Mohon tunggu...
febrina tri anjani
febrina tri anjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

content creator

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dimensi Politik Zakt

10 Desember 2024   14:24 Diperbarui: 10 Desember 2024   15:01 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Oleh: Syamsul Yakin dan Febrina Tri Anjani
(Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif hidayatullah Jakarta)

Zakat dalam pandangan politik Islam bukan hanya kewajiban ibadah, tetapi juga instrumen sosial, ekonomi, dan politik yang penting. Dalam sejarah Islam, zakat berfungsi sebagai alat kebijakan negara untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial. Seperti dijelaskan oleh Imam al-Ghazali, keteraturan agama Islam sangat bergantung pada keteraturan negara, dan zakat menjadi salah satu instrumen yang memperkuat hubungan ini. Khalifah Abu Bakar, misalnya, memerangi pihak yang menolak membayar zakat sebagai bentuk penegakan supremasi negara dalam pengelolaan zakat. Lalu bagaimana dimensi politik zakat?

Zakat memiliki dimensi politik karena dikelola oleh pemerintah atau lembaga yang memiliki otoritas. Dalam QS. At-Taubah ayat 103, zakat diperintahkan untuk diambil oleh pemimpin atau pengelola umat Islam. Hal ini menunjukkan peran negara dalam memastikan zakat dikelola dengan baik. Dalam konteks modern, pengelolaan zakat dapat diintegrasikan dengan kebijakan ekonomi untuk mengurangi ketimpangan sosial dan memperkuat stabilitas masyarakat melalui distribusi yang adil.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menegaskan peran negara dalam mengelola zakat. Namun, pengaturan tersebut masih bersifat sukarela, berbeda dengan pajak yang bersifat wajib. Ketidakwajiban ini menjadi tantangan dalam memaksimalkan potensi zakat sebagai alat ekonomi negara. Kendati demikian, negara terus berupaya meningkatkan kualitas pengelolaan zakat melalui transparansi, profesionalisme, dan pendistribusian yang lebih efektif.

Sebagai salah satu pilar keuangan Islam, zakat memiliki potensi besar untuk menjadi alat politik dalam mewujudkan keadilan sosial. Jika diwajibkan dan dikelola secara sistematis oleh negara, dana zakat dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan ekonomi yang strategis. Pengelolaan zakat yang baik dapat menciptakan sistem redistribusi kekayaan yang efektif, mengurangi angka kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Zakat adalah bagian integral dari politik Islam yang berfungsi sebagai alat negara untuk menciptakan keadilan sosial dan stabilitas ekonomi. Keterlibatan negara dalam pengelolaan zakat mencerminkan tanggung jawab politik untuk memastikan bahwa zakat tidak hanya menjadi kewajiban individu, tetapi juga instrumen kolektif yang memperkuat tata kelola pemerintahan. Dalam konteks Indonesia, peningkatan regulasi dan kewajiban zakat dapat memperkuat dimensi politiknya.

Untuk memaksimalkan dimensi politik zakat, diperlukan penguatan regulasi yang menjadikan zakat sebagai kewajiban hukum positif, mirip dengan pajak. Pemerintah harus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat melalui transparansi dan pengelolaan yang akuntabel. Dengan pendekatan ini, zakat dapat menjadi instrumen yang efektif dalam menciptakan transformasi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun