Namaku adalah Paijo Sulistyo, lahir di Bantul tanggal 12 Juni 2003. Aku lahir dari pasangan bapak Suprapto dan Ibu Sumiati. Aku mempunyai kakak laki-laki dan adik perempuan. Bapakku bekerja sebagai petani dan sedangkan Ibuku tidak bekerja. Disini aku akan bercerita tentang kehidupanku dari kecil hingga sekarang.
Pada tahun 2006 terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat mengguncang daerah tempat tinggalku. Waktu itu aku berumur 3 tahun dan masih Paud. Ketika itu aku sedang sarapan, tiba-tiba rumahku terasa goyang-goyang. Dari luar rumah terdengar suara kentongan dan orang-orang sedang panik. Aku merasa takut sekali sekaligus menangis. Untung saja ada bapakku yang ada di sebelahku. Bapak lalu membawaku keluar rumah dan mencoba menenangkanku. Sementara Ibuku waktu itu sedang mengandung adikku, lari terpogoh-pogoh. Kakakku bersama nenek telah berada dihalaman rumah.
Aku masih ingat betul ketika seluruh warga desa disuruh untuk  mengungsi ke lapangan. Karena untuk mengantisipasi adanya gempa susulan. Gempa yang bermagnitudo 5,9 SR mengrobohkan seluruh rumah di daerah desaku. Tetapi untungnya rumahku tidak rusak parah. Hanya beberapa saja genteng yang jatuh. Walaupun dulu aku masih kecil, tetapi aku merasakan betapa orang-orang sangat menderita. Ada yang kehilangan keluarga dan ada yang kehilangan harta benda. Alhamdulillah seluruh keluargaku sehat walafiat, hanya ada luka-luka kecil saja.
Pada siang hari, TNI-POLRI bersama tim BASARNAS datang ke desaku. Mereka datang untuk mencari para korban yang hilang direruntuhan rumah-rumah. Para warga juga ikut bahu membahu bergotong royong membersihkan sisa-sisa reruntuhan gempa. Walaupun banyak bantuan yang datang, tetapi masih ada juga yang kurang. Sampai sore hari belum ada juga bantuan makanan dan obat-obatan yang datang. Seluruh warga desa merasa binggung. Bagaimana cara untuk memperoleh makanan untuk makan. Sementara tidak ada bahan pangan yang bisa diselamatkan. Banyak anak-anak sepertiku menangis karena kelaparan. Sejak siang sampai sore belum makan apapun.
Sekitar pukul 7 malam, akhirnya bantuan makanan telah tiba. Banyak orang yang tidak sabar untuk mendapatkannya, takut kalau kehabisan. Seluruh warga desa disuruh untuk antri dan tidak boleh berebut. Bapakku juga tidak ketinggalan untuk ikut antri, agar keluargaku tidak kelaparan.
Setelah selesai makan, aku merasa ngantuk sekali. Dan akhirnya malam itu aku tidur di tenda pengungsian di lapangan. Kita tidak boleh kembali ke rumah, karena takut jika ada gempa susulan. Pagi akhirnya telah tiba, kita harus memulai hari dengan semangat walaupun ditengah bencana. Ada beberapa reporter berita yang meliput ke desaku. Reporter tersebut melaporkan kondisi terkini setelah gempa bumi. Pemerintah setempat juga turun tangan langsung membantu memulihkan keadaan pasca gempa.
5 tahun kemudian, waktu aku duduk di kelas 4 SD, aku mempunyai pengalaman buruk. Di kelasku dahulu ada seorang anak yang tinggal kelas. Anak itu sangat nakal, dan tidak naik kelas sebanyak 3 kali. Waktu sekelas bersama ku, ia selalu bersikap seenaknya sendiri. Namanya adalah Toni. Ia benar-benar sangat berkuasa, karena umurnya lebih tua dari teman-teman dikelas. Apalagi ia memiliki badan yang cukup besar dan kekar. Ibaratnya seperti monster yang menakutkan. Aku sering kali tidak luput dari ulah kenakalannya. Dikelas dulu aku hanya anak berbadan kecil dan pendiam. Setiap hari aku di bully tak habis-habisnya.
"Hey bocah kecil, culun dan penakut. Kamu tidak pantas sekolah disini. Kamu anak miskin dan tidak punya apa-apa."
Itulah salah satu kata-kata jika Toni membully ku. Mentalku seketika langsung down dan tidak bisa menjawab apa-apa. Dalam hati aku berkata, bahwa besok suatu hari aku akan membuktikan bahwa aku bisa jadi yang terbaik.Toni itu anaknya memang sangat nakal sehingga guru-guru hampir menyerah mendidiknya. Itu sebabnya karena Toni tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Orang tuanya sangat sibuk dengan pekerjaan. Oleh karena itu Toni tumbuh dengan keegoisan tinggi.
Ketika ujian akhir semester datang....
"Hey Jo, nanti ketika pas ulangan aku ngotek kamu lhoo. Dan kamu harus mau..(sambil membentak ku)"
"Aku tidak mau Ton, kalau kamu ingin nilai ulangan mu bagus, kamu harus rajin belajar." kata ku sambil menunduk.
"Ohhhh kamu tidak mau menuruti perintah ku.... Jika kamu tidak memberiku contekan, aku akan memberimu perhitungan."
"Maaf Ton, aku tidak bermaksud membuatmu marah."
Toni langsung pergi meninggalkanku dan langsung mengumpulkan semua anak sekelas.
Aku penasaran, tidak biasanya Toni seperti itu. Aku takut sekali jika ia merencanakan sesuatu untuk memberikan ku pelajaran, karena sudah menentang perintahnya.
"Hey teman-teman aku mengumpulkan kalian semua untuk menjauhi si Paijo. Karena dia sudah membuatku kesal. Jika ada diantara kalian yang masih berteman dengannya, aku pastikan hidup kalian tidak aman." (menggunakan nada keras).
Semua teman-teman jadi takut kalau berurusan sama Toni. Hampir tidak ada yang membantahnya. Dan akhirnya aku dikucilkan sama Toni dan teman-teman lainnya. Sekarang aku tidak ada teman. Duduk dikelas sendiri dan meja paling belakang.
Semua teman-teman ku tidak ada yang mau bicara dengan ku. Setiap aku menyapa, teman-temanku langsung pura-pura tidak mendengar. Perasaanku sedih banget, rasanya aku ingin menangis. Tapi bagaimana lagi semua itu sudah terjadi. Jika ada tugas kelompok, aku selalu mengerjakan sendiri. Tidak ada yang mau berkelompok denganku. Mereka takut dengan ancaman dari Toni. Kenapa aku selalu diperlakukan tidak adil seperti ini. Padahal aku ingin menuntut ilmu seperti yang lain. Ini memang tidak adil (kata dalam hatiku).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H