Mohon tunggu...
Febrian Kusnadi
Febrian Kusnadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student

Hi, there!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Nilai Budaya Baduy Dalam Pikukuh: Lojor Henteu Benang Dipotong, Pendek Henteu Benang Disambung dalam Menjaga Kelestarian Alam

10 Januari 2024   15:12 Diperbarui: 10 Januari 2024   17:21 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia, sebagai negara yang sangat majemuk, dihuni oleh lebih dari 1.340 suku menurut data dari Badan Pusat Statistik. Masyarakat di pedesaan yang menjalani gaya hidup tradisional dan minim intervensi teknologi umumnya dikenal sebagai masyarakat suku, komunitas asli, masyarakat dengan hukum adat, atau penduduk tradisional. Setiap suku memiliki ciri khasnya dalam menjaga lingkungan, namun satu di antara mereka, Suku Baduy, menonjol dengan kebijaksanaan lokal mereka yang khas. Terletak di daerah Kanekes, Banten, Suku Baduy terbagi menjadi tiga wilayah: Baduy Dalam, Baduy Luar, dan Dangka sebagai buffer zone yang berfungsi sebagai filter sebelum masuk ke Baduy Dalam. 

Suku Baduy hidup dalam harmoni dengan alam, mencerminkan kebijaksanaan lokal mereka dalam pengelolaan sumber daya alam. Seperti masyarakat tradisional pada umumnya Suku Baduy memiliki pengetahuan mendalam tentang lingkungan sekitar mereka. Mereka menyesuaikan diri dengan berbagai ekosistem alami di Indonesia dan telah lama menjalani kehidupan yang harmonis dengan alam. Kemampuan ini memungkinkan mereka untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan cara yang berkelanjutan. Selain itu, perilaku mereka didasarkan pada prinsip nilai baik dan buruk, serta kegiatan yang berasal dari pemahaman antara benar dan salah. 

Dalam kearifan lokal, terdapat usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan sebagai bentuk konservasi. Nababan (1995:6) menyampaikan prinsip-prinsip konservasi dalam pengelolaan sumber daya alam secara tradisional, yaitu: 

(1) Pemahaman rasa hormat yang mendorong terciptanya keselarasan atau harmoni antara manusia dan alam sekitarnya. Dalam perspektif ini, masyarakat tradisional melihat diri mereka sebagai bagian integral dari alam itu sendiri, 

(2) Rasa kepemilikan eksklusif bagi komunitas terhadap suatu wilayah atau jenis sumber daya alam tertentu sebagai hak kepemilikan bersama (communal property resource). Kepemilikan ini mengikat seluruh anggota komunitas untuk menjaga dan melindungi sumber daya bersama dari ancaman luar, 

(3) Pemanfaatan sistem pengetahuan lokal masyarakat setempat yang memberikan kemampuan kepada mereka untuk mengatasi tantangan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terbatas, 

(4) Kemampuan adaptasi dalam menggunakan teknologi sederhana yang sesuai dan efisien secara energi, sesuai dengan kondisi alam lokal, 

(5) Sistem alokasi dan penegakan aturan adat yang dapat melindungi sumber daya bersama dari eksploitasi berlebihan, baik oleh anggota masyarakat sendiri maupun pihak luar (pendatang). Masyarakat tradisional telah memiliki pranata dan hukum adat yang mengatur semua aspek kehidupan sosial dalam suatu kesatuan sosial tertentu, 

(6) Mekanisme pemerataan hasil panen atau sumber daya bersama yang mencegah terjadinya ketidaksetaraan yang berlebihan di dalam masyarakat tradisional. 

Pandangan hidup dan kepercayaan Suku Baduy berakar pada Sunda Wiwitan, yang menghormati arwah leluhur dan mengamalkan animisme. Pikukuh atau aturan adat mutlak menjadi landasan bagi kehidupan sehari-hari mereka. Isi terpenting dari "pikukuh" tersebut yaitu konsep "tanpa ada perubahan apa pun " : Lojor henteu beunang dipotong, pendek henteu beunang disambung (panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung) tanpa perubahan apa pun tercermin dalam kebijakan untuk tidak mengubah orientasi, konsep-konsep, dan aktivitas keagamaan sesuai dengan amanat nenek moyang. 

Desa Kanekes memiliki kawasan hutan keramat dengan tingkat sakralitas tertinggi, yang dijaga dengan sungguh-sungguh oleh masyarakat Baduy sebagai bagian dari sistem kepercayaan mereka. Dalam pelaksanaannya, buyut Sunda Wiwitan dapat dibagi menjadi dua jenis: buyut adam tunggal dan buyut nahun. Buyut adam tunggal merupakan tabu utama dengan tambahan tabu kecil yang hanya berlaku bagi masyarakat Baduy Dalam. Sementara itu, buyut nahun adalah tabu yang berlaku bagi masyarakat Baduy Luar, penamping, dan dangka, dan didasarkan pada prinsip-prinsip dasar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun