Industri dirgantara Malaysia mengalami perkembangan yang baik. Total pendapatan dari industri dirgantara telah meningkat dari RM0,9 miliar pada tahun 1998 menjadi RM11,8 miliar di tahun 2014. Industri ini telah menyediakan lebih dari 19.000 lapangan kerja dengan lebih dari 150 perusahaan aktif, meningkat 3 kali lipat dibandingkan tahun 1998.
Malaysia membagi industri dirgantara kedalam empat subsektor, yaitu subsektor manufaktur; subsektor Maintenance, Repair and Overhaul (MRO); subsektor Sistem Integrasi; Â serta subsektor pendidikan dan pelatihan.
Subsektor terbesar yang dimiliki Malaysia adalah MRO dan kedua subsektor manufaktur. Pertumubuhan di kedua subsektor ini didorong oleh kontribusi FDI Spirit Aerosystems dan Honeywell Aerospace Avionics. Subsektor pendidikan dan pelatihan juga tumbuh dengan baik. Berdasarkan data Boeing, dari tiga ribu lebih pekerja terampil, 54% nya berasal dari Malaysia. Dari segi kapasitas, Malaysia memiliki lebih dari 50 penyedia pendidikan dan pelatihan kerdirgantaraan.
Arah perkembangan industri MRO Malaysia akan berfokus pada lini Low-Cost Carriers (LCC) yang menggunakan pesawat berbadan sempit, seperti Airbus A-320 dan Boeing B737. Diperkirakan di tahun 2031, kawasan Asia-Pasifik akan menjadi pasar maskapai penerbangan terbesar di dunia, menerima hampir sepertiga dari seluruh pengiriman jet baru. Belanja MRO diperkirakan tumbuh sebesar 5,3% melampaui pertumbuhan global.
Ke depan, Malaysia akan memperkuat subsektor MRO melalui peningkatan kapasitas serta efisiensi waktu dan biaya. Demikian halnya dilakukan untuk subsektor manufaktur dimana Malaysia akan meningkatkan kualitas serta efisiensi biaya dan pengiriman sebagai strategi utama untuk bersaing di kawasan. Secara spesifik pada lini Engineering and Design Services Market, Â Malaysia berupaya masuk ke aktivitas hulu subsektor ini dan diproyeksikan dapat menyumbang RM1,8 miliar di tahun 2030 serta menciptakan sekitar 9000 lapangan kerja.
Untuk subsektor system integration, Malaysia berupaya mendorong para pemain lokal untuk dapat merancang, mengembangkan, dan mengintegrasikan peningkatan avionic, serta memodifikasi struktural pesawat, sistem elektronik darat, simulator dan UAV (Unmanned Aerial Vehicle), untuk memenuhi kebutuhan di kawasan termasuk untuk armada pertahanan.
Dalam dokumen Malaysia Aerospace Industry Blueprint 2030 yang dikembangkan oleh Malaysian Aerospace Council (MAC) dan Malaysian Industry-Government Group for High Technology (MIGHT), dinyatakan industri dirgantara Malaysia harus mengalami perubahan paradigma dengan menjadi lebih berani untuk naik ke level berikutnya. Visi yang diusung adalah Malaysia akan menjadi negara dirgantara nomor 1 di Asia Tenggara dan menjadi bagian integral dari pasar global.
Dalam 15 tahun ke depan, Malaysia harus meningkatkan daya saing pemain lokal agar dapat memenuhi syarat untuk proyek-proyek besar di masa depan, mengubah sikap dari pengguna teknologi menjadi pemasok teknologi dengan berinvestasi secara serius dalam penelitian dan pengembangan, meningkatkan lokal konten dan menjadi bagian dari pasar hulu dengan berpartisipasi dalam program pengembangan pesawat internasional, mengurangi ketergantungan pada desain asing termasuk pada pesawat militer, dan tetap unggul dari pesaing regional dengan mengembangkan keunggulan komparatif yang kuat di bidang fokus yang teridentifikasi.
Malaysia mengidentifikasi lima bidang utama yang perlu menjadi fokus perhatian. Pertama, kebijakan dan tata kelola. Pada bidang pertama ini, peran pemerintah sangatlah penting khususnya terkait dengan LCR (local content requirement) agar industri dalam negeri dapat tumbuh. Selain itu pemerintah juga perlu memprioritaskan perusahaan MRO lokal agar dapat berkompetisi dengan perusahaan MRO asing yang beroperasi di Malaysia.
Kedua, kerangka kelembagaan dan peraturan. Institusi yang mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembagnan industri harus menjalankan perannya dengan baik agar benar-benar menjadi "strong promoters".
Transformasi Departemen Penerbangan Sipil (Department of Civil Aviation) menjadi Otoritas Penerbangan Malaysia (Malaysian Aviation Authority) diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dalam mendorong pertumbuhan industri dirgantara terutama dalam kapasitasnya untuk menerbitkan lisensi insinyur perawatan pesawat serta keterlibatannya dalam mengatur subsektor manufaktur. Komitmen yang kuat dari Kementerian Perdanganan Internasional dan Industri beserta lembaga-lembaganya untuk menjalankan fungsi pengembangan industri dirgantara juga sangat diperlukan. Pendekatan yang lebih terkoordinasi perlu diterapkan untuk mengembangkan rantai pasok yang lebih kuat.
Ketiga, riset dan teknologi. Aktivitas kedirgantaraan perlu dikembangkan agar lebih canggih dan kompleks sehingga diperlukan riset yang terfokus pada tema utama. Alokasi dana penelitian dan pengembangan perlu diperkuat.
Keempat, pengembangan talent. Malaysia berupaya untuk menyediakan pelatihan yang tepat dan memadai di seluruh bidang sesuai kebutuhan industri, salah satunya melalui peningkatan hubungan koordinasi antara industri-universitas.
Kelima, investasi dan pendanaan. Malaysia akan terus mendorong investasi strategis dari pemasok bahan mentah dan Perusahaan Aircraft General Supplies AGC), sekaligus membantu lebih banyak UKM untuk dapat masuk ke rantai pasokan.
Secara lebih detil, Malaysia menurunkan kelima fokus bidang utama ini kedalam 7 strategi dan 40 inisiatif. Ketujuh strategi tersebut yaitu, menerapkan kebijakan yang akan berdampak pada lanskap industri di masa depan, meningkatkan efektivitas lembaga-lembaga yang mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan industri, mengharmonisasikan peraturan sipil dan militer dan mempromosikan praktik ramah lingkungan, berinvestasi dalam riset dan teknologi untuk mengembangkan kemampuan baru dan meningkatkan daya saing industri, mempromosikan investasi dirgantara melalui insentif dan pendanaan yang sesuai dengan daya saing, menarik dan mempersiapkan tenaga kerja masa depan untuk Malaysia dan kawasan, serta menangkap pasar baru dan memperkuat rantai pasokan lokal.
Bagaimana dengan Indonesia? Pasar dalam negeri Indonesia cukup menjanjikan mengingat geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dan terpisah dari daratan benua Asia, sehingga mobilitas antar pulau dan negara memerlukan transportasi udara.
Namun demikian pengembangan industri dirgantara dalam negeri menghadapi rintangan yang tidak mudah untuk diatasi, seperti masalah efisiensi biaya, keterbatasan jumlah tenaga kerja terampil, serta anggaran untuk riset dan pemanfaatan teknologi.
Upaya pemerintah dalam mendukung industri ini dapat dilihat diantaranya melalui peningkatan infrastruktur bandara di berbagai daerah di Indonesia serta penetapan Batam Aero Technic sebagai Kawasan Ekonomi Khusus untuk dapat lebih menarik investasi pada subsektor MRO. Ke depan, Indonesia perlu fokus pada lini bidang tertentu dalam industri dirgantara yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Sumber: Malaysia Aerospace Industry Blueprint 2030
Ditulis oleh: Febrianto Dias Chandra, ASN Kementerian Keuangan. Opini penulis tidak mewakili kebijakan institusi Kementerian Keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H