Mohon tunggu...
Febriany Imania Hello
Febriany Imania Hello Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya menyukai konten hiburan dan kuliner, serta saya juga memiliki hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menyikapi Peningkatan Tarif PPN 12% di Indonesia

30 Desember 2024   20:48 Diperbarui: 30 Desember 2024   20:48 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar ppn Sumber Pinterest

Pendahuluan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu elemen vital dalam sistem perpajakan Indonesia. Sebagai pajak konsumsi, PPN berperan besar dalam memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara yang digunakan untuk pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan berbagai program sosial. Perannya semakin penting mengingat tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah tantangan global. Dengan kontribusi sekitar 35--40% terhadap total penerimaan pajak, kebijakan mengenai PPN selalu menjadi sorotan, terutama ketika pemerintah memutuskan untuk meningkatkan tarifnya secara bertahap, dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, dan rencana kenaikan lebih lanjut menjadi 12% pada tahun 2025 (Putri, 2024; Ricardo & Tambunan, 2024).

Kenaikan tarif PPN ini dirancang untuk meningkatkan penerimaan pajak negara, mengurangi defisit anggaran, dan menyelaraskan tarif dengan standar internasional. Namun, kebijakan tersebut memicu kekhawatiran berbagai pihak karena dampaknya terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan kinerja sektor ekonomi lainnya. Peningkatan tarif PPN sering kali menjadi isu kontroversial karena meskipun mendatangkan pendapatan tambahan, dampak sosial-ekonominya tidak dapat diabaikan (Tarmizi, 2023). Oleh karena itu, penting untuk memahami secara mendalam dampak, tantangan, dan peluang yang muncul akibat kebijakan ini.

Tinjauan Kebijakan Kenaikan Tarif PPN

Sebagai bagian dari upaya reformasi perpajakan, kenaikan tarif PPN menjadi salah satu langkah strategis yang diambil pemerintah. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang memberikan landasan hukum bagi penyesuaian tarif secara bertahap (Putri, 2024). Langkah ini juga mencerminkan kebutuhan pemerintah untuk meningkatkan tax ratio, yang selama ini stagnan di angka 10--12% dibandingkan negara lain di Asia Tenggara seperti Filipina dengan tarif PPN 12% atau negara OECD yang rata-rata mencapai 15% (Ricardo & Tambunan, 2024).

Meskipun bertujuan meningkatkan penerimaan negara, langkah ini tidak bebas risiko. Dalam konteks konsumsi domestik, kenaikan tarif PPN berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa, yang pada gilirannya dapat mengurangi daya beli masyarakat. Studi menunjukkan bahwa kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022 telah menyebabkan perlambatan konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat pada tahun berikutnya (Tarmizi, 2023).

Dampak Positif Kenaikan Tarif PPN

Salah satu manfaat utama dari kenaikan tarif PPN adalah peningkatan penerimaan negara. Dengan bertambahnya pendapatan dari sektor pajak, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih luas untuk membiayai program sosial, pembangunan infrastruktur, dan pelayanan publik (Putri, 2024). Sebagai contoh, tambahan pendapatan dapat digunakan untuk subsidi pendidikan, kesehatan, dan bantuan langsung tunai, yang membantu masyarakat rentan menghadapi kenaikan harga barang dan jasa.

Selain itu, peningkatan tarif PPN dapat membantu menyelaraskan sistem perpajakan Indonesia dengan standar internasional. Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memperbaiki efisiensi administrasi perpajakan dan memastikan bahwa semua sektor ekonomi berkontribusi secara adil (Ricardo & Tambunan, 2024). Dalam jangka panjang, reformasi perpajakan ini dapat memperkuat kepercayaan investor dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di tingkat global.

Dampak Negatif dan Tantangan

Kenaikan tarif PPN juga membawa tantangan signifikan. Salah satu kekhawatiran terbesar adalah dampaknya terhadap daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Ketika harga barang dan jasa meningkat akibat kenaikan tarif, konsumsi rumah tangga cenderung melemah. Simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN hingga 12% dapat menurunkan PDB nominal hingga 0,8% dan menambah jumlah penduduk miskin sebanyak 267.279 orang (Tarmizi, 2023).

Selain itu, kebijakan ini juga berdampak pada sektor bisnis, terutama usaha kecil dan menengah (UKM). Biaya administrasi pajak yang lebih tinggi dan meningkatnya harga bahan baku dapat mengurangi margin keuntungan dan memperlambat pertumbuhan sektor ini. UKM, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, dapat menghadapi kesulitan dalam mempertahankan daya saing mereka di pasar domestik dan internasional (Ricardo & Tambunan, 2024).

Dari perspektif makroekonomi, kenaikan tarif PPN juga dapat memicu inflasi. Sebagai contoh, pada tahun 2022, kenaikan tarif dari 10% menjadi 11% telah menyebabkan lonjakan inflasi, meskipun dampaknya masih terkendali. Namun, dengan tekanan global terhadap harga komoditas dan ketidakpastian ekonomi, kenaikan lebih lanjut menjadi 12% pada 2025 dapat memperburuk situasi ini (Putri, 2024).

Strategi Mitigasi

Mengurangi dampak negatif dari kenaikan tarif PPN, pemerintah perlu mengadopsi langkah-langkah mitigasi yang efektif. Salah satu strategi utama adalah memberikan pengecualian atau pengurangan tarif PPN untuk barang dan jasa yang esensial, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, dan kesehatan (Ricardo & Tambunan, 2024). Langkah ini penting untuk melindungi kelompok masyarakat rentan dari dampak kenaikan harga. Selain itu, pemerintah dapat meningkatkan bantuan sosial melalui program subsidi atau transfer tunai langsung. Dana tambahan dari kenaikan penerimaan PPN dapat dialokasikan untuk memperkuat jaringan pengaman sosial, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah dapat menghadapi kenaikan harga barang dan jasa dengan lebih baik (Tarmizi, 2023). Sosialisasi dan edukasi publik juga memainkan peran penting dalam memastikan keberhasilan kebijakan ini. Pemerintah perlu menjelaskan tujuan kenaikan tarif PPN dan manfaat jangka panjangnya kepada masyarakat. Dengan meningkatkan pemahaman publik, resistensi terhadap kebijakan ini dapat diminimalkan (Putri, 2024).

Pembelajaran dari Pengalaman Negara Lain

Pengalaman negara lain dapat memberikan wawasan berharga bagi Indonesia dalam menerapkan kebijakan kenaikan tarif PPN. Di Jepang, kenaikan tarif PPN dari 8% menjadi 10% pada tahun 2019 dilakukan bersamaan dengan kebijakan mitigasi seperti pengurangan tarif untuk kebutuhan pokok dan pemberian subsidi langsung kepada masyarakat berpenghasilan rendah (Ricardo & Tambunan, 2024). Meski sempat memicu perlambatan ekonomi, kebijakan ini akhirnya berhasil meningkatkan penerimaan negara tanpa menimbulkan ketidakstabilan sosial yang signifikan.

Sebaliknya, di Lebanon, kenaikan PPN pada tahun 2017 tidak disertai langkah mitigasi yang memadai, sehingga menyebabkan inflasi tinggi dan penurunan daya beli masyarakat. Pengalaman ini menunjukkan pentingnya perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang hati-hati untuk memastikan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN tidak memperburuk kondisi sosial-ekonomi (Tarmizi, 2023).

Kesimpulan

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% adalah langkah strategis yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat struktur ekonomi. Meskipun memiliki potensi manfaat jangka panjang, kebijakan ini juga membawa risiko signifikan terhadap daya beli masyarakat, konsumsi domestik, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada langkah-langkah mitigasi yang diterapkan. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga melindungi kelompok rentan dari dampak negatifnya. Dengan mengadopsi strategi seperti pengecualian untuk barang esensial, program bantuan sosial, dan edukasi publik, kenaikan tarif PPN dapat diimplementasikan dengan lebih efektif dan berkelanjutan.

Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara lain untuk memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan. Dengan demikian, kebijakan kenaikan tarif PPN dapat menjadi langkah maju yang positif dalam perjalanan menuju pembangunan ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Daftar Pustaka

  1. Putri, I. M. (2024). Kenaikan PPN 12% dan Dampaknya Terhadap Ekonomi. Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, dan Akuntansi), 8(2), 934-940.
  2. Ricardo, M., & Tambunan, M. R. U. D. (2024). Tantangan dan Strategi Penerapan Kebijakan Tarif PPN 12%. COSTING: Journal of Economic, Business and Accounting, 7(5), 2114-2128.
  3. Tarmizi, M. M. (2023). Peningkatan Tarif PPN Indonesia: Dampak Sosial Ekonomi dan Potensi yang Belum Terserap. Jurnal Ekonomi Indonesia, 12(1), 55-68.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun