Mohon tunggu...
Febri Rianto
Febri Rianto Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Learn from the past and reach the future

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Intelektual Profetik Menumpas Krisis Identitas Era Digital

31 Agustus 2021   14:48 Diperbarui: 31 Agustus 2021   14:50 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada dasarnya peran anak muda sangatlah besar, terbukti pada tahun 98 yang menjadi sejarah akan peran penuh pemuda-pemuda yang berintelektual dalam membangun keberlangsungan negara dengan melakukan sebuah demo. Tidak hanya itu sebelum Indonesia merdeka pun tidak lekat dengan peran pemuda dengan intelektual yang tinggi dalam membangun serta membakar semangat para pemuda dalam menginginkan kemerdekaan sehingga terbentuklah sumpah pemuda. Oleh karena presiden pertama kita pernah mengatakan " beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia".

Sesuai dengan tema pembahasan kali ini ada tiga kata kunci menurut saya. Kata kunci pertama yaitu Intelektual, kata tersebut sebenarnya memiliki banyak arti ataupun makna, jikalau menurut kbbi (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Intelektual memiliki arti cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. 

Lalu, kata profetik Dari segi bahasa, profetik dapat dikatakan sifat yang menyerupai nabi. Nabi memiliki sifat transformatif dan mencerahkan. Maka intelektual profetik adalah intelektual yang akan membawa transformasi pada masyarakat. Dan kata kunci ketiga yaitu Krisis Identitas, Krisis identitas adalah kondisi ketika orang merasa tidak yakin mengenai siapa dan apa dirinya. Hal ini dapat terjadi setelah ia mengalami perubahan besar dalam hidup atau karena faktor usia.

Pada saat ini banyak jiwa-jiwa muda yang berintelektual namun jauh dari ranah profetik, banyak pula jiwa-jiwa muda yang kehilangan jati dirinya (Krisis Identitas) dikarenakan faktor lingkungan, keluarga, maupun faktor digital. Permasalahan tersebut hampir menyeluruh se-Indonesia bahkan dunia.

Lalu, seperti apakah Krisis Identitas tersebut? Ada beberapa faktor yang membuat krisis identitas tersebut muncul seperti yang saya utarakan diatas, pertama yaitu faktor lingkungan, lingkungan merupakan langkah utama atau langkah awal dimana kita membuka hal-hal baru atau suatu pengetahuan yang baru. Jikalau lingkungan tersebut tidak mendukung maka akan cenderung menimbulkan hal-hal buruk.

Contoh :

Lingkungan keluarga, Pertengkaran antara orang tua, dapat menimbulkan dampak buruk ke anak. Permisalkan broken home dan lain sebagainya.

Lingkungan pertemanan atau bisa juga dengan lingkungan sekolah, jikalau ada pembulian maka akan membuat mental anak menjadi kacau dan menimbulkan stress atau bahkan bisa fatal ke ranah jiwa.

Dari kedua contoh faktor lingkungan tersebut maka dapat ditarik benang merahnya ialah jikalau sampai terjadi masalah dalam lingkungan keluarga maupun pertemanan maka akan membuat intelektual seseorang itu menurun dan membangkitkan sikap emosional yang tinggi serta jauh dari nilai profetik.

Lalu, adapula faktor digital, pada saat ini era nya serba mudah serta praktis. Alhasil banyak jiwa-jiwa muda yang cenderung pasif dalam khalayak atau sosialiasi dengan beralasan insecure, tidak goodlooking dan lain sebagainya. Karena hal tersebut membuat salah satu narasumber kami mengatakan krisis identitas sama dengan isolasi sosial.

Oleh karena itu, untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya krisis identitas yaitu dengan cara berintelektual yang profetik, maksudnya ialah dengan kepintaran ataupun dengan kecerdasan kita, kita harus dekat dengan sang pencipta, serta mengikuti sifat-sifat nabi seperti sidiq (benar dalam perkataan atau perbuatan), amanah (dapat dipercaya), fathanan (pandai/cerdas), tabligh (menyampaikan).

Lalu, manfaatkan faktor lingkungan serta era digital sebagai pacuan ataupun batu loncatan kita untuk menjadi orang. Maksudnya ialah manfaatkan cacian serta makian itu sebagai cara kita agar kita menjadi manusia yang kuat, dari segi fisik maupun mental. Jikalau memang mental kita masih lemah alangkah baiknya pindah ke lingkungan yang memang mendukungmu secara penuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun