Mohon tunggu...
febridyah sukmawati
febridyah sukmawati Mohon Tunggu... -

pendidikan terakhir sma, sedang melanjutkan study S1 di UNY jurusan PKnH

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Doktrin Globalisasi Memakan Nasionalisme Kita, Nasionalisme Kita Meranggas ?

24 Mei 2011   18:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:16 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Globalisasi adalah suatu proses tatanan kehidupan yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Doktrin global memberikan doktrin akan usangnya nasionalisme bangsa. Nasionalisme yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia dalam hakekat sila Pancasila hanya untuk mereka yang tertinggal, dan globalisasi adalah untuk mereka yang modern.

Sejalan dengan munculnya doktrin global, dengan sendirinya nation state kian kehilangan tulang. Diumpamakan negara ini sebuah daging dengan keanekaragaman kehidupannya, tidak mampu melekat dan bergerak tanpa adanya tulang nasionalisme. Tuntutan globalisasi itu pun bagaikan racun perapuh tulang untuk memperoleh suatu modernisasi yang menggerakkan kita dalam kemajuan.

Semboyan yang dikumandangkan zaman sekarang bukan lagi semboyan zaman tujuh belas agustus “merdeka atau mati”, tetapi “modern atau ketinggalan zaman”. Entah apakah semboyan bangsa kita sendiri semakin modern dengan tuntutan zaman? Ataukah semboyan kita zaman ini meranggas nasionalisme kita? Nasionalisme seprti apakah untuk zaman yang modern ini?

Nasionalisme bukanlah barang instan yang cepat jadi. Nasionalisme merupakan jalan panjang penuh proses, dari sejak memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankannya.

Orde baru telah mengikiskan rasa nasionalisme kita dengan adanya IMF. Dengan kedok kebijakan pemerintah untuk memperoleh hutang yang menunjang pembangunan bangsa. Bangsa ini tidak mampu mendungkrak ketakutan mereka. Hanya bayang-bayang kebahagiaan dengan ketakutan yang berdampak dikemudian hari. Hingga akhirnya rasa kebersamaan untuk memperjuangkan bangsa ini muncul ketika mereka amat terdesak. Ketika mereka sadar akan jajahan kehidupannya oleh suatu manifest yang membekukan mereka. Akhir Orde baru merupakan wujud nasionalisme yang berbuah suatu pendongkrakan kekuasaan.

Dengan kejatuhan Orde Baru, bukannya pemerintah reformasi menjadi lebih waspada dengan deburan ombakglobalisasi, justru sebaliknya. Pemerintah reformasi semakin kecanduan doktrin global tersebut. Pasar bebas semakin melanda bangsa kita tercinta. Melalui perjanjian CAFTA sendiri yang telah membawa Indonesia berlari mengejar globalisasi yang sama sekali kaki kita belum siap melangkah. Tanpa tulang-tulang nasionalisme kita tak kan mampu berlari mengejar globalisasai untuk tetap mempertahankan kesatuan dan kesiapan bangsa ini.

Ada dua pasal yang dibangun Bung Karno dari deklarasi universitas kampoeng. Yang pertama, reformasi tetap berpijak pada semangat percaya diri dan semangat kebangsaan Indonesia berdasar Pancasila. Marak dan berkembangnya neoliberalisme, neokapitalisme, dan neoimperialisme adalah tantangan terhadap semangat kebangsaan. Kedua, reformasi menuntut penguatan jati diri dan moral bangsa dengan penataan ulang kelembagaan dan hukum berkeadilan.

Nasionalisme harus tetap hidup dan tumbuh untuk menghadapi tantangan zaman, agar Indonesia bisa dikenal dunia dengan bertumpu pada Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa. Dengan adanya perdagangan bebas haruslah bisa membangkitkan semangat nasionalisme kita dengan bersama sama merangkul sesama, bangkit bersama bukan dengan persaingan yang tanpa mengenal kebersamaan. Persaingan itu harus dimaknai dengan saling gotong-royong membawa bangsa ini dalam sebuah perubahan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun