Mohon tunggu...
Febriana AyuSoraya
Febriana AyuSoraya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Seorang Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta yang berfokus dalam bidang pemerintahan dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Waste Not, Want Not: Permasalahan Sampah Indonesia dan Kisah Keberhasilan Sistem Pengelolaan Sampah di Belanda

31 Mei 2024   20:20 Diperbarui: 1 Juni 2024   11:07 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampah menjadi salah satu permasalahan yang cukup kompleks di Indonesia. Sebagai negara kepulauan, penanganan pengelolaan sampah di berbagai daerah sangat beragam, hal tersebut menjadi salah satu faktor permasalahan sampah di Indonesia masih terus terjadi hingga saat ini. Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia dengan populasi yang mencapai jutaan orang memiliki permasalahan sampah yang memprihatinkan.

Deputi Gubernur Jakarta dalam bidang Budaya dan Pariwisata Marullah Matali  yang menjabat saat itu mengatakan bahwa terhitung Bulan Maret 2022, Jakarta menghasilkan 7.500 ton sampah perharinya. Fenomena luar biasa tersebut , apabila tidak disertai dengan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah akan menjadi sebuah boomerang yang merugikan bagi Indonesia,khususnya Jakarta sendiri.

Berdasarkan dengan permasalahan yang terjadi tersebut, penulis merasa Indonesia perlu memperbaharui penerapan kebijakan yang mampu menekan adanya sampah yang menumpuk di lingkungan sekitar. Melihat kondisi negara lain, Belanda merupakan salah satu negara di benua eropa yang terkenal dengan kebersihan dan tata letak kota nya yang rapi dan cantik.

Masyarakat Belanda juga memiliki budaya perilaku untuk membuang sampah ke tempat-tempat yang telah disediakan didepan rumah mereka masing-masing. Keberhasilan tersebut berawal dari kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda menerapkan kebijakan incineration atau pembakaran sampah, recycling, composting.

Pembuangan sampah di TPA tidak lagi menjadi aturan yang diterapkan dengan alasan bahwa TPA memerlukan lahan yang luas dan Belanda memiliki permasalahan keterbatasan lahan.

Selain itu, dengan kebijakan pembuangan sampah di TPA memerlukan pengelolaan penanganan limbah cair yang cukup rumit, TPA juga akan menimbulkan efek gas rumah kaca yang berasal dari gas metana yang dilepaskan tumpukan sampah tersebut.  Selain adanya kebijakan tersebut pemerintah Belanda juga menerapkan adanya lima elemen penting untuk mencapai keberhasilan pengelolaan sampah. Elemen yang pertama adalah adanya urutan preferensi,yang merupakan pendekatan yang dilakukan oleh Belanda dengan tujuan sebisa mungkin menghindari timbulnya limbah,memulihkan bahan mentah yang dapat digunakan , menghasilkan energi dengan membakar sisa limbah.

Penimbunan hanya diperbolehkan pada aliran limbah yang tidak dapat dilakukan pemulihan atau pembakaran. Adapun panduan urutan preferensi yang diterapkan oleh pemerintah Belanda antara lain : pencegahan,persiapan untuk penggunaan kembali, daur ulang,pemulihan lainnya dan pembuangan.  Elemen yang kedua adalah penerapan standar pengelolaan limbah yang ketat, upaya ini diterapkan untuk mengurangi tekanan lingkungan yang diakibatkan dari pengelolaan limbah.

Standar yang diberlakukan antara lain : standar perlindungan tanah dari penimbunan, standar mutu bahan sekunder yang berasal dari limbah, standar kualitas udara untuk pembakaran,standar mutu pupuk organic, larangan adanya TPA untuk 35 aliran sampah. Elemen yang ketiga adalah bekerja sama dengan pemerintah daerah , pemerintah Belanda memeiliki Dewan Pengelolaan Sampah yang terbentuk tahun 1990 dengan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah yang efektif.

Dewan tersebut dibentuk dengan kesepakatan sukarela anatara tiga tingkatan pemerintahan yaitu nasional,provinisi,dan lokal untuk mencapai kesepakatan bersama. Teapi tugas Dewan trtersebut terhenti tahun 2006 karena target telah tercapai dan sampah tidak lagi menjadi agenda politik yang penting.

Elemen yang kelima adalah tanggung jawab produser yang diperluas, hal ini bertujuan pagi seluruh pelaku usaha atau produsen maupun importir bertanggung jawab atas pengelolaan produk yang mereka miliki atau akan dipasarkan ketikan produk tersebut dibuang. Kesepakatan tanggung jawab ini diikat melalui peraturan perundang-undangan.

Elemen yang terakhir adalah penggunaan berbagi instrument untuk merangsang pencegahan dan daur ulang, hal tersebut dilakukan dengan beberapa pergerakan antara lain adanya penegakan peraturan, menurut pemerintah Belanda , tanpa penegakan hukum , pengelolaan sampah tidak akan berhasil. Selanjutnya adalan instrumen keuangan,seperti adanya pajak TPA , sistem pungutan sampah berbasis volume membantuu mencapai peralihan menuju pengurangan TPA dan lebih banyak pemulihan dan daur ulang sampah.

Pergerakan yang lain adalah adanya sosialiasi tentang pengumpulan sampah terpisah, pemerintah Belanda menerapkan adalanya sistem pengumpulan sampah organik,kertas dan karton,plastik,kaca secara terpisah. Pemerintah Belanda juga mewajibkan setiap kotamadya untuk memiliki lokasi dimana masyarakat dapat memilah dan membuang sampahnya.

Pergerakan yang terakhir adalah komunikasi yang efektif, meningkatkan kesadaran masyarakat dan komunitas menjadi hal yang sanga penting. Melibatkan masyarakat luas dan memberikan feedback merupakan hal yang diperlukan dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan program pengumpulan sampah yang terpisah tersebut serta apa dampak yang dihasilkan terhadap kualitas lingkungan.

Berdasarkan dengan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan tersebut Belanda berhasil mengelola sampah lingkungan dan mengubahnya menjadi bahan industry yang baru,menjadi kompos dan menjadi sumber energi pembangkit listrik yang dapat diperbaharui.Pada tahun 2006 Belanda juga menunjukan bahwa dari total keseluruhan sampah sebanyak 13 ton yang diproduksi oleh 16 juta penduduk Belanda,hanya sekitar 23% sampah atau 3 ton sampah yang dibuang ke TPA.

Masyarakat Belanda saat ini dengan kesadaran penuh menangani sampah yang mereka hasilkan setiap harinya. Masyarakat Belanda akan memisahkan sampah kering yang bisa di daur ulang dan sampah basah atau organic yang bisa dijadikan kompos,lalu membuangnya ditempat yang berbeda didepan kediaman mereka. Peran masyarakat Belanda dalam mengurangi kantong plastik,mereka pada umumnya membawa kantong sendiri Ketika berbelanja. Perilaku bijaksana tersebut tidak terjadi dalam kurun waktu yang singkat melainkan membutuhkan waktu belasan bahkan hingga puluhan tahun lamanya untuk menumbuhkan sikap kesadaran akan hal ini.

Berdasarkan dengan penjelasan tersebut, penulis berpendapat bahwa Indonesia juga akan bisa mengalami perubahan signifikan yang sama apabila pemerintah mau dan mampu melakukan serta menerapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung adanya perubahan tersebut,serta adanya dukungan secara penuh dari masyarakat.

Penulis berpendapat bahwa Indonesia harus segera mempertimbangkan kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah Belanda untuk segera diterapkan di Indonesia , dikarenakan permasalahan sampah pasti akan terus berulang sedangkan Indonesia juga memiliki keterbatasan lahan untuk TPA.

https://typicalnl.wordpress.com/2012/04/25/how-to-throw-your-household-waste-in-the-netherlands/ 

Kebijakan yang telah di terapkan oleh Pemerintah Belanda menjadi sebuah contoh nyata bagi kebijakan pengelolaan sampah yang bisa diterapkan  di Indonesia. Terdapat beberapa tahapan formulasi kebijakan atau pemecahan masalah terbaik yang dapat dilakukan oleh Indonesia dalam memulai perubahan ini. Indonesia bisa memulai dengan dibentuknya Dewan Pengelolaan Sampah dikarenakan Indonesia masih mengalami permasalahan sampah yang cukup kompleks dan rumit. Selanjutnya, pemerintah Indonesia harus menganggarkan dana untuk menyediakan fasilitas-fasilitas pembuangan sampah yang lebih memadai dan sesuai dengan standar dan jumlah yang banyak. Hal tersebut bertujuan untuk membangun budaya masyarakat untuk membuang sampah di fasilitas-fasilitas yang telah disediakan. Selain itu, seperti yang kita ketahui , Indonesia telah menerapkan kebijakan pemilahan dalam pembuangan sampah tetapi hal tersebut masih belum diindahkan atau menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus dengan tegas menerapkan aturan tersebut dan terus melakukan sosialisasi pemilahan sampah tersebut kepada masyarakat melalui Dewan Pengelolaan Sampah yang telah dibentuk sebelumnya. Selain itu, penerapakan kebijakan tanpa plastik belum dilakukan secara menyeluruh disetiap daerah di Indonesia.Pemerintah Indonesua harus menjadikan hal tersebut sebagai perhatian sehingga, kebijakan tanpa plastik bisa dilakukan di masing-masing daerah, hal tersebut terbukti secara efektif untuk mengurangi penggunaan sampah plastik. Kebijakan itu bisa di lakukan dengan adanya inisiatif pemerintah untuk menyediakan tas belanja pada tahap awal ada ya sosialisasi kebijakan tersebut. Berdasarkan hal yang telah saya paparkan , Pemerintah pusat harus berkoordinasi dengan rutin dalam melaksanakan kebijakan dan evaluasi afanya kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia. Penerapan kebijakan-kebijakan tersebut membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan bertransisi,melihat dari kebiasaan masyarakat Indonesia yang selalu menggunakan plastik. Pemberian sanksi yang tegas juga menjadi salah satu upaya yang efektif dalam menuju perubahan sistem pengelolaan sampah ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun