Mohon tunggu...
Febrio Sapta Widyatmaka
Febrio Sapta Widyatmaka Mohon Tunggu... Lainnya - Warga Negara Biasa

Seorang ayah sekaligus seorang anak, seorang suami, seorang pemimpin meskipun dalam lingkup kecil sekaligus seorang hamba Allah. Tulisan ini hanya sebuah nasehat untuk diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mafia Tanah, Begitukah?

27 Juli 2022   11:49 Diperbarui: 27 Juli 2022   11:55 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba getir muncul sesaat setelah media mem-framing overlap tanah sebagai bagian dari mafia tanah. Sebagai aparat yang pernah berada di posisi beratnya menggoreskan tanda tangan pada dokumen yang hidup sepanjang waktu, highlight seperti itu begitu memprihatinkan. Betapa tidak, nuansa mental sebagai pegawai pertanahan dipastikan berbeda dengan sebagai oknum koruptor di lembaga lain. 

Di dunia pertanahan, dokumen terkait dengan penerbitan hak atas tanah akan hidup sepanjang waktu. Itu sebabnya tak jarang kita lihat pensiunan agraria yang sudah tua renta masih saja dihadirkan di persidangan. Bahkan, badan yang tak jarang hanya tinggal berbalut kulit pun tidak sedikit harus dikerangkeng dengan jeruji yang sangat kokoh. Tentu ini berbeda dengan dokumen pengadaan barang dan jasa ataupun semacamnya. 

Dokumen-dokumen semacam itu memiliki jangka waktu "hidup". Kalau tidak boleh dikatakan "memiliki jangka waktu", paling tidak anak keturunan pihak penyedia jasa tidak lagi "menuntut" apabila ada penyelewengan. Sedangkan di kasus tanah, meski si pemilik tanah atau orang yang mengaku-ngaku memiliki tanah sudah meninggal, anak keturunannya masih punya kans besar untuk menuntut. Posisi seseorang sebagai pejabat pertanahan tentu berbeda dengan sebagai pejabat di bidang lain.

Di era Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) yang sudah hampir jamak diaplikasikan di berbagai sektor, overlap bidang tanah seharusnya tidak terjadi. Generasi teknologi pun dipastikan akan mengecam adanya overlap polygon bidang tanah. Namun, tentu itu adalah justifikasi yang didasari pada keumuman pemahaman teknologi. Konteks yang terjadi di institusi pertanahan relatif kompleks sebetulnya. 

Lantas, apakah yang akan dibahas ini adalah sesuatu yang rahasia? Penulis berpendapat ini bukan rahasia. Namun, justru sesuatu yang harus disampaikan kepada publik sebagai edukasi untuk meningkatkan kesadaran kadastral masyarakat. Pun, seandainya tidak ditulis di sini, penjelasan-penjelasan ini sudah berulang kali disampaikan kepada publik baik dalam kapasitas sebagai manajer loket, narasumber rapat, ataupun saksi ahli di persidangan. Dan jika kemudian ada beberapa bahasan tentang Pencatatan Tanah Sistematik Lengkap (PenTaSeL), materinya pun sudah biasa disampaikan dalam penyuluhan-penyuluhan. Kapasitas penulis pada konteks tulisan ini tentu sebagai aparatur pertanahan yang spent to much time di dunia pemetaan sekaligus sebagai lulusan penginderaan jauh murni. 

Pakar di salah satu jendela tersebut tentu akan memiliki pandangan yang lain dibandingkan dengan tulisan ini. Apa yang diulas kali ini lebih condong menjadi penyeimbang terbukanya kran "peta bidang tanah" melalui Aplikasi Sentuh Tanahku.  

Sebelum melabeli kejadian overlap bidang tanah sebagai hasil keisengan mafia tanah, kita perlu memahami proses pemetaan yang terjadi di dunia pertanahan. Lembaga pertanahan telah melewati banyak jaman. Meski tergolong terlambat mengadopsi teknologi satelit, institusi tersebut relatif berusaha menyesuaikan diri. Tahun 60-an sebagai tahun kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria menjadi awal mula kegiatan pertanahan Indonesia. 

Di tahun yang sama, Amerika Serikat sudah meluncurkan satelit Landsat untuk memetakan sumberdaya. Penulis pun menduga satelit tersebut lah yang menunjukkan para elit Paman Sam tentang adanya kekayaan luar biasa di lahan Freeport saat ini. Namun, pada saat itu dunia pertanahan nasional kita masih menumpukan pemetaan pada teknologi "survei darat". 

Belakangan, pertanahan Indonesia beralih ke teknologi satelit. Pembaca yang memahami tugas pertanahan dan proses alih teknologi tentu akan mulai menangkap adanya penyebab overlap bidang tanah. Apabila belum menangkap keyword-nya, silakan baca ulasan kali ini sampai selesai. Setidaknya, pengetahuan ini akan membantu para pembaca untuk "mengamankan" tanahnya.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun