Mohon tunggu...
febri w. p.
febri w. p. Mohon Tunggu... -

Mahasiswa angkatan tua dan pegiat anti glamor.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kotak Setan

2 September 2015   14:04 Diperbarui: 2 September 2015   14:13 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah karena tuntutan pasar, atau pasar yang di dikte media elektronik. Yang pasti, apa yang dikatakan para ustads itu benar, televisi adalah kotak setan.

Sekian.

Sudah beberapa bulan terakhir saya jarang melihat acara televisi karena disibukkan dengan beberapa kegiatan dikampus dan luar kampus. Kebetulan minggu lalu saya free dari berbagai kegiatan, termasuk menulis skripsi yang juga ikut saya liburkan, sekedar me refresh otak agar tidak bosan.

Singkat cerita saya iseng-iseng dari pagi sampai mau tidur lagi mantengin acara televisi sambil duduk selonjoran, persis seperti orangtua pensiunan perusahaan besar yang hari-harinya dihabiskan didepan layar televisi. Wah, pagi-pagi sudah di suguhi kehidupan artis yang serba glamor, pamer rumah mewah, pamer body bohai yang kalau sudah tua juga bakalan keriput. Apa-apaan ini? Trus manfaatnya buat saya apa nyimak kehidupan artis seperti itu? Dijadikan bahan obrolan kalau sedang kumpul bareng teman juga tidak mungkin, apalagi bahan obrolan dengan dosen ketika sedang bimbingan. Okelah, mungkin karena masih pagi, kebanyakan penontonnya ibu-ibu rumah tangga. Pikir saya waktu itu.

Belum lagi acara musik pagi yang ‘enggak banget’ cara mengemasnya. Acara live dengan mengundang band-band langsung ke stasiun televisi. Temanya acara musik, tapi porsi musiknya hanya 30%, sisanya host ngobrol ngalor ngidul yang menurut saya juga tidak enak di simak. Dan parahnya lagi, band-band yang tampil banyak yang lypsinc. Waduh, mending dengerin radio atau mp3 an aja sekalian. Saya jadi kangen sama acara-acara musik saat saya masih kecil dulu, macam MTV Ampuh.

Baiklah, saya masih penasaran sama acara di siang hari. Barangkali ada acara yang setingkat lebih baik daripada sekedar nonton band-band lypsinc.

Ternyata di siang hari seperti melihat acara tv berbayar. Lha wong isinya drama Turki sama telenovela. Pamor sinetron lokal sudah memudar nampaknya. Usut punya usut, ternyata ada Si Bolang, tidak apa lah melihat acara anak, toh lebih menghibur. Sembari menghangatkan memori masa kecil.

Hari mulai sore, uji nyali di depan televisi masih berlanjut. Sambil main gadget, saya ganti-ganti chanel lagi, berharap ada acara menghibur macam ketoprak humor. Ternyata yang muncul ketoprak bully, acara yang menyadur nama salah satu jejaring sosial. Saya skip saja, tarck recordnya buruk, sering di tegur KPI.

Perhatian saya tertuju di salah satu sinetron remaja, sinetron baru sepertinya. Judulnya saya lupa, yang pasti seragam sekolahnya mirip personel JKT 48, dengan rok mini. Saya penasaran, bagaimana jalan ceritanya. Tanda-tanda zonk mulai nampak. Bagaimana bisa sebuah sinetron dengan seting sekolah malah menampilkan drama percintaan. Tidak ada scene guru mengajar. Yang ada malah guru berpakainan seksi, dengan rok mininya. Guru di goda murid, dan lain sebagainya. Belum lagi kehidupan hedonis yang di munculkan seperti murid membawa mobil mewah, nongkrong di café sambil menyusun rencana jahat, party di rumah. Setauku, itu budaya barat.

“Itu kan cuma sinetron vrooh”, saya sering mendengar kalimat demikian. Tapi yang saya takutkan adalah efek setelah melihat acara televisi tersebut. Ada efek domino yang panjang. Televisi bukan sekedar kotak. Alat itu bisa merubah mindset pemirsanya dengan cepat dan massive. Puluhan peneliti sudah mengkaji itu. Contoh sederhananya, kita mudah terangsang setelah melihat film porno.

Acara televisi yang saya sebutkan terakhir menjadi dasar keprihatinan saya. Sinetron remaja dengan gaya cerita yang mengeksploitasi kisah percintaan dengan sangat ekstrim di balut dengan kehidupan yang hedonis dan tidak ada unsur belajar mengajar, yang ada hanyalah konflik percintaan dan persahabatan. Tidak heran kalau banyak anak SD yang sudah berani pacaran, remaja dengan gaya hidup mewah padahal background ekonomi keluarga lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun