yang terbaik bagi kehidupan kolektif manusia mengarahkan hidupnya menuju keadilan asli (fitrah), selaras dengan eksistensinya, serta membebaskan diri dari keinginan duniawi yang cenderung kearah sekulardengan pembebasanberarti manusia menjadikan dirinya sebagai makhluk yang bertugas menjaga keadilan dimuka bumi ini, artinya adalah keseimbangan didalamnya menemukan hakikat manusia dengan menyatukan diri dengan alam.[4] Dan masing-masing perorangan itu pulalah yang akhirnya dituntut untuk menampilkan diri sebagai makhluk moral yang bertanggungjawab, yang akan memikul sendiri segala amall perbuatannya tanpa kemungkinan meminta bantuan pada oranglain untuk memikul bebannya. Karena itu nilai seorang pribadi adalah sama dengan nilai kemanusiaan universal, sebagaimana nilai kemanusiaan universal adalah sama nilainaya dengan nilai kosmis seluruh alam semesta maka agama mengajarkan “barangsiapa membunuh seseorang tanpa dosa pembunuhan atau tindakan peruskan dibumi maka bagaikan ia membunuh seluruh umat manusia, dan barangsiapa menolong hidupnya maka bagaikan ia menolong seluruh umat manusia”jadi harkat dan martabat setiap perorangan atau pribadi manusia dipandang dan dinilai sebagai cermin, wakil atau representasi harkat seluruh umat manusia.[5] Maka penghargaan dan penghormatan kepada harkat masing-masing manusia secara pribadi adalah suatu amal kebajikan yang memiliki nilai kemanusiaan Universal. Demikian pula sebaliknya, pelanggaran dan penindasan kepada harkat dan martabat seorang pribadi adalah tindakan kejahatan kepada kemanusiaan universal.

Indonesia adalah salah satu bangsa yang pluralis. Denganterdiri dari beberapa pulau dan terdapat beragam macam etnis dan kebudayaan yang berbeda-beda. Pluralis sendiri berasal dari bahasa latin yakni plures yang artinya (beberapa) dengan implikasi perbedaan didalamnya. Pluralisme pandangan yang tidak mau mereduksi segala sesuatu pada suatu prinsip terakhir akan tetap menerima adanya keragaman yang berbeda. Jelas bahwa pluralisme terdapat dalam bidang cultural, politik dan agama. Namun kita jangan terjebak dan terbiaskan oleh pengertian relativisme, tentulah orang yang beragama tidak dapat menerima sepenuhnya. Oleh karena itu pemahaman yang berbeda terdapat ide pluralisme pada tokoh-tokoh tertentu dalam memandang pluralisme. Berangkat dari pemikiran Cak Nur (Nurcholish Madjid) pluralisme merupakan suatu nilai yang memandang secara positif dan optimis terhadap kemajemukan semua hal dalam berkehidupan social dan budaya termasuk Agama dengan menerima sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin dapat mewujudkan pernyataan tersebut. Dimaksud positifdan optimis adalah sikap aktif dan bijaksana. Banyak para cendekiawan muslim Indonesia aktif berdialog tentang islam dan pluralisme. Kita bertolak dari pandangan bahwa Islam merupakan agama kemanusiaan yang berarti kemanusiaan universal, cak nurberpendapat bahwa cita-cita Islam sejalan dengan cita-cita manusia di Indonesia pada umumnya. Karena ini merupakan salah satu pokok ajaran Islam tentang Keterbukaan.

[1]NurcholishMadjid (1987) Islam Kemodernan dan Keindonesiaan : Mizan, Hal, 38

[2]Masduqi Irwan (2010) Berislam Secara Toleran : Mizan, Hal,230

[3] Ahmad Gaus AF (2010) Api Islam : Kompas, Hal. 337

[4]Murtadha Mutahahri (2011) Manusia Seutuhnya : Sadra Press, Hal,45

[5] Nurcholish Madjid (2010) Masyarakat Religius Membumikan Nilai-nilai Islam Dalam Kehidupan : Dian Rakyat, Hal. 44

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun