Mohon tunggu...
Febrian Damian
Febrian Damian Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Studi Komunikasi, Jurnalistik, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hantu-hantu Menjelang Pilkada

10 Februari 2018   20:48 Diperbarui: 10 Februari 2018   21:36 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini, membagi cerita, menulis kebenaran dalam memoar: jangan berhemat pada objekvitas. Pilkada  Pilgub yang akan diselenggarakan di beberapa daerah seluruh Indonesia.

Ada banyak calon baik gubernur maupun bupati melakukan atraksi dadakan dengan duduk tanpa kursi, tikar, atau meja saat mengunjungi rakyat, dengan penuh kesederhanaan. Mereka berubah dari kebiasaannya, duduk santai dalam kantor, bahkan enggan membuka kaca mobil saat jalan di desa-desa.


Ini soal pencitraan, akrobatik dadakan yang terlihat sekarang, momen pilkada semua berlomba-lomba merakyat, bahkan serempak jadi kaum religius sejati. Gerakan dadakan ini, itulah model pencitraan yang didapat bukan ketulusan tetapi cara untuk mendulang suara lewat atraksi dadakan. Apakah kita jujur dalam melihat, menyikapi ini?

Terlalu banyak fiksi ajang Pilgub/pilkada membuat mata hati dan rasionalitas kita bungkam seketika. Ajang Pilgub merupakan ajang serius lima tahunan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Pilgub bukanlah ajang menunjukan kekayaan, ajang lomba kesalehan maupun ajang lomba merakyat.. Sesuatu yang membuat saya jeda dari kehidupan, karena melihat foto-foto itu di facebook maupun media meanstream.

Aku bingung bagaimana mengatakan kejujuran. Sama seperti Alfred Korzybski memperingatkan realitas yang membingungkan dengan definisi dari kenyataan ketika ia menciptakan istilah "peta bukanlah wilayah". Mungkin saja Alfred mau menginformasikan nonfiksi yang memungkinkan wawasan realitas.

Bahasa dan pakaian yang digunakan mendadak diganti yang biasanya memaki jazzdengan memaki pakaian religius, adat atau memaki baju olahraga menarik anak muda dan cara lainnya yang menurut saya penuh sensasi dan kedangkalan. Aquinas pernah berkata, humor untuk kesenangan. Pararel humor yang di sini adalah musik yang kita biasa mainkan dan mendengar untuk kesenangan tetapi meningkatkan ketangkasan manual dan memperkuat ikatan sosial masyarakat. Karena bagi Aquinas, humor merupakan kekuatan karakter dan kebajikan untuk sebuah klasifikasi, di bawah kekuatan transedensi. Terlibat dalam humor dapat mengembangkan toleransi, keberagaman dan fungsi kreatif untuk memecahkan masalah.

Hantu-hantu Pilkada

 Kalian pasti kaget bukan? Saya juga merasakan hal yang sama, bukan hanya kaget. Mungkin saja, gerakan alam bawa sadar saya, mengingat berapa bulan lalu aku menonton film horor "The Exorcist". Dari sekian banyak film horor yang bertemakan pembebasan arwah dari tubuh manusia, film TheExorcist bisa dibilang juaranya. Diadaptasi dari novel milik William Peter Blatty, film horor yang pertama kali ditayangkan tahun 1973 ini menghadirkan sederet scene mengerikan yang bikin terbayang bahkan waktu filmnya sudah selesai.

Tapi ini melampaui itu semua, insting dan naluri berkata lain. Yah, ini soal seperti mimpi, saat aku berbaring tiga menit lamanya, aku terhanyut entah roh ku di bawa ke mana. Aku mengingat dalam perjalanan itu, ada sebuah pesta besar di wilayah itu. Sesampainya di tempat pesta aku memasuki ruangan tempat pesta itu diadakan.

Aku melihat keanehan-keanehan dalam ruangan itu. Mengapa di sebut keanehan? Biasanya dalam pesta ada Mc yang memandu acara. Tetapi, dalam pesta tersebut aku melihat duduk dalam kelompok membentuk empat barisan melingkar (kutub utara, selatan, timur dan barat) dan masing-masing punya Mc sehingga mendengar satu sama lain. Aku pun merasa tidak nyaman dalam ruangan itu, karena berisik suara-suara dan musik yang menggema tanpa irama yang jelas.

lagu-lagu yang kian khidmat, dan bermakna menjadi fals, tak enak didengar. Akhirnya, tanpa sengaja aku melihat seorang gadis jelita, cantik menawan duduk dalam lingkaran raksasa itu, sambil menutup telinga dengan raut wajah yang kusut karena tidak menahan kebisingan yang ada dalam ruangan itu.

Tanpa memikir panjang aku menghampirinya, dan berkata, wahai nona apa yang mereka perbuat padamu, mengapa raut wajahmu begitu sedih dan kusut begitu?. Dia menjawab, aku tidak bisa menahan diri dalam lingkaran hantu, aku mau keluar dari ruangan ini. Aku pun membawanya keluar ruangan, tetapi aku masih bingung, mau dibawa ke mana, yah paling kurang, aku membawanya jauh dari kebisingan acara pesta itu, gumamku.

Tanpa mengatakan apapun, dia memegang erat tanganku. Aku pun mengiakan saja. Dijamin laki-laki pasti tersungkur dihadapannya karena senyumnya yang menggoda, bak bidadari dari langit ke tujuh.

Sampailah kami di suatu tempat, sejuk, indah, menawan hati di suatu taman. Aku pun menatapnya, saya belum mengenal namamu, siapakah namamu? Senyum manisnya betul-betul menyayatkan hati," namaku Nona Nusa". Aku pun berkata, inikah tempat yang kau maksud itu? Luar biasa, aku mendengar kicauan burung yang indah, tanaman hijau dipenuhi bunga-bunga beraneka warna, mata air yang keluar dari tanah dan pohon-pohon itu.

"Disinilah tempatku, aku tenang ada di sini, taman ini adalah aku", gumamnya. "Aku melihat orang-orang dalam pesta itu, tidak mendengarku, mereka masing-masing penuh keangkuhan mempertahankan pendapatnya dan ingin menggadaikan keperawananku".

Aku adalah burung-burung berkicau itu, bunga-bunga yang beraneka ragam itu, mata air yang muncul dari tanah dan pohon itu, lanjutnya.

"Aku ingin mengirimkan surat untukmu, utama yang berpesta itu".

Tak lama kemudian yang mengeluar selembar kertas dan alat tulis, sambil menulisnya (3 menit lamanya). Aku pun berkata dalam hati, apa yang ditulisnya. Tak lama kemudian, dia menghampiri sambil membawa selembar kertas dan berkata, lihat, baca, dan selami dengan seluruh panca indramu. Aku melihat dan membaca, sebuah gambar lingkaran hitam raksasa dan bertuliskan, "HANTU-HANTU POLITIK". Aku semakin bingung, apa maksud tulisan dan gambar ini Nona Nusa?. Dia pun berkata, wahai anak muda, apakah kamu tidak memahami apa yang aku lakukan ini dan bercumbu bersama di taman ini? Gunakan seluruh panca indramu, dan sampaikan salamku, bagi yang berpesta itu.

Aku membuka mata, badanku dingin seketika, apa yang terjadi, apakah ini hanya mimpi?

Saya yakin ini bukan sekedar mimpi, aku mendapatkan pesan yang berharga dari Nona Nusa, gadis jelita itu. Aku harus sampaikan isi hatinya bagi yang berpesta itu, terutama para undangan yang hadir dalam acara pesta itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun