Pengertian Gharar Dalam Islam
Arti dalam bahasa arab gharar adalah al-khathr; pertaruhan, majhul al-aqibah; tidak jelas hasilnya, ataupun dapat juga diartikan sebagai al-mukhatharah; pertaruhan dan al-jahalah; ketidakjelasan. Gharar merupa-kan bentuk keraguan, tipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk me-rugikan orang lain.Di lihat dari beberapa arti kata tersebut, yang dimaksud dengan gharar dapat diartikan sebagai semua bentuk jual beli yang didalamnya mengandung unsur-unsur ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Dari semuanya mengakibatkan atas hasil yang tidak pasti terhadap hak dan kewajiban dalam suatu transaksi/jual beli.
Bagaiamana Hukum Gharar Dalam Islam ?
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa pelarangan terhadap transaksi gharar didasarkan kepada larangan Allah Swt atas pengambilan harta/ hak milik orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan (bathil). Menurut Ibnu Taimiyah di dalam gharar terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara bathil. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah menyandarkan pada firman Allah Swt, yaitu:Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. al-Baqarah: 188) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu mem-bunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. an-Nisa': 29)Begitupun di dalam hadistnya, Rasulullah Saw telah melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar. Jual beli gharar menurut Imam as-Sa'adi termasuk dalam kategori perjudian yang sudah keharamannya dalam nash al-Qur'an.
Gharar Dalam Asuransi Konvensional
Asuransi atau pertanggungan menurut kitab undang undang hukum dagang ( KUHD) pasal 246 Â adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikanpenggantian kepadanya karena suatu kerugian yang tidak diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.
Dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, Asuransi atau pertanggungan merupakan perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusak-an, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti; atau untuk memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Gharar terjadi dalam asuransi apabila kedua belah pihak (misalnya: peserta asuransi, pemegang polis, dan perusahaan) saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa. Kontrak yang dilakukan pada kondisi tersebut adalah suatu kontrak yang dibuat berasaskan pada pengandaian (ihtimal) semata. Hal inilah yang disebut gharar 'ketidakjelasan' yang dilarang dalam syariat Islam. Karena bentuk dari kontrak tersebut akan mengakibatkan terjadinya saling mendzalimi.Meskipun kedua belah pihak saling meridhoi, kontrak tersebut secara dzatnya tetap termasuk dalam kategori gharar yang diharamkan. Walupun nisbah/ persentase atau kadar bayarannya telah ditentukan agar peserta asuransi/ pemegang polis maklum, ia tetap tidak tahu kapan musibah akan terjadi, disinilah gharar terjadi.Secara konvensional, kontrak/ perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara syariah, dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu (gharar) karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang petanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi). Disinilah terjadinya gharar pada asuransi konvensional.
Apakah Asuransi konvensional Sama Dengan Asuransi Syariah ?
Dalam literatur hukum Islam, asuransi dikenal dengan sebutan at-takaful dan at-tadhamun. Secara literal, at-takaful artinya pertanggunganyang berbalasan atau hal saling menanggung (Ahmad Warson Munawwir,t.t.) atau saling memikul resiko di antara sesama orang, sehingga antarasatu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya.Sedangkan at-tadhamun secara harfiah berarti solidaritas, atau hal saling menanggung hak atau kewajiban yang berbalasan (Ahmad WarsonMunawwir, t.t.).
Berdasarkan definisi di atas, tampak bahwa asuransi syariah bersifatsaling melindungi dan tolong-menolong yang disebut dengan at-ta'min, yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwwah Islamiyyah antara sesama anggota peserta asuransi syariah dalammenghadapi resiko (Huzaemah T. Yanggo, 2003).Dari gambaran di atas, dapat dikemukakan sebuah fenomenatersendiri terhadap pemaknaan arti kata pertanggungan dalam Islam. Paling tidak terdapat dua mazhab, pertama adalah mazhab Malaysia yang selalumemakai kata takaful untuk memaknai kata pertanggungan dalam Islam.Hal ini dikarenakan istilah takaful telah menjadi merek dagang atau merekperusahaan pertanggungan yang ada di Malaysia, yaitu PT. Syarikat TakafulMalaysia. Dan kedua, mazhab Mesir yang lebih memilih untuk memakaikata at-ta'min yang lebih mengacu pada pemaknaan arti kata yang murnidan belum dijadikan label sebuah perusahaan pertanggungan.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi syariah yaitu Prinsip asuransi Islam adalah takafuli (tolong menolong), sedangkan prinsip asuransi konvensional adalah tabaduli (jual beli antara nasabahdengan perusahaan). Selain itu Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi Islam (premi)diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil(mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional investasi danadilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga;
Dalam asuransi syariah, masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti akad tabaduli dengan akad takafuli (saling menanggung; tolong-menolong) atau akad tabarru' dan akad mudharabah (bagi hasil). Denganakad tabarru', persyaratan dalam akad pertukaran tidak perlu lagi atau gugur.Sebagai gantinya, maka asuransi syariah menyiapkan rekening khusus sebagai rekening dana tolong-menolong atau rekening tabarru' yang telah diniatkan (diakadkan) secara ikhlas setiap peserta untuk masuk asuransi.Oleh karena itu, dalam mekanisme dana di asuransi syariah, premiyang dibayarkan peserta dibagi dalam dua rekening, yakni rekening pesertadan rekening tabarru'. Pada rekening tabarru' inilah ditampung semua dana tabarru' peserta sebagai dana tolong-menolong atau dana kebajikan, yang jumlahnya sekitar 5-10 persen dari premi pertama (tergantung usia). Selanjutnyadari dana ini pula klaim-klaim peserta dibayarkan apabila ada di antara peserta yang meninggal atau mengambil nilai tunai.
Dari penjelasan diatas tentunya kita sebagai umat muslim tentunya apabila kita ikut dalaam asuransi tentunya  harus berhati hati dalam memilih lembaga asuransi yang kita ingin kita gunakan. Kita harus memilih lembaga asuransi yang berprinsip syariah agar terhindar dari transkasi yang dilarang dalam islam dan juga untuk kepentingan kemaslahatan umat.
Daftar Pustaka
M. Arif Hakim. 2011. At-ta'min At-ta'awuni: Alternatif  Asuransi Dalam Islam.Vol 2(2): 231-279.
Nadratuzzaman Hosen. 2009. Analasis Bentuk Gharar Dalam Transaksi Ekonomi. Vol 1(1): 53-64
 M. Amin Suma. 2006. Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional: Teori, Sistem, Aplikasi & Pemasaran. Jakarta: Kholam Publishing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H