Cara pandang atau persepsi dibangun melalui wacana yang dihadirkan oleh media. Dari cara pandang atau persepsi itu, publik akan menentukan pilihan; apakah ia akan mendukung atau menolak atau juga melawan.
Agregat atau kumpulan dari seluruh wacana yang membentuk persepsi, akan membentuk gambaran atau citra tentang sebuah organisasi, lembaga, perusahaan atau tokoh dan sebagainya.
Maka dari itu, kita kemudian mengenal apa itu realitas: realitas media dan persepsi publik yang dibentuk oleh realitas media tersebut.
Secara gamblang, realitas adalah kenyataan atau fakta yang sesungguhnya terjadi tentang suatu hal. Sementara realitas media adalah kenyataan atau fakta yang ditangkap, dikumpulkan, diolah, dan disebarluaskan oleh media.
Selanjutnya, persepsi publik merupakan "realitas" yang dipahami dan dimengerti oleh publik sebagai hasil yang dibentuk oleh realitas media.
Realitas media bisa saja sama dengan realitas yang sesungguhnya, tetapi bisa juga berbeda. Bahkan bisa juga sangat bertolak belakang satu sama Iain. Melalui medialah reputasi atau citra lembaga, perusahaan atau tokoh dibangun dan dibentuk.
Adapun kejanggalan dalam menggunakan media sosial yang menghadirkan masalah bagi para pengguna adalah ketika pengguna menggunakan media sosial secara tidak bijak. Hal ini yang jadi persoalan tidak hanya di Indonesia namun terjadi hampir di seluruh belahan dunia.
Akibatnya, banyak netizen sering terjerat UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya Pasal 27 ayat (3).
Seperti yang terjadi pada pria berinisial H (32), seorang warga Kota Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar). H harus berurusan dengan aparat kepolisian setempat karena mengunggah status di akun sosial media Facebooknya bernama Ancha Evus berjudul Martabak Telor" beberapa tahun silam, tepatnya pada 15 Juli 2017.
Sebagaimana dilansir dari kompas.com, awalnya, ia bermaksud bercanda dengan status yang dibuatnya itu dengan menyatakan bahwa Kota Mamuju saat ini berstatus siaga 1 lantaran ada kasus mutilasi terhadap Martha.
Status tersebut membuat resah warga Mamuju. Menurut Polisi perbuatan itu dinilai melanggar Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.