Mohon tunggu...
Iqbal Albuhori
Iqbal Albuhori Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RADEN FATAH PALEMBANG

Saya adalah seorang penulis yang bersemangat dalam mengeksplorasi berbagai topik, mulai dari sejarah Indonesia hingga teknologi modern. Dengan latar belakang yang kuat dalam ilmu politik dan studi sosial, saya berusaha untuk memberikan wawasan yang mendalam dan analisis yang tajam dalam setiap artikel yang saya tulis. Selain itu, saya juga tertarik pada topik-topik keagamaan, seperti tafakkur dan aspek-aspek kehidupan. Melalui tulisan saya, saya berharap dapat menginspirasi dan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Viral Peringatan Darurat Garuda Biru di Media Sosial: Apa yang Terjadi?

21 Agustus 2024   23:35 Diperbarui: 22 Agustus 2024   00:49 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simbol garuda biru yang lagi viral saat ini (Foto: Instagram/@najwashihab)

Kompasiana.com - Baru-baru ini, media sosial di Indonesia dihebohkan dengan gambar Garuda berlatar biru yang disertai tulisan "Peringatan Darurat". Gambar ini menjadi viral dan banyak dibagikan oleh netizen di berbagai platform seperti Instagram dan X (sebelumnya Twitter). Apa sebenarnya yang terjadi di balik fenomena ini?

Asal-Usul dan Makna
Gambar Garuda biru ini muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan rapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membahas revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Banyak yang merasa bahwa keputusan ini mengancam demokrasi dan keadilan di Indonesia.

Isi Peraturan yang Ditetapkan oleh MK
Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengeluarkan putusan yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024  ini memungkinkan partai politik yang tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mencalonkan pasangan calon kepala daerah, asalkan memenuhi persyaratan perolehan suara sah di daerah tersebut. Berikut adalah rincian persyaratan tersebut:

1. Ambang Batas Pencalonan:

  • Partai politik yang tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat mencalonkan pasangan calon kepala daerah, asalkan memenuhi persyaratan perolehan suara sah di daerah tersebut.
  • Rincian persyaratan suara sah adalah sebagai berikut:
    • Provinsi dengan jumlah penduduk hingga 2 juta jiwa: Suara sah minimal 10%.
    • Provinsi dengan jumlah penduduk 2-6 juta jiwa: Suara sah minimal 8,5%.
    • Provinsi dengan jumlah penduduk 6-12 juta jiwa: Suara sah minimal 7,5%.
    • Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa: Suara sah minimal 6,5%.

2. Syarat Usia Calon Kepala Daerah:

  • MK menegaskan bahwa syarat usia minimum calon kepala daerah harus dipenuhi pada saat penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
  • Syarat usia minimum untuk calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun, sedangkan untuk calon bupati dan walikota adalah 25 tahun.

3. Penghitungan Suara:

  • MK juga memutuskan bahwa penghitungan suara sah untuk pencalonan kepala daerah harus berdasarkan hasil perolehan suara sah pemilu di daerah yang bersangkutan.

Tujuan Rapat DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki beberapa fungsi utama, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Rapat DPR yang diadakan baru-baru ini bertujuan untuk membahas revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang dianggap kontroversial. Rapat ini diadakan sebagai respons terhadap putusan MK yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah.

Reaksi Publik
Banyak tokoh publik dan influencer ikut menyuarakan keprihatinan mereka dengan mengunggah gambar ini. Misalnya, penulis buku Okky Madasari dan Fiersa Besari, serta jurnalis Najwa Shihab, semuanya turut serta dalam gerakan ini. Mereka menggunakan platform mereka untuk menyuarakan keresahan terhadap situasi politik saat ini.

Dampak dan Tanggapan
Gerakan ini tidak hanya viral di media sosial, tetapi juga memicu aksi nyata. Kelompok buruh dan mahasiswa merencanakan aksi demonstrasi di depan gedung DPR sebagai bentuk protes terhadap keputusan yang dianggap merugikan rakyat. Ini menunjukkan bahwa gerakan ini memiliki dampak yang signifikan dan mampu menggerakkan massa untuk bertindak.

Kesimpulan
Fenomena Peringatan Darurat Garuda Biru ini mencerminkan keresahan masyarakat terhadap isu-isu yang dianggap mengancam nilai-nilai fundamental bangsa. Ini adalah contoh bagaimana media sosial dapat digunakan sebagai alat untuk menyuarakan keprihatinan dan memobilisasi aksi kolektif. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun