Tanah, bagian paling luar dari permukaan bumi ini bukanlah hiasan belaka. Namun lebih daripada itu, tanah memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Tumbuhan memerlukan tanah sebagai wadah untuk berkembang, beberapa hewan juga hidup di tanah seperti cacing, sedangkan bagi manusia tanah memiliki manfaat penting dalam menunjang kegiatan mereka. Dengan tanah mereka bisa memenuhi kebutuhan primer yaitu papan atau rumah, membangun fasilitas umum, bahkan meningkatkan taraf hidup ekonomi. Tak heran jika tanah menjadi komoditas berharga yang memiliki nilai jual tinggi, tanah menunjukkan status sosial seseorang dalam lingkup kehidupan bermasyarakat.
Indonesia dijuluki sebagai negara Agraris, sebagian besar dari penduduknya menggantungkan hidup mereka pada bertani sehingga tanah sangat berharga dalam mewujudkan kesejahteraan petani. Akses tanah subur dan memadai dapat membantu petani untuk mengembangkan hasil pertanian seperti padi, palawija, jagung, dan masih banyak lagi. Tentunya tanah berkualitas akan menghasilkan produk pertanian yang berkualitas pula untuk dijual kepada masyarakat luas. Tanah menjadi modal utama yang harus dimiliki oleh petani untuk mengembangkan usaha mereka.
Sayangnya, tidak semua petani beruntung memiliki lahan untuk dikelola, tak sedikit dari mereka menjadi buruh tani akibat lahan dikuasai oleh pemilik modal atau pihak swasta. Kalaupun ada petani yang memiliki lahan luasnya tidak lebih dari 1-2 hektar karena sebagian besar lahan sudah dikuasai sehingga hal inilah yang menyebabkan terjadinya ketimpangan lahan. Banyak dari mereka terpaksa menjual lahan akibat tuntutan ekonomi sehingga menjualnya kepada pemilik modal. Modernisasi lahan dengan alih fungsi untuk pembangunan oleh pihak swasta pun turut menjadi faktor penyumbang ketimpangan lahan pertanian.
Survei Persepsi Petani 2024 yang dilaksanakan oleh LaporIklim, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Tani dan Nelayan Center (TNC), dan Gerakan Petani Nusantara (GPN) menunjukkan persepsi petani yang pesimis terhadap kemajuan agraria Indonesia karena beberapa faktor, salah satunya ketersediaan lahan. Sebanyak 47% petani yang pesimis akibat minimnya akses lahan untuk mereka garap. Lahan yang sempit membuat kehidupan ekonomi petani menjadi terhimpit pula. Profesi petani yang diharapkan menyejahterakan malah jadi menyengsarakan, Survei Ekonomi Nasional (Susenas) pada September 2024 menguraikan fakta bahwa 47,34% rumah tangga miskin di Indonesia memiliki kepala rumah tangga yang bekerja pada sektor pertanian. Jika hal ini terus dibiarkan akan mengancam keberlangsungan pangan di Indonesia serta kesejahteraan masyarakat menurun drastis. Lantas apa langkah tepat yang dapat diambil untuk mengatasi permasalahan tersebut?
Bank Tanah : Konsep dan Kebijakan Pemerintah telah mengupayakan berbagai kebijakan untuk mengatasi fenomena ketimpangan kepemilikan lahan yang ada, melalui Reforma Agraria yang pencanangannya sudah ada sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok  Agraria (UUPA) karena saat itu Indonesia masih menggunakan kebijakan agraria peninggalan Belanda. Reforma agraria kemudian diatur dalam TAP MPR IX/MPR/2001  tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PA dan PSDA) hingga saat ini dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Reforma Agraria.
Dalam perjalanannya pemerintah menyadari bahwa untuk mengatasi permasalahan tersebut pengaturan saja tidaklah cukup, sehingga dibentuklah Badan Bank Tanah sebagai badan khusus (sui generis) oleh Pemerintah Pusat serta diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah, dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2021 Tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah.
Berdasarkan Pasal 126 UU Cipta Kerja, Bank Tanah dibentuk dengan tujuan yaitu untuk menjamin ketersediaan tanah rangka ekonomi berkeadilan untuk :Â
Kepentingan Umum;
Kepentingan Sosial;
Kepentingan Pembangunan Nasional;
Pemerataan Ekonomi;
Konsolidasi Lahan; dan
Reforma Agraria.